Laman

Rabu, 14 November 2012

Questions For Dhira Chapter 2: Target Yang Ditentukan

Questions For Dhira part II: “Target Yang Ditentukan”

Sebelumnya:
“Hi…Hidup” pilihku. Dan tiba-tiba semuanya menjadi gelap.

Ini adalah awal dari perubahan.

Questions for Dhira part II―Target Yang ditentukan
by Dhwati Esti Widhayang (http://esti-widhayang.blogspot.com/)

“Ugh” aku membuka mata, mengerjap-erjap karna sinar matahari yang menyilaukan menembus pupilku. Dimana ini? Gorden hijau… kasur… kotak P3K.. Ini UKS, ya?

“Syukurlah kau sudah sadar” ucap seorang perempuan berseragam dokter. “kau tidak ada-apa, nak?”
“Aku… apa… ini… anu…” aku mencoba memilih kata-kata. Pikiranku masih berhamburan dan belum kembali. “Aku dimana?”

“UKS Sekolah.”

Aku terdiam. Apa yang membuatku ada disini? Ingatanku mencoba flashback ke masa lalu. Berlari ke sekolah, aku, mobil itu, supir itu, jurang, jatuh, dan…… mati. Tidak, bukan begitu. Aku masih hidup. Jadi apa itu hanya mimpi?

“Aku rasa kau terlalu memaksakan diri, nak” ujar perempuan itu. “kami menemukanmu tergeletak pingsan di gerbang sekolah. Beberapa menit setelah upacara penyambutan dimulai. Ibumu bilang kamu berangkat ke sekolah dengan berlari. Benarkah itu?”

Aku tidak mendengar pertanyaan itu. “Ibu… Ibuku dimana?”

“Di ruang Kepala Sekolah, mengusulkan agar kamu dibawa ke rumah dan beristirahat”

“eh?” tidak akan kubiarkan! Ini hari pertamaku, hari menyenangkan yang aku khayalkan. Aku bangkit dari kasur itu, melesat meninggalkan ruangan, namun ketika membuka pintu dan hendak keluar, aku menabrak seseorang. Bukan, beberapa orang.

BRUKK!!! Orang-orang itu berkerumun di pintu dengan posisi mengintip dan menguping. Hanya ada satu orang di UKS―Aku. Jadi apa yang diintip aku? Khh..

“Ma…maaf” ucapku sambil membungkukkan badan sedikit, kemudian melangkah maju.
“Tunggu,” ucap seseorang dengan rambut pirang dan lensa kontak yang separas. Sayangnya tatapannya adalah tatapan pembunuh. Ia menghalangiku dengan satu tangannya. Keren.

“Rio-san..” “kyyaaaa <3” “Lihat, itu Rio-san” ucap perempuan-perempuan diantara kerumunan, mengagumi sosok pirang itu.

“Dia anak baru!” “Kurang ajar, hari pertama sudah berani sejauh itu?” “membuat Rio-san marah.. dia akan tamat” “bagaimana kalau kita jadikan Ia target?” “Target? Ide yang bagus!” bisik orang-orang di kerumunan itu.

Apa mereka membicarakan aku?

“Maaf, tapi aku harus…” kalimatku terpotong oleh sentuhan jemari laki-laki berambut pirang bernama Rio itu di bibirku. O,O
“ssssstt,” desisnya. “bawa dia!”

Beberapa orang maju menuruti perintah Rio itu, memegang kedua tanganku, menguncinya, dan lalu menyeretku. “eh? Apa-apaan ini? Lepaskan! Tolong!!” seruku kepada perempuan berseragam dokter di dalam ruang UKS. Namun Ia tidak melakukan apa-apa. Hanya menatap Iba dan ketakutan. Seolah-olah takut pada kerumunan anak-anak ini.


Mereka sampai pada tempat yang mereka inginkan, area WC Siswa. Tempat yang idealis dan sepi untuk melakukan kejahatan. Tubuhku di dorong dan dijatuhkan ke sudut ruangan.

