Laman

Kamis, 24 Oktober 2013

Versi Teks Defense Devil Chapter 22

“Legato, aku masuk.” Kucabara memasuki sebuah ruangan dengan penjagaan ketat dimana di ruangan itu duduk seorang anak iblis kecil yang memakai kursi roda.

“Selamat datang… kakak.” Ucap anak kecil bernama Legato itu kepada Kucabara.







“Legato, dokter bilang tubuhmu masih dalam kondisi yang lemah, jadi kau jangan terlalu banyak terkena angin dulu.” Ucap Kucabara kepada adiknya itu.

“Aku baik-baik saja, demamku sudah mulai turun.” Ucap Legato. “Lihat, aku bahkan bisa berjalan!” Ia berdiri dari kursi rodanya. Namun belum berjalan satu langkahpun, Ia sudah  terjatuh.

Ia akhirnya menyerah soal berjalan dan bermain catur yang ada di meja di depannya.
“Apakah ibu dan Erika baik-baik saja?” tanya Legato.

“Ya, mereka baik-baik saja.” Sahut Kucabara. “Kau seharusnya mengkhawatirkan dirimu sendiri. Kau akan selalu kedinginan dengan tubuhmu yang lemah itu.”

“Sekalipun aku khawatir pada diriku, itu tidak akan merubah apapun.” Ucap Legato. “Aku sudah terkurung disini selama 10 tahun sekarang.” Ucapnya. “Kalau seperti ini bahkan orang sehat sekalipun bisa jadi sakit.”

“…”

“Checkmate!!” ucap Legato kepada kakaknya yang daritadi bengong memperhatikannya.

“Ah!” gumam Kucabara yang baru menyadari raja caturnya dalam posisi berbahaya. “Tapi, disamping itu, ayah sangat kejam, bukan? Memenjarakan anaknya sendiri hanya karena kurangnya kekuatan iblisnya… Tapi jangan cemas soal itu, Legato! Saat aku menjadi raja iblis, aku akan segera mengeluarkanmu dari sini!!”

Entah kenapa Legato nampak tidak senang dengan ucapan kakaknya. “…Tidak apa-apa, kakak. Ini adalah takdirku. Disamping itu…” ucapnya. “…Kau kena checkmate lagi.”

“Ugh..” Kucabara depresi karena dikalahkan terus oleh adiknya.

“Tapi,” ucap Legato. “Kadang-kadang aku berpikir… kita akan selamanya tinggal dalam kesendirian dan kegelapan… Kita tidak bisa berdiri menghadapi keadilan dan tegap ketika ada celah terang yang menghadang… tidak ada iblis yang mampu menghadapi itu, bukan?”

“Ada!” sahut Kucabara. “Jika aku menjadi raja iblis, maka iblis-iblis seperti itu akan ada!” ucap Kucabara. “Aku sudah memutuskan. Aku akan menjadi raja iblis, lalu aku akan merubah semuanya. Tetaplah tegar menghadapi permainan mengerikan ini hingga waktu itu tiba!”

BRAAAKK!!
Legato memukul papan caturnya dengan keras hingga pion-pion yang tadi sudah tersusun rapi jatuh berantakan.

“Itu lelucon, kan, kakak?!” tanya Legato. “Kau berencana melakukan sejauh itu untuk membiarkan sisa-sisa keluargamu mati?!”

Ayahmu yang licik itu akan menemukan kejanggalan itu, dan dengan rencana bodohmu itu, mungkin lain kali bukan hanya kakak-kakak kita, mungkin ibu atau bahkan keluarga jauh kita akan terbunuh!!” ucap Legato. “Kakak, aku juga ingin melihat dunia yang kau ciptakan, tapi… apa kau sungguh percaya diri? Akan banyak perngorbanan yang dibutuhkan untuk menciptakan dunia yang baru. Di dunia dimana semua keluarga dan orang yang kau sayangi meninggal… apa semua yang kau lakukan jadi berarti?! Kumohon, kakak… terima saja takdirmu.”


Kucabara kesal mendengar ucapan Legato. Menerima takdirnya? Mengapa? Kalau Ia bisa merubahnya, mengapa tidak?!

Ia berdiri di depan sebuah batu besar yang melayang dan menjalani sesi latihan. Kemarahan Kucabara tersalurkan membentuk kekuatan yang membuat batu itu hancur berkeping-keping.




“Kumohon, kakak… terima saja takdirmu.” Kata-kata Legato terngiang di pikiran Kucabara. “Menerima takdirku?” pikir Kucabara. “Semuanya? Benarkah… benarkah itu jalan terbaik?”

