Laman

Senin, 28 Januari 2013

Versi Teks Persona 4 Chapter 2


Sebelumnya: Persona 4 Chapter 1
Seta Souji terjatuh di sebuah tempat yang aneh… tempat berkabut yang tak berbentuk… hanya terlihat panel kotak-kotak disana-sini. Lalu terdengar suara yang menggema,

“Kau ingin tahu kebenaran? Jika iya, coba tangkap aku…” ucap suara tanpa sosok itu. Diantara panel kotak-kotak itu, terdapat satu panel yang lebih besar, Seta mendekat kesana… sepertinya Ia dapat merasakan bahwa suara itu berasal dari sana.

“Disini kau rupanya… seseorang yang telah datang…” ucap suara itu lagi, menyambut Seta. Kali ini yang terlihat sedikit berbentuk, walau hanya bayang-bayang.  Lalu entah dari mana, di genggaman tangan Seta tiba-tiba muncul sebuah pedang. Melihat itu, Ia memanfaatkan pedang itu kemudian maju dan berniat menebas bayangan itu.

Bayangan itu tertebas, sayangnya hanya seperti debu-debu yang setelah dihancurkan akan datang dan menyatu kembali. Bayangan itu agak menjauh untuk menjaga jarak dengan Seta.

“Aku tahu, kamu benar-benar memakai pengetahuan yang menarik, walaupun begitu… kau takkan menangkapnya dengan mudah.” Ucap bayangan misterius itu. “…Apapun itu yang kau cari.” Lanjutnya. “Biarkan sendiri, kebenaran…”

“Kabutnya semakin tebal…” pikir Seta.

“Tak peduli siapapun itu, orang hanya akan melihat apa yang mereka lihat…” ucap bayangan itu. “Mungkin… kita akan bertemu lagi…di lain tempat, di suatu tempat…”


Seta terbangun dari tidurnya. Dan mungkin juga mimpi buruknya. Ia memegang kepalanya dengan tangannya…
“Ah… benar, aku akan tinggal di tempat pamanku mulai dari sekarang…” pikirnya. “Aku harus pulang cepat hari ini dan merapikan barang-barangku.”

“Pagi… sarapanmu sudah siap.” Sapa Nanako ketika bertemu Seta yang sudah lengkap dengan seragamnya.

“Nanako, kau sendiri?” tanya Seta. “Dimana ayahmu?”
“Kerja… dia selau seperti ini.” Jawab Nanako. “Tapi hari ini hari pertamamu masuk sekolah, kan? Sekolah kita searah, jadi ayo berangkat sama-sama.” Ajak Nanako.

Akhirnya mereka pun berangkat ke sekolah bersama. Hujan turun, jadi mereka mengenakan payung untuk berteduh.

“SMP tinggal lurus saja ke arah sana…” Nanako menunjuk sebuah jalan. Ia kemudian menunjuk jalan yang lainnya. “Aku ke arah sini… sampai jumpa.”

“…”
“Do…Doujima-san…” ucap seseorang kepada Doujima, Doujima Ryoutaro yang tidak lain adalah ayah Nanako dan paman Seta. Orang itu sepertinya melihat sesuatu yang mengerikan hingga matanya membelalak. “Apa ini…? Bagaimana dia bisa…”

“Tenang, Adachi, sampai kapan kau akan bertingkah seperti orang awam?” potong Ryotaro pada orang yang bernama Adachi itu. “Tapi ini….” Ia melihat sesuatu di tiang antenna diatasnya. Sesuatu seperti tubuh manusia.

“Mati dengan tergantung di antenna…?” tanya Ryoutaro lebih ke dirinya sendiri. “ini kasus pembunuhan yang aneh.”


Kelas 2-2

“Kenapa kau sangat lemas setiap pagi seperti ini!?” tanya seorang siswi kepada seorang siswa yang tidur-tiduran di bangku dengan headset menggantung di lehernya.

“Bukan apa-apa…” ucap siswa itu lemas. “maukah kau… membiarkan aku sendiri sebentar?” dalam hatinya siswa itu berkata, “bagaimana bisa aku bilang kalau aku jatuh dari sepeda, dan tertimpa sepedaku sendiri…?”