“Apa yang kalian inginkan?” Aku bersiaga dengan kuda-kuda yang siap, menatap mereka satu-satu, jikalau ada yang mulai bergerak.

“Ini penyambutan, huh” ucap si rambut pirang Rio. #Gomen ne yang namanya Rio ==
a. Lencana kelas IX tersemat di seragamnya. “Kau ini tidak sopan. Habisi dia”
Apa kelakuanku yang menurutnya tidak sopan??

“Tu-tunggu!!” tahanku. “Ka-kalau kalian melakukan sesuatu kepadaku, akan kulaporkan”

“HaHaHaHaHaHa” Rio tertawa keras. “melaporkanku? Melaporkan anak penyumbang dana terbesar di sekolah? Apa kau gil*?”

“eh…” itukah alasan dokter tadi tidak menolongku? Itukah alasan orang-orang ini dengan senang hati akan menghajarku? Pemikiran itu membuatku kuda-kudaku lemah.

BUGG!! Sebuah pukulan mendarat di pipiku. “Tidak usah basa-basi lagi” ucap seorang anak bertubuh lumayan kekar yang nampaknya BodyGuard Rio. Kupikir Rio itu yang akan turun tangan menghajarku, ternyata Ia hanya diam saja di sisi lain dengan kedua tangan terlipat, menunggu. “Selamat Datang” sebuah pukulan lagi mendarat di perutku.

“Ukh…” aku memuntahkan darah. Kepalaku terasa pusing, perutku sakit, dan, kurasa kesadaranku akan hilang. Sebuah pukulan lagi melayang ke arahku, tapi…

“BERHENTI!” seru seseorang dari arah timur. Semua menoleh. Orang itu memandang dengan tatapan marah, marah melihat aku diperlakukan seperti ini. Aku tersenyum menyambut penolongku. Dia memang sahabat terbaikku! Ya, Dia Yota.

Yota mengamuk dikerumunan itu, menghajar orang-orang yang menghajarku. Yota memang kuat, berbeda denganku. Selama ini aku hanya dapat berlindung di belakangnya, menangis dan ketakutan. Kerumunan itu jatuh satu-persatu.

“Yota, hentikan!!” ucapku, “ukh”

“Kita pergi” perintah Rio memimpin ‘pasukan’ itu mundur. Yota mendelik kea rah mereka dengan tatapan benci yang kuat. Sementara aku, tubuhku merosot lemas. Yota berlari menghampiriku.

“Dhira!! Kamu tidak apa-apa?” tanyanya. Ia menopang tubuhku. Perutku sakit sekali, #seperti keadaan Author dengan punggung sakit mengetik di PC. Hoho. *Abaikan~#. “Apa yang kamu lakukan disini?! Kenapa bisa…” Yota nampaknya tidak habis pikir. Aku menenangkannya dengan senyuman super-manis-ku #Plak.

“Arigatō, Yota.” Aku mengelap darah dibibirku dengan tisu yang kusimpan di saku. Sementara Yota masih memandangku dengan lekat. Mencari jawaban di antara mataku. “Oh, baiklah. Bisakah kau merangkulku ke kelas? Akan kuceritakan disana,… dan… akh, apa aku kebagian tempat duduk?” bisa-bisanya aku mengeluarkan pertanyaan tidak penting seperti itu.

“Tentu saja. Tempat dudukku hanya untuk denganmu. Kau sendiri tahu itu, kan” ucap Yota. Aku kembali tersenyum.

Aku dan Yota menuju ke kelas, dalam hati berdecak kagum atas kebaikan sahabatku ini. Tanpa menyadari beberapa meter dariku, seseorang mencatat namaku dan Yota di note-nya. Seandainya aku menyadarinya, kejadian paling menakutkan itu tidak akan pernah terjadi dalam hidupku. Seandainya aku menyadarinya, part II ini tidak akan ada lanjutannya, seandainya aku menyadarinya, Cerbung ini akan cepat selesai :P #PLAK *mohon di abaikan~.

Kemudian orang itu tersenyum licik. “Target telah ditentukan.”

To Be Continued…

Questions For Dhira part III

Tidak ada komentar:

Posting Komentar