“Kerja yang bagus, tuan pangeran.” Ucap beberapa iblis pengawas yang sedari tadi mengawasi Kucabara. “Bagaimanapun juga, kau masih tidak cukup baik, pangeran. Kau belum memenuhi kualifikasi untuk menjadi Raja. Kau butuh kemarahan yang lebih, dan bangkitkan kejahatan dalam hatimu.” Ucap mereka. “Pangeran adalah iblis yang menanggung Dark Matter terbanyak dari siapapun di dunia iblis. Itulah mengapa sang raja berniat agar pangeran mencapai level yang lebih tinggi, dan itulah mengapa latihan ini terbentuk!” ucap mereka.

“Berisik!!” pikir Kucabara yang merasa terganggu dengan ocehan para pengawas itu.

“Oooy, Kucabara!!” seseorang datang dari arah samping Kucabara dengan wajah pucat pasi. “Jadi kau ada disini!? Ini gawat, sesuatu yang buruk telah terjadi!!”

“Apa yang terjadi, Funi?” tanya Kucabara pada orang itu.

“Bichiura… Bichiura… Bichiura telah…!!”  Funi tak melanjutkan kata-katanya, dan berganti topik. “Saat Ia menyaksikan gerhana matahari dan mengintip ke dunia manusia, Ia terpeleset dan terjatuh ke dunia manusia!!”

“Eh? Bichiura? Kenapa dia kembali kesana…?”

“Ini kesalahanku.” Ucap Funi. “Aku mendengar cerita Bichiura dan ingin pergi kesana, lalu aku memintanya untuk pergi bersama…”

“Keh!!” Kucabara berjalan pergi untuk menyelamatkan Bichiura setelah mendengar penjelasan Funi, namun para pengawas itu menghalanginya.

“Apa kau berencana membiarkan latihanmu selama ini jadi sia-sia?! Menyerahlah. Jika iblis terjerumus ke dunia manusia, maka akan terjadi ketidakseimbangan di antara kedua dunia, dan seorang catasthrope akan turun ke dunia iblis.”
Nb: Catasthrope setau saya adalah semacam bencana atau musibah besar-besaran seperti penyebaran virus, atau tsunami, kalau tidak salah. Kalau mau tau selengkapnya silahkan searching di google, ya ^^

“Tapi, Bichiura adalah─”

“Itulah mengapa aku meminta pangeran untuk menyerah. Apapun yang telah menyentuh dunia manusia tidak akan dapat kembali ke dunia iblis.” Potong  si pengawas. “Tujuanmu adalah menuju ke level yang lebih tinggi, gunakanlah kesempatan ini untuk mengembangkan kekuatanmu disaat keadaan yang mendesak.”

Kucabara terkejut mendengarnya. Bahkan Ia tidak boleh menolong orang yang dekat dengannya?!
“Baiklah…” ucap Kucabara. “Kalau begitu aku akan menggunakanmu sebagai sasaran latihanku.”

BBLAAARRR!! Kucabara mengelaurkan kekuatannya yang kemudian menyayat-nyayat para pengawas itu. Meskipun begitu, tidak ada satupun yang mati.

“Ah… potongan yang bagus, kan?” ucap Kucabara yang kemudian pergi bersama Funi.
“Ti-tidak seperti itu…” ucap salah satu pengawas dengan suara yang lemah.

Funi dan Kucabara akhirnya sampai ke tempat dimana gerhana matahari terjadi. Mereka melihat ke portal di bawah yang terbentuk.

“Itu semua terjadi begitu tiba-tiba… aku tidak dapat melakukan apa-apa… Ia terjatuh ke dunia manusia begitu saja…” ucap Funi.

“Funi, kau kembalilah ke rumah.” Ucap Kucabara. “Aku tidak bisa melibatkanmu lebih jauh.”

“Eh?”

Kucabara melompat ke arah portal itu.

“KUCABARA!!!”

“Legato, maaf…” pikir Kucabara. “Aku rasa, aku… tidak bisa menjadi jahat sepenuhnya…”

Kucabara masuk ke portal itu dan menghilang dari pandangan.
“Kucabara…” ucap Funi yang masih berdiri di atas batu itu. “…Dia benar-benar pergi ke dunia manusia…”

“Hehe, dia sudah pergi, bukan?” seseorang dengan rambut gimbal dan seorang temannya muncul dari samping Funi. “Rencana berjalan sukses! Kita menjebaknya dengan mudah!” seseorang yang berambut gimbal itu membawa Bichiura yang terikat di tangannya.

“Ugghh!!” Bichiura terkejut mendengar bahwa mereka menggunakannya untuk menjebak tuannya.

“Dia tidak pernah berubah dari kecil… hahahaha!!!”
“Ughh… uppdddhh!!!” Bichiura mencoba melepas ikatan yang menutup mulutnya.
“Diam, kau!! Iblis br*ngsek!!!”
“Seseorang seperti itu akan menjadi raja iblis? Itu membuatku stroke!!”

