Cerita ini terinspirasi atau
diadaptasi dari sebuah lagu Len Kagamine yang berjudul sama.
Intinya saya tidak mengclaim cerita ini milik saya sepenuhnya.
fanfic by: Dhwati Esti Widhayang
Enjoy Reading ^^
=====
Intinya saya tidak mengclaim cerita ini milik saya sepenuhnya.
fanfic by: Dhwati Esti Widhayang
Enjoy Reading ^^
=====
Hari itu terdengar lonceng
berbunyi sebanyak dua kali bertepatan dengan lahirnya anak kembar dari keluarga
Kagamine. Keluarga Kagamine awalnya adalah keluarga kerajaan yang berbahagia,
ditambah lagi anak kembar laki-perempuan mereka. Kedua anak itu dinamai Len
Kagamine dan Rin Kagamine.
Len dan Rin tumbuh dari hari ke hari dan sudah berumur enam tahun sekarang. Mereka adalah anak kembar yang tidak dapat dipisahkan, mereka saling menyayangi satu sama lain.
Namun, keegoisan orang tua mereka memisahkan mereka. Orang tua mereka bercerai karena masalah yang menurut mereka tidak perlu dicampuri oleh anak kecil. Setelah mereka bercerai, diputuskan Rin Kagamine menetap di istana bersama ibunya untuk menjadi putri kerajaan sementara Len di bawa orang tua yang satunya.
Dan ceritapun dimulai…
Len dan Rin tumbuh dari hari ke hari dan sudah berumur enam tahun sekarang. Mereka adalah anak kembar yang tidak dapat dipisahkan, mereka saling menyayangi satu sama lain.
Namun, keegoisan orang tua mereka memisahkan mereka. Orang tua mereka bercerai karena masalah yang menurut mereka tidak perlu dicampuri oleh anak kecil. Setelah mereka bercerai, diputuskan Rin Kagamine menetap di istana bersama ibunya untuk menjadi putri kerajaan sementara Len di bawa orang tua yang satunya.
Dan ceritapun dimulai…
Kitai no naka bokura wa umareta
Shukufusuru wa kyoukai no kane
Otona-tachi no katte na tsugou de
Bokura no mirai wa futatsu ni saketa
…
Kita lahir dari sebuah lonceng pengharapan
Lonceng gereja memberkati kita
Untuk alasan egois orang dewasa,
Masa depan kita terbelah menjadi dua
Shukufusuru wa kyoukai no kane
Otona-tachi no katte na tsugou de
Bokura no mirai wa futatsu ni saketa
…
Kita lahir dari sebuah lonceng pengharapan
Lonceng gereja memberkati kita
Untuk alasan egois orang dewasa,
Masa depan kita terbelah menjadi dua
Namaku Kagamine Len. Aku
adalah anak laki-laki dari keluarga kerajaan Kagamine, meskipun sekarang aku
bukan lagi siapa-siapa.
Aku punya seorang adik kembar perempuan, namanya Rin. Aku tidak bisa berhenti membayangkan betapa manis senyumnya. Senyum polosnya itu. Dulu kami selalu bermain bersama. Ya, itu dulu. Sebelum orang tua kami memisahkan kami.
Aku ingat waktu itu kami berlarian di halaman kerajaan. Rin bilang dia ingin menunjukkan sesuatu padaku maka dari itu Ia berjalan mendahuluiku sambil menggenggam erat tanganku. Tangannya lembut dan hangat, aku senang mengetahui tangan itu adalah milik adikku. Kurasa Ia berjalan terlalu cepat sehingga waktu itu Ia terjatuh dan lututnya terluka. Aku bilang “Kau akan baik-baik saja, lukamu akan cepat sembuh dan kita bisa bermain lagi. Ayo, hapus air matamu.”. Saat itu Ia terlihat ketakutan, Ia berkata bahwa mungkin saja Ia akan terjatuh lagi dan itu membuatnya takut untuk bermain di halaman kerajaan.
“Tidak apa-apa, aku akan melindungimu.”
Semuanya berubah, aku tidak ingat sejak kapan. Kami berdua dipisahkan, waktu itu aku masih terlalu kecil untuk mengingat semuanya. Betapa tak berdayanya aku waktu itu. Padahal aku sudah berjanji untuk melindunginya…
Sudah beberapa tahun berlalu, Sekarang aku sudah menjadi seorang anak remaja. Aku belajar sekuat tenaga agar suatu hari aku dapat bekerja di kerajaan. Setidaknya aku dapat menjadi pelayan adik kembarku. Aku sangat ingin berjumpa dengannya lagi, bahkan jadi pelayan pun tak mengapa.
Aku punya seorang adik kembar perempuan, namanya Rin. Aku tidak bisa berhenti membayangkan betapa manis senyumnya. Senyum polosnya itu. Dulu kami selalu bermain bersama. Ya, itu dulu. Sebelum orang tua kami memisahkan kami.
Aku ingat waktu itu kami berlarian di halaman kerajaan. Rin bilang dia ingin menunjukkan sesuatu padaku maka dari itu Ia berjalan mendahuluiku sambil menggenggam erat tanganku. Tangannya lembut dan hangat, aku senang mengetahui tangan itu adalah milik adikku. Kurasa Ia berjalan terlalu cepat sehingga waktu itu Ia terjatuh dan lututnya terluka. Aku bilang “Kau akan baik-baik saja, lukamu akan cepat sembuh dan kita bisa bermain lagi. Ayo, hapus air matamu.”. Saat itu Ia terlihat ketakutan, Ia berkata bahwa mungkin saja Ia akan terjatuh lagi dan itu membuatnya takut untuk bermain di halaman kerajaan.
“Tidak apa-apa, aku akan melindungimu.”
Semuanya berubah, aku tidak ingat sejak kapan. Kami berdua dipisahkan, waktu itu aku masih terlalu kecil untuk mengingat semuanya. Betapa tak berdayanya aku waktu itu. Padahal aku sudah berjanji untuk melindunginya…
Sudah beberapa tahun berlalu, Sekarang aku sudah menjadi seorang anak remaja. Aku belajar sekuat tenaga agar suatu hari aku dapat bekerja di kerajaan. Setidaknya aku dapat menjadi pelayan adik kembarku. Aku sangat ingin berjumpa dengannya lagi, bahkan jadi pelayan pun tak mengapa.
Kimi wa oujo, boku wa meshitsukai
Unmei wakatsu aware na futago
Kimi o mamoru sono tame naraba
Boku wa aku ni date natte yaru
…
Kau adalah sang putri, aku adalah pelayan
Takdir telah ditentukan, anak kembar yang menyedihkan
Untuk melindungimu, untuk itu…
Aku memilih untuk menjadi iblis
Unmei wakatsu aware na futago
Kimi o mamoru sono tame naraba
Boku wa aku ni date natte yaru
…
Kau adalah sang putri, aku adalah pelayan
Takdir telah ditentukan, anak kembar yang menyedihkan
Untuk melindungimu, untuk itu…
Aku memilih untuk menjadi iblis
Aku berhasil. Usaha ku
selama ini tidak sia-sia. Aku berhasil menjadi seorang pelayan. Baiklah, ini
tidak terdengar keren namun ‘pelayan kerajaan’ mungkin akan membantu. Akhirnya
aku kembali, ke kediaman lamaku. Betapa senangnya melihat semuanya masih sama,
tidak ada yang berubah. Tapi , apa adikku masih sama? Masihkah Ia menyayangiku?
Mungkinkah Ia sudah menjadi putri yang berbeda? Tidak, itu tidak mungkin. Aku
sangat mempercayainya, karena aku menyayanginya.
Para pelayan senior di kerajaan mengajakku berkeliling dan memperkenalkanku setiap ruangan di kerajaan itu. Sebenarnya tidak perlu, namun mereka sepertinya tidak ingat bahwa aku adalah pangeran kerajaan. Meskipun itu sudah berbeda sekarang. aku berkata pada mereka bahwa aku bisa pergi melihat-lihat sendiri, lagipula aku tidak ingin mengganggu pekerjaan mereka.
Pada akhirnya aku berjalan sendiri menyusuri jalan setapak di taman bunga di halaman kerajaan. Dulu Rin sangat suka melewati jalan setapak ini, Ia bilang kalau bunga-bunga di sisi kanan-kirinya nampak seperti ingin memeluknya. Tentu saja saat itu aku tertawa mendengar imajinasi liarnya itu, tapi baru sekarang aku merasakannya. Aku merasa bunga-bunga itu ingin membantuku menghilangkan rasa sedihku.
“Kalian tahu, kalian sama sekali tidak membantuku. Kalian membuatku semakin mengingat dia.” Ucapku pada sebuah bunga cantik berwarna merah. Aku menghirup aromanya dan mematahkan tangkai bunga itu untuk kubawa.
“Hei, hentikan itu. Kau bisa merusak bunga-bungaku!” ucap seseorang dari belakang dengan suara yang sudah tak asing di telingaku. Aku membalikkan badan, mungkinkah dia? Aku benar-benar berdebar-debar, aku melihat wajahnya yang kaget menatapku. Tentu saja, karena wajahnya mirip dengan wajahku.
Akhirnya aku bertemu dengan adik kembarku.
Dia berdiri terpaku, seolah aku yang ada di depannya ini hanya semacam khayalan saja. Aku tersenyum, senyum yang sangat lebar.
“Aku menemukanmu.” Ucapku.
Ia masih diam di tempat. Dari ujung-ujung matanya mulai meteskan air mata. Ia berlari dan memelukku sangat erat. Kecepatannya membuat tubuhku tidak seimbang dan terjatuh, namun aku menahan tubuhnya dengan tubuhku.
“Kenapa…” ucapnya diiringi isak tangis. Aku sedikit bingung, apa Ia tidak mengharapkan kedatanganku? Namun kalimatnya yang selajutnya membuatku dapat bernafas lega, “Kenapa baru sekarang kau datang, baka nii-san…”
Aku tersenyum. Aku benar-benar tidak percaya tentang rumor yang beredar itu sekarang. Rumor itu mengatakan kalau ada seorang putri iblis yang mengatur di kerajaan. Sungguh rumor yang keterlaluan. Tidak mungkin itu adikku, kan? Dia memelukku dengan tulus, karena dia masih menyayangiku, kan?
Iya, kan?
Para pelayan senior di kerajaan mengajakku berkeliling dan memperkenalkanku setiap ruangan di kerajaan itu. Sebenarnya tidak perlu, namun mereka sepertinya tidak ingat bahwa aku adalah pangeran kerajaan. Meskipun itu sudah berbeda sekarang. aku berkata pada mereka bahwa aku bisa pergi melihat-lihat sendiri, lagipula aku tidak ingin mengganggu pekerjaan mereka.
Pada akhirnya aku berjalan sendiri menyusuri jalan setapak di taman bunga di halaman kerajaan. Dulu Rin sangat suka melewati jalan setapak ini, Ia bilang kalau bunga-bunga di sisi kanan-kirinya nampak seperti ingin memeluknya. Tentu saja saat itu aku tertawa mendengar imajinasi liarnya itu, tapi baru sekarang aku merasakannya. Aku merasa bunga-bunga itu ingin membantuku menghilangkan rasa sedihku.
“Kalian tahu, kalian sama sekali tidak membantuku. Kalian membuatku semakin mengingat dia.” Ucapku pada sebuah bunga cantik berwarna merah. Aku menghirup aromanya dan mematahkan tangkai bunga itu untuk kubawa.
“Hei, hentikan itu. Kau bisa merusak bunga-bungaku!” ucap seseorang dari belakang dengan suara yang sudah tak asing di telingaku. Aku membalikkan badan, mungkinkah dia? Aku benar-benar berdebar-debar, aku melihat wajahnya yang kaget menatapku. Tentu saja, karena wajahnya mirip dengan wajahku.
Akhirnya aku bertemu dengan adik kembarku.
Dia berdiri terpaku, seolah aku yang ada di depannya ini hanya semacam khayalan saja. Aku tersenyum, senyum yang sangat lebar.
“Aku menemukanmu.” Ucapku.
Ia masih diam di tempat. Dari ujung-ujung matanya mulai meteskan air mata. Ia berlari dan memelukku sangat erat. Kecepatannya membuat tubuhku tidak seimbang dan terjatuh, namun aku menahan tubuhnya dengan tubuhku.
“Kenapa…” ucapnya diiringi isak tangis. Aku sedikit bingung, apa Ia tidak mengharapkan kedatanganku? Namun kalimatnya yang selajutnya membuatku dapat bernafas lega, “Kenapa baru sekarang kau datang, baka nii-san…”
Aku tersenyum. Aku benar-benar tidak percaya tentang rumor yang beredar itu sekarang. Rumor itu mengatakan kalau ada seorang putri iblis yang mengatur di kerajaan. Sungguh rumor yang keterlaluan. Tidak mungkin itu adikku, kan? Dia memelukku dengan tulus, karena dia masih menyayangiku, kan?
Iya, kan?
Mukashi mukashi aru tokoro ni
Akugyaku hidou no oukoku no
Chouten ni kunrinshiteta
Totemo kawaii boku no kyodai
…
Once upon a time
There was a sevege and ruthless kingdom
And the one sitting at the top
Was my very cute sibling
Akugyaku hidou no oukoku no
Chouten ni kunrinshiteta
Totemo kawaii boku no kyodai
…
Once upon a time
There was a sevege and ruthless kingdom
And the one sitting at the top
Was my very cute sibling
Hari yang cerah, matahari
terik menyinari. Aku berjalan-jalan keluar sebentar hari itu. Aku sangat ingin
meneliti wilayah ini karena sudah lama aku tidak tinggal disini. Tapi
sejujurnya ini membuatku bosan, jadi aku pergi sedikit lebih jauh. Tanpa sadar
aku sudah berjalan sampai ke Negara tetangga. Memang tidak begitu jauh, tapi
sedikit membuatku tercengang―aku melewati satu Negara hanya dengan berjalan
kaki.
Aku memang berniat meneliti, tapi kalau begini kurasa lebih baik aku jalan-jalan dan melihat-lihat. Ketika di tengah kota, aku melihat seorang gadis berambut hijau terkepang dua. Ia nampak manis. Maksudku, sinar hangat matahari itu membuatnya lebih bersinar daripada yang lain, ah, atau ini hanya perasaanku saja? Gadis itu memang nampak bersinar.
Angin berdesir kencang, topi yang kugunakan terbang ke arah gadis itu. Gadis itu menatap ke arahku, dan tatapan kami bertemu. Ia mengambilkan topi itu dan mengembalikannya padaku. Aku tidak yakin, tapi aku merasa wajahku memerah. Ada apa ini? Ini adalah perasaan yang berbeda dari perasaan sayangku pada Rin. Perasaan apa ini? Aku berdebar-debar.
Namun, laki-laki berambut biru disamping gadis itu menyenggol gadis itu dan mengikuti arah pandangan gadis itu sampai akhirnya Ia melihatku. Ia menatapku tajam, tatapan penuh kecemburuan. Aku hanya tersenyum, senyum pada gadis itu, lalu pergi dari Negara itu. Aku tahu laki-laki itu pastilah kekasih gadis itu. Entah kenapa memikirkannya saja sudah menjadi kenyataan yang pahit.
Aku memang berniat meneliti, tapi kalau begini kurasa lebih baik aku jalan-jalan dan melihat-lihat. Ketika di tengah kota, aku melihat seorang gadis berambut hijau terkepang dua. Ia nampak manis. Maksudku, sinar hangat matahari itu membuatnya lebih bersinar daripada yang lain, ah, atau ini hanya perasaanku saja? Gadis itu memang nampak bersinar.
Angin berdesir kencang, topi yang kugunakan terbang ke arah gadis itu. Gadis itu menatap ke arahku, dan tatapan kami bertemu. Ia mengambilkan topi itu dan mengembalikannya padaku. Aku tidak yakin, tapi aku merasa wajahku memerah. Ada apa ini? Ini adalah perasaan yang berbeda dari perasaan sayangku pada Rin. Perasaan apa ini? Aku berdebar-debar.
Namun, laki-laki berambut biru disamping gadis itu menyenggol gadis itu dan mengikuti arah pandangan gadis itu sampai akhirnya Ia melihatku. Ia menatapku tajam, tatapan penuh kecemburuan. Aku hanya tersenyum, senyum pada gadis itu, lalu pergi dari Negara itu. Aku tahu laki-laki itu pastilah kekasih gadis itu. Entah kenapa memikirkannya saja sudah menjadi kenyataan yang pahit.
Tonari no kuni e dekakate toki ni
Machi de mikaketa midori no ako no
Sono yasashisage na koe to egao ni
Hitomi de boku wa koi ni ochimashita
…
Saat aku pergi ke Negara tetangga
Aku melihat seorang gadis berambut hijau di sebuah kota
Karena senyuman dan suara indahnya,
Aku jatuh cinta padanya pada pandangan pertama
Machi de mikaketa midori no ako no
Sono yasashisage na koe to egao ni
Hitomi de boku wa koi ni ochimashita
…
Saat aku pergi ke Negara tetangga
Aku melihat seorang gadis berambut hijau di sebuah kota
Karena senyuman dan suara indahnya,
Aku jatuh cinta padanya pada pandangan pertama
Entah bisikan setan mana
yang mendorongku, aku jadi sering berkunjung ke Negara itu, hanya untuk melihat
gadis itu. Nampaknya lama – kelamaan gadis itu menyadari kalau aku selalu
datang, sehingga waktu itu Ia datang padaku dan berbincang-bincang.
Dari perbincangan kami, aku tau kalau Ia tidak benar-benar menyukai kekasihnya itu, namanya Kaito. Sementara nama gadis berambut hijau ini adalah Miku, Hatsune Miku. Ia bercerita padaku bahwa Kaito selalu kasar padanya, dan itu bukanlah apa yang Ia harapkan dari seorang kekasih.
“Ia seharusnya melindungiku…” ucap Miku.
Aku terdiam. Melindungi. Aku juga ingin melindungi seseorang. Rin. Aku ingin melindungi Rin. Benar, hanya Rin-lah yang akan kulindungi, karena aku adalah pelayannya. Tapi aku tidak tahu kalau melindungi itu juga merupakan tugas seorang kekasih.
“Len-kun,…” ucap Miku pelan. Itu cukup mengejutkanku sampai lamunanku buyar karenanya. “Maukah kau… menjadi kekasihku?”
Aku berdiri, “Ma-maaf, aku rasa aku harus kembali sekarang.”
“Eh? Kenapa?”
Aku berlari pergi. Bodoh, kenapa aku berlari? Kenapa aku tidak bisa menghadapinya dan mengutarakan perasaanku? Setidaknya dia menyukaiku juga. Tidak, itu bahkan belum cukup. Aku menghentikan langkahku, aku belum berlari cukup jauh.
“Aku… aku tidak bisa melindungi dua orang…” ucapku dan berlari tanpa berani melihat kebelakang, menatap ekspresi wajahnya.
Hari itu hujan turun, aku sampai di kerajaan tepat pada waktunya untuk membuatkan sang putri teh.
“Oujo-sama, aku mengantarkan teh-mu.” Ucapku mengetuk pintu kamar Rin. Ia lalu menyuruhku masuk dan meletakkan tehnya meja disamping tempat tidur Rin.
“Berhentiah memanggilku ‘oujo’, kita ini saudara kembar, dan aku sangat menghormatimu.” Ucap Rin, lalu Ia mengalihkan pandangannya sedikit, “Seharusnya kau menjadi pangeran saat ini…”
Aku tersenyum dan tidak menanggapinya, aku hanya tidak ingin mengingat sesuatu yang buruk. Yang kusukai sekarang adalah menjadi pelayan dan menjaga adikku. Itu saja sudah cukup.
Rin memegang sebuah bingkai kecil dan memeluk erat bingkai itu. Ada foto orang yang tidak asing didalamnya.
“Bukankah itu Kaito dari Negara sebelah?” tanyaku saat melihat foto orang berambut biru itu.
“Eh? Kakak mengenalnya?” tanya Rin. Aku mengangguk. Lalu aku melihat Rin menatap foto itu dan mulai meneteskan air mata. “Aku menyukai pria ini…”
Aku menuangkan teh ke cangkir milik Rin, “Kalau tidak salah dia sudah memiliki kekasih, kan… siapa, ya? Miku? Ya, aku rasa namanya Miku.” Ucapku berpura-pura tidak tahu.
“Aku tahu itu! Karena itulah Kaito menolakku! Karena gadis itu!”
“Ah? Um, kurasa kamu mungkin salah paham―”
“Jadi kakak juga mendukung gadis itu, bukan adikmu ini?” potong Rin sebelum aku sempat menjelaskan.
“Bukan begitu, tapi… gadis itu… menurutku dia baik.”
“Begitu? Bahkan sekarang kakakku memihak pada gadis itu! Kenapa gadis itu mengambil semuanya dariku!? Kenapa Ia harus mengambil kakakku juga!? Aku berharap dia enyah saja dari dunia ini.”
“Bukan seperti itu! Aku… aku… aku selalu mendukungmu!! Aku adalah orang yang akan selalu melindungimu!!”
“Kakak hanya bisa bicara saja.”
“Aku bisa membuktikannya!”
“Baiklah, kalau begitu, bunuh gadis itu.”
“Eh?” aku terkejut. Apa itu benar-benar kata-kata yang seharusnya keluar dari bibir manis adikku? Adikku yang memiliki senyum polos itu?
Dia menatapku, dengan tatapan buktikan-padaku-sekarang. Aku hanya diam saja, bahkan bibirku terasa bergetar. Aku melihatnya mulai menangis. Apa aku sudah menyakitinya? Bukankah seharusnya aku melindunginya? Aku harus bagaimana? Apa yang harus kulakukan?
Aku berjalan keluar dari kamar Rin, aku merasa sangat bingung. Apa yang harus kulakukan? Aku sudah berjanji akan melindunginya dan sekarang aku sudah menyakitinya terlalu jauh.
Aku berlari ke Negara tetangga, dengan pisau di tanganku. Aku harus melakukannya, maaf. Maaf. Ada seseorang yang harus kulindungi.
Aku bertemu dengannya. Aku bertemu dengan Miku di tempat yang sama seperti setiap kali kami bertemu. Hari memang sudah malam dan disana sepi, sehingga suasana terlihat sedikit berbeda. Aku berhenti tepat di depannya, nafasku tersengal-sengal.
“Apa kau belum pulang sejak sore tadi?” tanyaku.
“Sebenarnya ada yang masih kutunggu.” Ucapnya. Entah kenapa itu membuat perasaanku sakit. Entah kenapa aku tahu yang ditunggunya adalah Kaito. Entah kenapa menunggu orang lain setelah menyatakan perasaannya padaku membuat ini terasa aneh. Aku sudah tidak tahan lagi, aku mendekatinya, dan menusuknya dengan pisau yang kubawa.
“Maaf, ada orang lain yang harus kulindungi.”
Miku tersenyum, darah mengucur dari bibirnya. Ia sama sekali tidak mempertanyakan alasanku menusuknya, Ia malah berkata, “Sebenarnya aku menunggumu, aku pikir kalau aku menunggu sedikit lebih lama lagi, mungkin kau akan kembali dan berkata kau berubah pikiran.”
Aku terkejut mendengar hal itu. Bukan Kaito? Yang ditunggunya bukan Kaito? Aku memegang tubuhnya yang sudah lemas dan berusaha menegakkan badannya, aku ingin minta maaf. Aku mengambil jalan yang salah.
Namun detik berikutnya Ia sudah mengembuskan nafas terakhirnya.
Dari perbincangan kami, aku tau kalau Ia tidak benar-benar menyukai kekasihnya itu, namanya Kaito. Sementara nama gadis berambut hijau ini adalah Miku, Hatsune Miku. Ia bercerita padaku bahwa Kaito selalu kasar padanya, dan itu bukanlah apa yang Ia harapkan dari seorang kekasih.
“Ia seharusnya melindungiku…” ucap Miku.
Aku terdiam. Melindungi. Aku juga ingin melindungi seseorang. Rin. Aku ingin melindungi Rin. Benar, hanya Rin-lah yang akan kulindungi, karena aku adalah pelayannya. Tapi aku tidak tahu kalau melindungi itu juga merupakan tugas seorang kekasih.
“Len-kun,…” ucap Miku pelan. Itu cukup mengejutkanku sampai lamunanku buyar karenanya. “Maukah kau… menjadi kekasihku?”
Aku berdiri, “Ma-maaf, aku rasa aku harus kembali sekarang.”
“Eh? Kenapa?”
Aku berlari pergi. Bodoh, kenapa aku berlari? Kenapa aku tidak bisa menghadapinya dan mengutarakan perasaanku? Setidaknya dia menyukaiku juga. Tidak, itu bahkan belum cukup. Aku menghentikan langkahku, aku belum berlari cukup jauh.
“Aku… aku tidak bisa melindungi dua orang…” ucapku dan berlari tanpa berani melihat kebelakang, menatap ekspresi wajahnya.
Hari itu hujan turun, aku sampai di kerajaan tepat pada waktunya untuk membuatkan sang putri teh.
“Oujo-sama, aku mengantarkan teh-mu.” Ucapku mengetuk pintu kamar Rin. Ia lalu menyuruhku masuk dan meletakkan tehnya meja disamping tempat tidur Rin.
“Berhentiah memanggilku ‘oujo’, kita ini saudara kembar, dan aku sangat menghormatimu.” Ucap Rin, lalu Ia mengalihkan pandangannya sedikit, “Seharusnya kau menjadi pangeran saat ini…”
Aku tersenyum dan tidak menanggapinya, aku hanya tidak ingin mengingat sesuatu yang buruk. Yang kusukai sekarang adalah menjadi pelayan dan menjaga adikku. Itu saja sudah cukup.
Rin memegang sebuah bingkai kecil dan memeluk erat bingkai itu. Ada foto orang yang tidak asing didalamnya.
“Bukankah itu Kaito dari Negara sebelah?” tanyaku saat melihat foto orang berambut biru itu.
“Eh? Kakak mengenalnya?” tanya Rin. Aku mengangguk. Lalu aku melihat Rin menatap foto itu dan mulai meneteskan air mata. “Aku menyukai pria ini…”
Aku menuangkan teh ke cangkir milik Rin, “Kalau tidak salah dia sudah memiliki kekasih, kan… siapa, ya? Miku? Ya, aku rasa namanya Miku.” Ucapku berpura-pura tidak tahu.
“Aku tahu itu! Karena itulah Kaito menolakku! Karena gadis itu!”
“Ah? Um, kurasa kamu mungkin salah paham―”
“Jadi kakak juga mendukung gadis itu, bukan adikmu ini?” potong Rin sebelum aku sempat menjelaskan.
“Bukan begitu, tapi… gadis itu… menurutku dia baik.”
“Begitu? Bahkan sekarang kakakku memihak pada gadis itu! Kenapa gadis itu mengambil semuanya dariku!? Kenapa Ia harus mengambil kakakku juga!? Aku berharap dia enyah saja dari dunia ini.”
“Bukan seperti itu! Aku… aku… aku selalu mendukungmu!! Aku adalah orang yang akan selalu melindungimu!!”
“Kakak hanya bisa bicara saja.”
“Aku bisa membuktikannya!”
“Baiklah, kalau begitu, bunuh gadis itu.”
“Eh?” aku terkejut. Apa itu benar-benar kata-kata yang seharusnya keluar dari bibir manis adikku? Adikku yang memiliki senyum polos itu?
Dia menatapku, dengan tatapan buktikan-padaku-sekarang. Aku hanya diam saja, bahkan bibirku terasa bergetar. Aku melihatnya mulai menangis. Apa aku sudah menyakitinya? Bukankah seharusnya aku melindunginya? Aku harus bagaimana? Apa yang harus kulakukan?
Aku berjalan keluar dari kamar Rin, aku merasa sangat bingung. Apa yang harus kulakukan? Aku sudah berjanji akan melindunginya dan sekarang aku sudah menyakitinya terlalu jauh.
Aku berlari ke Negara tetangga, dengan pisau di tanganku. Aku harus melakukannya, maaf. Maaf. Ada seseorang yang harus kulindungi.
Aku bertemu dengannya. Aku bertemu dengan Miku di tempat yang sama seperti setiap kali kami bertemu. Hari memang sudah malam dan disana sepi, sehingga suasana terlihat sedikit berbeda. Aku berhenti tepat di depannya, nafasku tersengal-sengal.
“Apa kau belum pulang sejak sore tadi?” tanyaku.
“Sebenarnya ada yang masih kutunggu.” Ucapnya. Entah kenapa itu membuat perasaanku sakit. Entah kenapa aku tahu yang ditunggunya adalah Kaito. Entah kenapa menunggu orang lain setelah menyatakan perasaannya padaku membuat ini terasa aneh. Aku sudah tidak tahan lagi, aku mendekatinya, dan menusuknya dengan pisau yang kubawa.
“Maaf, ada orang lain yang harus kulindungi.”
Miku tersenyum, darah mengucur dari bibirnya. Ia sama sekali tidak mempertanyakan alasanku menusuknya, Ia malah berkata, “Sebenarnya aku menunggumu, aku pikir kalau aku menunggu sedikit lebih lama lagi, mungkin kau akan kembali dan berkata kau berubah pikiran.”
Aku terkejut mendengar hal itu. Bukan Kaito? Yang ditunggunya bukan Kaito? Aku memegang tubuhnya yang sudah lemas dan berusaha menegakkan badannya, aku ingin minta maaf. Aku mengambil jalan yang salah.
Namun detik berikutnya Ia sudah mengembuskan nafas terakhirnya.
Dakedo oujo ga ano ko no koto, Keshite
hoshii to negau nara
Boku wa sore ni kotaeyou
Doushite? Namida ga tomaranai
…
Bagaimanapun juga, jika sang putri berharap gadis itu dihilangkan dari dunia ini
Aku akan menjawab harapan itu
Bagaimana ini? Air mataku tidak dapat berhenti
Boku wa sore ni kotaeyou
Doushite? Namida ga tomaranai
…
Bagaimanapun juga, jika sang putri berharap gadis itu dihilangkan dari dunia ini
Aku akan menjawab harapan itu
Bagaimana ini? Air mataku tidak dapat berhenti
Aku
kembali dengan tangan yang berlumuran darah. Aku menjatuhkan pisau itu, aku
sudah tidak kuat lagi. Apa yang telah kuperbuat? Kenapa aku melakukannya?
Nampaknya dentingan pisau yang terjatuh cukup keras sehingga didengar oleh Rin. Ia berjalan mendekatiku yang berlutut di rerumputan di halaman sambil menatap tangan yang sudah kunodai..
“Len… kau… benar-benar melakukannya?”
Aku terkejut. Apa yang Ia maksud dengan ‘benar-benar’? mungkinkah selama ini Ia bercanda? Mungkinkah Ia tidak benar-benar menginginkan ini? Mungkinkah aku yang terlalu berlebihan menanggapi perasaannya?
Namun Rin tersenyum. Senyum polosnya itu. Senyum yang selalu ingin kulindungi darinya. Ia benar-benar menginginkan ini. Benar juga, asal dapat melindungi senyumnya itu, aku akan berbuat apapun. Meskipun harus mengorbankan kebahagiaanku…
Semalaman itu Ia nampak senang dan tidak ada beban. Aku hanya tidak tahu apa yang akan terjadi setelah mayat Miku ditemukan…
Esoknya, tersebar rumor bahwa gadis dari kerajaan di Negara sebelah terbunuh. Mereka mendengar kalau gadis itu berkata akan keluar sebentar untuk menemui seseorang bernama Kagamine.
Terdengar juga rumor kalau seorang putri jahat dari kerajaan Kagamine memerintahkan pelayannya untuk membunuh gadis itu. Putri yang memerintah bagai iblis, itulah rumor yang kudengar.
Bodohnya aku, seharusnya waktu itu aku tidak memberitahu namaku. Di kerajaan ini satu-satunya Kagamine adalah Rin. Tidak ada yang tahu bahwa aku juga adalah Kagamine, pangeran di kerajaan ini. Oleh karena itu, mereka pasti akan mengira pelakunya Rin.
Aku mendengar kalau Kaito sangat marah dan berkata akan membalaskan dendam Miku. Ia bahkan mengumpulkan warga untuk menculik Rin dari kerajaan Kagamine dan menghukum mati dirinya dengan dipenggal.
Begitu mendengar rumor itu, aku berlari ke kerajaan, mencari Rin. Aku harus menyelamatkannya, bagaimanapun caranya. Aku berlari tanpa henti memeriksa setiap ruangan dan berharap akan segera menemukannya.
Aku melihatnya. Di kamarnya, Ia melihat keluar jendela. Ia nampaknya menyadari kedatanganku, tanpa membalikkan tubuhnya Ia berkata,
“Maafkan aku, seharusnya ini tidak terjadi. Ini semua karena keegoisanku.” Ucap Rin.
Nampaknya dentingan pisau yang terjatuh cukup keras sehingga didengar oleh Rin. Ia berjalan mendekatiku yang berlutut di rerumputan di halaman sambil menatap tangan yang sudah kunodai..
“Len… kau… benar-benar melakukannya?”
Aku terkejut. Apa yang Ia maksud dengan ‘benar-benar’? mungkinkah selama ini Ia bercanda? Mungkinkah Ia tidak benar-benar menginginkan ini? Mungkinkah aku yang terlalu berlebihan menanggapi perasaannya?
Namun Rin tersenyum. Senyum polosnya itu. Senyum yang selalu ingin kulindungi darinya. Ia benar-benar menginginkan ini. Benar juga, asal dapat melindungi senyumnya itu, aku akan berbuat apapun. Meskipun harus mengorbankan kebahagiaanku…
Semalaman itu Ia nampak senang dan tidak ada beban. Aku hanya tidak tahu apa yang akan terjadi setelah mayat Miku ditemukan…
Esoknya, tersebar rumor bahwa gadis dari kerajaan di Negara sebelah terbunuh. Mereka mendengar kalau gadis itu berkata akan keluar sebentar untuk menemui seseorang bernama Kagamine.
Terdengar juga rumor kalau seorang putri jahat dari kerajaan Kagamine memerintahkan pelayannya untuk membunuh gadis itu. Putri yang memerintah bagai iblis, itulah rumor yang kudengar.
Bodohnya aku, seharusnya waktu itu aku tidak memberitahu namaku. Di kerajaan ini satu-satunya Kagamine adalah Rin. Tidak ada yang tahu bahwa aku juga adalah Kagamine, pangeran di kerajaan ini. Oleh karena itu, mereka pasti akan mengira pelakunya Rin.
Aku mendengar kalau Kaito sangat marah dan berkata akan membalaskan dendam Miku. Ia bahkan mengumpulkan warga untuk menculik Rin dari kerajaan Kagamine dan menghukum mati dirinya dengan dipenggal.
Begitu mendengar rumor itu, aku berlari ke kerajaan, mencari Rin. Aku harus menyelamatkannya, bagaimanapun caranya. Aku berlari tanpa henti memeriksa setiap ruangan dan berharap akan segera menemukannya.
Aku melihatnya. Di kamarnya, Ia melihat keluar jendela. Ia nampaknya menyadari kedatanganku, tanpa membalikkan tubuhnya Ia berkata,
“Maafkan aku, seharusnya ini tidak terjadi. Ini semua karena keegoisanku.” Ucap Rin.
Mou sugu kono kuni wa owaru darou
Ikareru kokumintachi no te de
Kore ga mukui da to iu no naraba
Boku wa aete sore ni sakaraou
…
Kerajaan ini akan segera hancur
Di tangan rakyat yang marah
Jika ini yang mereka sebut ganjaran,
Biarkan aku yang akan menentangnya
Ikareru kokumintachi no te de
Kore ga mukui da to iu no naraba
Boku wa aete sore ni sakaraou
…
Kerajaan ini akan segera hancur
Di tangan rakyat yang marah
Jika ini yang mereka sebut ganjaran,
Biarkan aku yang akan menentangnya
Aku tersenyum. Ini bukan
salahnya, jelas ini semua kesalahanku. Aku-lah yang membunuh Miku. Aku tidak
bisa membiarkannya dalam bahaya karena apa yang telah kulakukan.
Aku melepaskan jubahku dan memasangkannya pada Rin, “Hora boku no fuku o kashite ageru (ini, aku memberikanmu bajuku). Kore o kite sugu onigenasai (pakailah dan selamatkan diri).” Aku memeluknya. Ini mungkin akan jadi yang terakhir kalinya. Aku merasakan air matanya menetes di pundakku.
“Daijoubu, bokura wa futago da yo (Ini akan baik-baik saja, karena kita kembar).” Ucapku sambil mengusap air matanya. “Kitto dare ni mo wakaranai sa (tidak akan ada yang dapat membedakan kita).” Aku mengecup keningnya, dan memintanya untuk segera lari.
“Tapi, ini kesalahanku, kak, aku—“
“Secara fisik, ini kesalahanku. Ayo, pergilah, kau harus terus hidup, ya. Berjanjilah padaku.”
Rin terlihat akan meneteskan air mata lagi. “Jika begitu, ini akan jadi kesalahan kita berdua. Biarkan aku juga menanggungnya.”
“Tidak, aku baik-baik saja.” Ucapku tersenyum. “Aku sudah berjanji untuk melindungimu, jangan buat aku mengingkarinya.” Aku menggerai rambutku agar mirip seperti Rin.
Aku melepaskan jubahku dan memasangkannya pada Rin, “Hora boku no fuku o kashite ageru (ini, aku memberikanmu bajuku). Kore o kite sugu onigenasai (pakailah dan selamatkan diri).” Aku memeluknya. Ini mungkin akan jadi yang terakhir kalinya. Aku merasakan air matanya menetes di pundakku.
“Daijoubu, bokura wa futago da yo (Ini akan baik-baik saja, karena kita kembar).” Ucapku sambil mengusap air matanya. “Kitto dare ni mo wakaranai sa (tidak akan ada yang dapat membedakan kita).” Aku mengecup keningnya, dan memintanya untuk segera lari.
“Tapi, ini kesalahanku, kak, aku—“
“Secara fisik, ini kesalahanku. Ayo, pergilah, kau harus terus hidup, ya. Berjanjilah padaku.”
Rin terlihat akan meneteskan air mata lagi. “Jika begitu, ini akan jadi kesalahan kita berdua. Biarkan aku juga menanggungnya.”
“Tidak, aku baik-baik saja.” Ucapku tersenyum. “Aku sudah berjanji untuk melindungimu, jangan buat aku mengingkarinya.” Aku menggerai rambutku agar mirip seperti Rin.