Seta Souji memasuki ruang kelas, seorang guru berteriak, “Duduk di bangkumu! Aku akan memperkenalkn murid pindahan ini, walau sebenarnya aku tidak mau!” guru itu nampaknya galak. Terlihat gigi atas guru itu kedepan semua. Cocok dengan pribadinya yang begitu. “Anak menyedihkan ini dibuang dan dikirim ke tempat ini dari kota besar yang menyedihkan dan, bisa dibilang, dia ini buronan.”

Admin tidak akan mau punya guru seperti ini -__-.

Meskipun diperlakukan demikian dihari pertama, Seta tetap tersenyum dan nampaknya menikmatinya. Walau Ia sedikit tersinggung, “siapa yang kau bilang buronan?” batinnya.

“Mengerti? Jangan arahkan matamu kepadanya.” Lanjut guru itu.

“Dari kota? Kalau dipikir-pikir, kau juga dari sana, kan, Hanamura?” tanya seorang siswi tadi kepada siswa dengan headset di lehernya itu.

“Namaku Seta Souji,” Seta memperkenalkan dirinya secara resmi(?). “Senang berkenalan dengan kalian.”

Guru Killer itu melirik Seta, “Ada apa dengan sikap formalmu itu…? Apa maksud pandanganmu…? Kau mau protes atau apa….?”

“Pak!” siswi tadi mengangkat tangan. “Tempat disini kosong, bisakah anak pindahan itu duduk disini?”

“hah!? Oh, ya… bangkumu disana, cepat duduk!” perintah guru itu.

Ketika Seta berjalan ke bangkunya, Ia mendengar suara bisik-bisik dari beberapa siswa. “Wow, ada anak pindahan ke kelas ‘bodoh’ ini…” “Mungkin kita benar-benar akan mematung jika menatap matanya, mungkin…?”

“Dia mengerikan, ya, kan? Ah, aku Chie Satonaka. Senang berkenalan denganmu!” siswi itu memperkenalkan dirinya. “Oh, ini mungkin buruk bagimu ditempatkan di kelas ini. Jadi, semoga beruntung selama setahun!”

Beberapa saat kemudian terdengar pengumuman dari speaker sekolah, “Untuk semua staff dan murid, sebuah kecelakaan terjadi di dekat sekolah kita, polisi sedang menuju ke sekolah. Kami akan mengadakan rapat mendadak, jadi kepada semua anggota staff diharapkan melapor ke kantor staff secepatnya. Semua murid tetap di kelas masing-masing, dan dilarang meninggalakan area sekolah sampai pemberitahuan selanjutnya.” Begitulah isi pengumumannya.

“Kecelakaan!?” Chie tercengang.

“Lakukan yang mereka katakan. Mengerti?” tanya guru Killer itu. “Jangan meninggalkan kelas sampai pemberitahuan selanjutnya.”

“Hah… sampai kapan…?” tanya Chie. Perempuan yang duduk didepannya dengan rambut panjang tergerai menjawab, “Aku tak tahu.”

“Ah, ngomong-ngomong, Yukiko…kau sudah mencoba ‘hal’ yang aku beritahu kemarin?” tanya Chie pada perempuan berambut panjang yang bernama Yukiko itu.


“Tentang ‘acara tv yang muncul tengah malam saat hujan’?” tanya Yukiko. Namun sebelum dijawab Ia melanjutkan, “Ah! Maaf, aku belum mencobanya.”

“Haha, tak apa. Hanya saja ada murid dari kelas lain berteriak, ‘kekasihku adalah penyiar Yamano!’ ”

“Ah, Satonaka-san…?” mendadak siswa yang memakai headset tadi bertingkah aneh.

“Apa?” tanya Chie. “Dan ada apa dengan ‘–san’?”

Siswa itu jadi semakin gelisah. Kemudian Ia menunduk dan menyerahkan sebuah kepingan kaset. “DVD yang aku pinjam darimu sangat menarik. Perkelahiannya seperti nyata, dan…” Ia langsung menegakkan badan kembali dan berkata, “aku sangat minta maaf! Ini benar-benar kecelakaan… hanya sampai aku dapat upah dari kerja paruh waktuku!” Ia kemudian berjalan pergi dengan terburu-buru. “sampai jumpa!”

“Ah, hey! Mereka bilang jangan meninggalkan kelas, jadi jangan melarikan diri, dan….” Sisa itu tidak menghiraukan dan terus berjalan pergi. Itu membuat Chie curiga. Akhirnya Chie mengeluarkan tendangannya. “…Apa yang kau lakukan dengan DVD ku!?”