“Bebaskan Bichiura.” Ucap Funi kepada orang itu.

“Haha, lihatlah, Funi, kau baru saja menjual sahabatmu dan sekarang kau mendukung iblis kecil ini?!”

“Jangan salah sangka, aku tidak mengkhianati Kucabara. Aku hanya…” Funi tidak melanjutkan kata-katanya. “Bahkan jika Ia adalah temanku, jika orang yang baik sepertinya menjadi raja iblis, dunia iblis akan terjatuh dalam kekacau-balauan. Itulah mengapa, sampai Ia menemukan sisi jahatnya…” ucap Funi. “Aku bukan orang sepertimu yang berniat menjebak Kucabara…”

“Heh!! Lakukan saja apa yang kau inginkan!!” ucap orang itu. “Yang jelas rencana kami telah berhasil. Sekarang yang perlu dilakukan hanyalah memberitahu sang raja. ‘Kucabara adalah seorang kriminal yang melakukan dosa besar dengan turun ke dunia manusia’, dan  lalu yang akan menjadi raja selanjutnya adalah ‘orang itu’. Hahaha!! Ini akan jadi menarik.”

Bichiura yang mendengar semua rencana itu tak dapat melakukan apa-apa. “Tuan!! Tuan!! Tuaan!!!” pikirnya. “Ini… adalah sebuah jebakan!! Cepatlah kembali!!!”


Kucabara terdiam memperhatikan sekelilingnya. Ia berada di pinggir sebuah jalan raya, dengan manusia yang berlalu-lalang mengelilinginya.

“Ini… dunia manusia…” ucap Kucabara takjub.

Seekor anjing menggonggong ke arah Kucabara yang nampak sangat mencurigakan  dengan pakaian pangerannya itu.

“Hei, apa yang kau lakukan, Bikky?! Ah, maafkan aku!” ucap si pemilik anjing. Namun anjingnya itu terus menggonggongi Kucabara.

“Keh, kau anjing kurang aj─kau pikir siapa kau…” Kucabara menarik pedangnya, namun tiba-tiba lewat seorang pria yang menyodok leher Kucabara dan membatalkan aksinya.

“Hei, bocah, apa yang kau lakukan dengan seorang gadis di siang bolong seperti ini?” tanya laki-laki itu yang bertubuh gendut dan menggunakan vespa.

“Hei, kau memukulku?! Akan ku bunuh kau dan ku kirim kau ke panas api neraka!!” ucap Kucabara menarik pedangnya. “Berlututlah dan memohon pengampunan!! Aku pangeran dunia iblis, Mephisto─”

“Tch.” Pria itu mengalihkan pandangannya dari ucapan-ucapan Kucabara yang terdengar kekanan-kanakan.

“Kembalilah ke rumahmu dan bermain, bocah. Aku punya banyak hal yang harus dilakukan.” Pria itu pergi begitu saja dengan membawa pedang Kucabara. “Akan kusita pedang ini.”

“Hei, tetap disana!! Tunggu!!” Kucabara mengejar pria dengan vespa itu. Pria itu berhenti di sebuah pelabuhan. Disana ada dua orang anak yang sedang berterngkar, pria itu mencoba menenangkan kedua anak itu.

“Oh, jadi karena boneka ini, kalian berdua yang bersaudara jadi bertengkar, huh?” tanya pria itu kepada kedua anak itu. “Hmmm…”

Sementara itu, Kucabara sedang sibuk mencoba melepaskan pedangnya yang diborgol disebuah tiang oleh pria itu.

“Kalian berdua tidak berencana untuk membuat jarak satu sama lain, kan? Kalau begini, pertengkaran tidak akan pernah berakhir.” Ucap pria itu. “Apa kau punya ide, bocah?”  tanya pria itu pada Kucabara.

“Memangnya aku peduli!” ucap Kucabara. “Cepatlah berikan pedangku kembali!”

“Kau ini bocah yang dingin…” pria itu menghembuskan nafas pelan. “Kalau begitu, mari lakukan ini. Bagaimana kalau kita biarkan bocah disana itu memutuskan apa yang harus dilakukan dengan boneka ini?”

“Mengapa harus aku?!!” tanya Kucabara.

“Jika kau dapat menemukan jalan yang paling terbaik untuk menyelesaikan permasalahan ini,  aku akan memberikan pedangmu kembali.” Ucap pria itu. “Jika kau manusia, bertindaklah seperti manusia. Ini hal kecil yang tidak harus diselesaikan dengan kekerasan. Kau harus mencoba untuk menunjukkan kebijakanmu.”


Bersambung ke: Defense Devil Chapter 23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar