Laman

Senin, 10 Juni 2013

Versi Teks Defense Devil chapter 12

Hari itu adalah hari yang cukup cerah, hari dimana Paul dibebaskan dari penjara. Dunia seakan sudah siap menyambutnya kembali.

“Jangan datang lagi, ya?” ucap polisi penjaga gerbang penjara kepada Paul.

“Jangan begitu, kita ketemu lagi saat musim dingin, ya?” Paul terkekeh. “Tidak ada tempat berlindung yang lebih baik selain disini.”


“Aku tak punya tempat tinggal… uang dan juga makanan…” ucap Paul sambil terlentang di rerumputan. “Cari kerja paruh waktu, ah…”

Paul mencari kerja, namun tidak ada satu tempatpun yang menerimanya. “Cih, padahal tidak ada tulisan ‘mantan kriminal’ di wajahku!” ucap Paul kesal. “Apa aku bikin kebakaran saja?” Ia menendang seekor anjing yang berjalan murung lewat di depannya, “Minggir, anjing jelek! Jangan murung di depanku!!”

“Hei, kau apakan anjing itu?!” tanya seorang wanita di belakang Paul. Di dekat wanita itu banyak anak-anak kecil, nampaknya Ia seoran guru TK. “Orang kejam yang menindas hewan yang tidak bisa bicara…. Kau orang jahat, kan?!”

“Iya!!” “Iya!!” “Dia jahat!!” ucap anak-anak disamping wanita itu.

Paul tersenyum kesal, “Kalian semua mau dibakar, ya?”



“Paul…” ucap Kucabara. “Rumah sakit tempat mayat guru TK itu… disini, kan?” Kucabara dan Paul sudah berada di sebuah rumah sakit sekarang.

“Ugh, perutku…” Paul memegangi perutnya dengan ekspresi kesakitan.

“Apa itu benar-benar sakit? Bukan acting?” tanya Kucabara. Ia lalu mengangkat baju Paul dan memeriksa perutnya, “Aku baru tahu kalau ada arwah yang bisa merasakan sakit… apa terjadi sesuatu sebelum kau mati?”


 
“Ja-jangan menyentuhku sembarangan!!” Paul memukul Kucabara hingga menimbulkan benjol besar.

“Sakit…” ucap Kucabara. “Bagi pengacara, kondisi tubuh klien sangatlah penting. Apa kau yakin kau baik-baik saja?”

“Bukan urusanmu!!” Paul lalu melangkah masuk ke rumah sakit itu. “Dia tidak boleh sampai tahu…” pikir Paul yang sepertinya sedang merahasiakan sesuatu. “Aku harus cepat.”

“A-APA INI?!!” Bichiura terbangun dan terkejut ketika melihat dirinya terikat di atas sebuah gedung.. Bukan terikat biasa, tali yang mengikat dirinya terikat oleh kayu yang terhubung ke tali-tali lain.

“Aku tidak mau direpotkan oleh anak-anak.” Ucap Sugal dengan asap-asap rumus melayang disampingnya. “Jadi aku sudah menyiapkan mainan.”

“Cara mainnya sangat mudah. Tali yang mengikatmu, akan langsung putus jika kau bergerak sedikit saja. Dan pada ujung tali lainnya tergantung beberapa manusia.” Ucap Sugal. “Intinya, kau bisa bersenang-senang dengan nyawa manusia.”
 “Kau~!! Lagi-lagi mempermainkan manusia!! Kau sudah mengabaikan larangan untuk tidak ikut campur dalam urusan manusia!!” ucap Bichiura. “Mungkinkah… kau… kau yang merencanakan… pembunuhan yang dilakukan Paul?!”

“Bisa dikatakan… sebagian besar benar.” Ucap Sugal.

“Karena aku berteman dengan tuan, jangan kau pikir kalau aku juga baik hati!” ucap Bichiura.

“Gedung ini setinggi 6 lantai.” Ucap Sugal. “Tidak begitu tinggi, tapi kalau jatuh semuanya akan mati. Soalnya…”


 
“Manusia yang sedang tergantung itu… adalah anak-anak.”

“Berani-beraninya kau!! Jangan kau kira semuanya akan selesai begitu saja!!” ucap Bichiura. “Ini dosa besar di dunia setan! Aku akan melaporkanmu ke kerajaan!!”

“Sepertinya kau belum tahu…” ucap Sugal. “Kerajaan Setan yang kalian ketahui… sudah tidak ada.”

“A…pa?” Bichiura seakan tidak percaya pada apa yang dikatakan Sugal. “A-Apa maksudmu?? Apakah telah terjadi sesuatu pada keluarga tuan?”

Sugal melempar sebuah kue ke Bichiura. “Hah?! Apa ini, hei!! Kue apa ini?? Jangan main-main!!”

Tiba-tiba puluhan semut merah datang mendekati Bichiura karena kue itu. “Ciri khas tempat ini, adalah banyaknya semut merah.” Ucap Sugal. “Kau mengerti, kan? Coba saja bergerak sedikit, maka mereka semua akan jatuh. Ini permainan yang cocok… untuk level anak kecil,… kan?”

Sugal berbalik dan meninggalkan Bichiura, “Hei!! Dasar aneh! Kau pikir aku akan peduli pada manusia? He—Tu-Tunggu!! Mau kemana kau?!” semut-semut itu semakin mendekati Bichiura, “U-UWAAA!! Sial~ Tuaaaaann!!”
 gluduk gluduk~ teriakan Bichiura diiringi suara gemuruh.

Kucabara berjalan mengendap-endap ke dalam rumah sakit sambil memeriksa keadaan. “Aman. Tidak ada siapa-siapa.” Ucap Kucabara. “Sepertinya kita bisa menyelesaikannya dengan tenang.”

Paul menembus pintu masuk, “Kau ini lucu. Mana ada pelaku lain? Dan apa hubungannya dengan wanita itu?”

“Sudah kukatakan dasar kasus ini lemah. Kau mengakui dosamu tapi tidak langsung jatuh ke neraka. Bisa jadi pelakunya adalah orang lain. Kalau cara berpikir kita ubah seperti itu, segalanya jadi mungkin.” Ucap Kucabara. “Kalau kita berhasil menemukan mayat wanita itu dan memeriksa ulang kasus ini, mungkin kita akan menemukan petunjuk yang berguna.”

“Kau siapa?” seorang suster lewat dibelakang Kucabara dan heran melihatnya bicara sendiri. Sementara itu, Paul malah pergi meninggalkan Kucabara.

“Aku… aku… hei, Paul mau kemana kau?”

“Kalau wanita itu ada disini, berarti mayatku juga ada disini, kan? Aku ingin memastikan kalau aku memang sudah mati.” Ucap Paul.

“Tapi, Paul, kalau tidak ada kau—“

“Maaf, kau bicara dengan siapa?” tanya si suster yang tidak bisa melihat Paul. “Apa kepalamu sakit? Kau pasien disini?”

Tidak ada cara lain, Kucabara pun membuat alasan, “Ya, aku pasien di rumah sakit ini, nona.” Kucabara mengeluarkan aura berkilauan. “Kalau tidak keberatan tolong suntik p*ntatku.”

Hening.

“Apa sih yang ada di otakmu?!” ucap Paul.

“Kyaaa~ tolong, ada penyusup!!” ucap suster itu berlari ketakutan.

“Tidak, yang tadi itu…” Kucabara berusaha mencegah suster itu, namun suster itu memanggil satpam yang kemudia mengejar Kucabara.

Pada akhirnya, Kucabara lari dengan satpam yang mengejarnya, “Paul, Guru TK yang kau bunuh namanya Alice, kan? Begitu aku menemukan mayatnya, kita bertemu disini, ya!!”

“Terserahlah, dasar bodoh.” Ucap Paul lalu berjalan menuju kamar mayat. Di kamar mayat itu, Paul menyaksikan mayatnya tergeletak kaku.

“Cih, jadi benar, ya?” ucap Paul. “Sial.” Ia lalu melihat hasil rontgen daerah sekitar perut Paul yang ditaruh di dekat sana…

nb: Tau rontgen? Itu lho~ yang pemotoan organ dalam kita menggunakan sinar X~ kalau mau lebih lengkapnya cari di internet saja XD

“Alice..alice… alice…alice…” Kucabara mencari nama itu di antara daftar nama pasien di tempat administrasi. Ia buru-buru mencarinya karena satpam itu masih mengejarnya. “Ada!! Alice Taylor… ruang rawat intensif nomor 201!!” baca Kucabara.

Tunggu.

“Ruang rawat intensif?”

“Sial… aku tidak bisa menyentuhnya…” Paul mencoba untuk menyentuh mayatnya sendiri, namun tangannya selalu menembus. “Bagaimana ini? Kalau dibiarkan saja gawat juga.”

“Status kriminal, jadi pengganggu formulaku.” Ucap seseorang dari belakang Paul. Dibelakangnya, Shinigami Sugal sudah duduk dengan santai.

Paul membalikkan tubuhnya.

“Dalam konsep matematika, ada yang disebut ‘pembulatan ke atas’.” Ucap Sugal. “Yaitu membuang angka-angka yang tidak perlu yang ada di belakang koma, untuk mendapatkan jawaban sederhana.”

Sugal menulis bilangan di udara yang menunjukkan pencoretan tiga angka di belakang koma untuk mendapatkan jawaban yang lebih sederhana. “Hal-hal detail… harus dihapus!”


Satpam itu tidak berhasil menemukan Kucabara. Ia bersembunyi di ruangan intensif dimana guru TK bernama Alice Taylor itu terbaring.

Ia membaca lagi daftar pasien yang dibawanya, “Kamar nomor 201, Alice Taylor.” Ucap Kucabara. “Sepertinya ini kamarnya.”

Kucabara tak percaya dengan apa yang dilihat di depannya, “Kenapa dia… masih hidup?”

 
“Padahal masih hidup… tapi kenapa Paul divonis sebagai pembunuh?” Kucabara semakin tidak mengerti. Ia lalu melihat catatan si pasien. “Death Brain (Cerebral Palsy)? Pasien dianggap meninggal karena otaknya sudah mati, walaupun tubuhnya masih hidup? Dunia manusia sulit dimengerti… tunggu! Jangan-jangan gara-gara ini—?”

“Paul tidak langsung dijatuhkan ke neraka, karena wanita ini masih hidup… dilemma akibat standar kematian yang tidak jelas…menyebabkan Paul menjadi arwah penasaran segera setelah kematiannya… ternyata penjahat lain memang…”

“!!” Kucabara menyadari sesuatu. Apa yang selama ini Paul katakan, merupakan petunjuk baginya.
“Aduh, perutku sakit!!” “Punya obat sakit perut?” “Aku ingin memastikan kalau aku benar-benar sudah mati.”

“Oh, begitu rupanya.” Ucap Kucabara. “Semua potongan misteri… sudah lengkap!!”



Semut-semut merah sudah mengerubungi wajah Bichiura sekarang, “Aaaaahhh!! Gataaaalll!! Aku sudah tidak tahan lagi!!!” dan saat itulah tubuh Bichiura bergerak…





Tidak ada komentar:

Posting Komentar