Boku wa oujo, kimi wa toubousha
Unmei wakatsu, kanashiki futago
Kimi o aku da to iu no naraba
Boku date onaji chi ga nagareteru
…
Sekarang aku adalah sang putri, dan kau adalah buronan
Anak kembar yang menyedihkan, terpisah oleh takdir kita
Jika mereka memanggilmu iblis,
Maka aku juga sama, karena kita memiliki darah yang sama
Unmei wakatsu, kanashiki futago
Kimi o aku da to iu no naraba
Boku date onaji chi ga nagareteru
…
Sekarang aku adalah sang putri, dan kau adalah buronan
Anak kembar yang menyedihkan, terpisah oleh takdir kita
Jika mereka memanggilmu iblis,
Maka aku juga sama, karena kita memiliki darah yang sama
Para warga desa datang
menemuiku dengan senjata ditangan mereka masing-masing. Sudah kuduga, mereka
akan mengira bahwa aku adalah Rin. Mereka nampak heran melihatku yang tetap
tenang menghadapi mereka.
“Putri Kagamine, kau sudah tahu apa kesalahanmu, bukan? Ikutlah dengan kami tanpa memberontak, kalau tidak, istana ini akan kami bakar!”
“Baiklah.” Ucapku. Rin entah sudah berada dimana sekarang. Aku dibawa ke Negara sebelah, mereka memutuskan hukuman apa yang pantas untukku, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk memenggal kepalaku hari itu juga.
Aku pasrah, mungkin ini memang takdirku. Bukankah sejak kecil selalu ada yang membelokkan takdir kami? Bukankah aku hanya ingin melindungi senyumnya?
Mereka menggeretku ke tempat eksekusi, aku hanya menurut saja. Mereka mengikat tanganku dan memasukkanku ke lubang dimana alat pemenggal akan jatuh dari atas.
Benar juga, aku ingin melindungi senyumnya. Untung saja Ia tidak ada disini, jadi Ia tidak akan menangis lagi. Tapi tunggu, apa itu? Aku melihatnya! Dia berjalan dari belakang kerumunan orang-orang yang menonton dan menyeruduk ke depan. Dia tepat berada di paling depan dari tempat eksekusi itu.
Yamette… kumohon pergilah… aku tidak ingin melihatnya menangis. Aku sudah cukup berusaha melindungi senyum itu. Ini tidak akan ada gunanya sekarang…
Dia menggerakkan bibirnya tanpa suara, tapi aku masih dapat membaca kata-katanya. Kata-kata yang membuatku tenang untuk beberapa saat. Setelah mengucapkan kata itu, Ia mencoba senyumnya padaku, dengan susah payah. Syukurlah, Ia tidak menangis lagi.
Lalu aku mendengar denting suara pisau pemenggal mulai turun jatuh. Yang kuingat hanyalah adikku yang berkata “Aku sayang kakak.” Tanpa suara dan memberikan senyumannya yang terakhir untukku. Aku pun tersenyum untuk yang terakhir kalinya sebelum pemenggal itu menyentuh leherku.
“Putri Kagamine, kau sudah tahu apa kesalahanmu, bukan? Ikutlah dengan kami tanpa memberontak, kalau tidak, istana ini akan kami bakar!”
“Baiklah.” Ucapku. Rin entah sudah berada dimana sekarang. Aku dibawa ke Negara sebelah, mereka memutuskan hukuman apa yang pantas untukku, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk memenggal kepalaku hari itu juga.
Aku pasrah, mungkin ini memang takdirku. Bukankah sejak kecil selalu ada yang membelokkan takdir kami? Bukankah aku hanya ingin melindungi senyumnya?
Mereka menggeretku ke tempat eksekusi, aku hanya menurut saja. Mereka mengikat tanganku dan memasukkanku ke lubang dimana alat pemenggal akan jatuh dari atas.
Benar juga, aku ingin melindungi senyumnya. Untung saja Ia tidak ada disini, jadi Ia tidak akan menangis lagi. Tapi tunggu, apa itu? Aku melihatnya! Dia berjalan dari belakang kerumunan orang-orang yang menonton dan menyeruduk ke depan. Dia tepat berada di paling depan dari tempat eksekusi itu.
Yamette… kumohon pergilah… aku tidak ingin melihatnya menangis. Aku sudah cukup berusaha melindungi senyum itu. Ini tidak akan ada gunanya sekarang…
Dia menggerakkan bibirnya tanpa suara, tapi aku masih dapat membaca kata-katanya. Kata-kata yang membuatku tenang untuk beberapa saat. Setelah mengucapkan kata itu, Ia mencoba senyumnya padaku, dengan susah payah. Syukurlah, Ia tidak menangis lagi.
Lalu aku mendengar denting suara pisau pemenggal mulai turun jatuh. Yang kuingat hanyalah adikku yang berkata “Aku sayang kakak.” Tanpa suara dan memberikan senyumannya yang terakhir untukku. Aku pun tersenyum untuk yang terakhir kalinya sebelum pemenggal itu menyentuh leherku.
Boku ga kimi o mamoru kara
Kimi wa dakoka de waratte ite…
*TAMAT*
Ini karya fanfic pertama
saya yang ceritanya berasal dari lagu ^^ semoga kalian suka ^^/ mohon
tinggalkan komentar ya, agar setiap karya tulis saya dapat menjadi lebih baik
^^ arigato~
Ceritanya keren, kak. Aku suka :)
BalasHapusSekalian tolong mampir di blog-ku ya :P masih beberapa sih ceritanya. Aku sama temenku masih pemula, jadi tolong saran+kritiknya ya ;)
URL: boukaroido.blogspot.com/
Makasih kak , aku dari awal suka lagunya , bagus banget , apa lagi ini kayaknya nggak ngasal bikin , arigatou gozaimasu
BalasHapusOh jadi begitu si miku menunggu seseorang itu si len
BalasHapus