Chie membuka kotak pelapis DVD nya dan melihat kepingan kaset yang retak didalamnya. “Uwa! Tak mungkin! Kok bisa patah begini!?...” Chie menatap langit dengan ekspresi mengapa-God-Why~~!? dan berkata, “…Trial of the Dragon-ku…!!!”





“…Kau punya teman yang penuh semangat.” Ucap Seta.

“Benar.” Sahut Yukiko cekikikan.

Malam hari tiba. Pada saat itu, Ryoutaro baru saja pulang dari pekerjaannya. “Aku pulang.” Ucap Ryotarou. Di rumah rupanya sudah ada Seta dan Nanako. “Apa masih ada makanan untukku?”

“Tidak, kau pulang sangat lama.” Jawab Nanako.

“Maaf, aku sangat sibuk.”

“Aku tahu, tapi…”

“Apa kau bisa mengganti channelnya ke berita?” potong Ryoutaro.

“Oke, tunggu sebentar.” Sahut Seta. Kemudian beginilah isi kabar yang dibawakan pembawa berita tersebut:

“Yamano Mayumi, seorang penyiar di kota kabut Inaba, ditemukan tewas di atap rumah penduduk. Diketahui ketika hidup, Yamano-san memiliki hubungan dengan Namatame Tarou, suami dari penyanyi Hiragi Misuzu-san.” Ucap si penyiar berita. “Polisi sedang berusaha memecahkan kasus ini dengan menginterogasi keluarganya.”

“Kami akan mewawancarai seorang murid yang pertama kali menemukan mayatnya.” Ucap si presenter.

“Mewawancarai? Bagaimana mereka mendapatkannya?” tanya si narasumber dengan anehnya.

Dan wawancara pun dimulai.
“Apa yang pertama kali kau pikirkan ketika melihatnya? Apa kau tahu dia mati? Apa kau melihat wajahnya?”
“Ummm….”
“Apa kau tidak berpikir ini menyeramkan: pembunuhan di malam bekabut?”
“Eh? Ini pembunuhan?”
“Um… apa kau melihat orang yang mencurigakan di sekitar tempat itu?”
“Sebenarnya tidak ada… apa-apa….”
Wawancara pun berakhir dan diambil alih oleh pembawa acara lagi,

“Inisiden tragis yang terjadi di pusat perbelanjaan. Para pedagang takut pembeli yang datang ke toko mereka berkurang.” Ucap pembawa acara. “menggantungkan mayat di antenna rumah penduduk, pembunuhan yang unik.”

Ryoutaro menghembuskan asap rokoknya dan menatap ke televisi dengan tatapan bosan, “bukankah itu karena kau yang membuat mereka takut….?”

“Walaupun berbeda dengan kasus lainnya, yang membuatnya sulit adalah, penyebab kematiannya tidak diketahui dan kurangnya saksi mata….”

“Beritanya membosankan. Bolehkah aku mengganti channelnya?” tanya Nanako pada ayahnya. Namun tidak ada jawaban. “Ayah…”

“Polisi bahkan belum dapat menentukan apakah ini pembunuhan atau kecelakaan…”

Nanako melihat ayahnya sudah tertidur pulas. “Dia tertidur….”

“….Kami akan kembali setelah yang berikut ini….”


Namaku Yosuke Hanamura. Aku meninggalkan kota karena pekerjaan orang tuaku.

“Tu…tu-tu-tunggu!!! O-oh? Re-remm!!!” teriak Yosuke. Ia tidak dapat mengendalikan laju sepedanya sehingga akhirnya kepalanya terjebak di gentong setelah sebelumnya sepedanya jatuh terjerembab. “Uwaaaa~~~~!!!!”

Sekarang, aku sudah biasa dengan pedesaan seperti ini. Tapi, apa yang kulakukan? Apakah ini dampak dari yang kemarin? (memecahkan kaset orang xD).

“Kau baik-baik saja?” seseorang datang mendekat untuk melihat keadaan Yosuke dan membantu mengeluarkan kepalanya dari gentong.

“Oh, maaf…” ucap Yosuke. Ia melihat wajah orang itu, yang tidak lain adalah Seta. “Hey, kau murid pindahan itu, kan!? Terima kasih! Um… kau Seta, kan?”

“Ya, Seta Souji.”

Yosuke mengulurkan tangannya dan tersenyum. “Aku Yosuke Hanamura. Senang bertemu denganmu.” Ia mengedipkan mata. Headset di lehernya mempermanis penampilannya. >A<9


Jam pelajaran sudah selesai, Seta dan Yosuke berbincang-bincang berdua di kelas sebagai sesama anak dari kota.

“Kau sudah terbiasa dengan tempat ini?” tanya Yosuke.

“Cukup bagus, kupikir.” Sahut Seta.

“Mau jalan-jalan dan makan sebelum pulang ke rumah?” ajak Yosuke. “Bagaimana dengan ‘steak sapi’ yang terkenal disini? Memang sih terdengar kuno, tapi… aku akan mentraktirmu. Sebagai ucapan terima kasih sudah menolongku pagi ini.”

“Dan kau tidak mengajakku atau semacamnya?” tanya Chie yang tiba-tiba datang. Ia kemudian menggunakan kata-kata yang mampu menjadi andalannya, yaitu, “Trial of the Dragon-ku….” Ucapnya.

“Ugh, kenapa kau selalu datang disaat kami membicarakan tentang makanan!?” tanya Yosuke.

“Bagaimana denganmu, Yukiko?” tanya Chie pada Yukiko. “Dia bisa mentraktirmu juga….”

“Tak apa, aku sedang diet. Dan aku sedang membantu di penginapan….” Tolak Yukiko dengan sopan.

“Kau belajar untuk mengambil alih bisnis itu?” tanya Chie.
“Tidak juga, aku hanya ingin membantu. Jadi sampai jumpa besok.”

“Lupakan. Ayo pergi.” Ucap Chie.

“Eh, apa aku benar-benar harus mentraktir kalian!?”

Mereka akhirnya pergi ke sebuah mall bernama ‘Junes’.

“Kau berencana mentraktir kami disini?” tanya Chie pada Yosuke. Yosuke sendiri-lah yang mengantarkan pesanan ke meja mereka.

“Tidak ada steak sapi disini,” ucap Yosuke penuh penyesalan. “Kita tidak bisa ke steak house itu karena kau juga melewatkan latihan.”

“Tapi itu bukan berarti kau harus menyeret kami ke tempatmu.” Ucap Chie. Ternyata tempat itu milik Yosuke. Tidak, tepatnya tidak seperti itu,

“Kubilang ini bukan benar-benar tempatku atau apapun.” Ucap Yosuke menerangkan. Yosuke mengangkat gelasnya untuk bersulang dengan mereka, kemudian menatap Seta dan berkata, “Oh, hm… maaf telah mengabaikanmu. Kau tahu, aku berasal dari kota, sepertimu. Ayah diangkat menjadi manager di mall ini waktu pertama dibuka, jadi seluruh keluarga kami pindah kemari sekitar setengah tahun yang lalu.”

“Oke, aku mengerti.”

“Jadi, sebagai sambutan untuk kalian, aku akan mentraktir Satonaka juga.” Ucap Yosuke.

“Tapi setelah tempat ini dibuka, aku sulit pergi ke distrik perbelanjaan lokal lagi.” Ucap Chie. “Toko-toko disana juga banyak yang tutup. Ah….” Chie menghentikan ucapannya begitu menyadari sampai mana batas bicaranya.

“Tapi itu semua bukan karena dibukanya tempat ini.” Ucap Yosuke.

“Oke, maaf.”

Yosuke memalingkan wajahnya ke arah lain, dan melihat seorang wanita di dekat sana. Wanita itu duduk disalah satu kursi restoran itu dengan seragam pelayan. “Ah, itu senpai. Maaf, aku kesana dulu sebentar.” Ia berjalan ke arah perempuan itu, dan bertanya, “Hai, apa kau sudah menyelesaikan pekerjaanmu?” sadis.

“Hai, aku baru saja istirahat sebentar.” Ucap perempuan dengan rambut ikal itu. “Kau mengajak teman-temanmu kemari untuk mendongkrak penjualan?”

Perempuan ini adalah Konishisaki-senpai, rumahnya adalah toko minuman keras di distrik perbelanjaan, tapi belakangan ini tokonya mengalami masalah manajemen, jadi dia bekerja paruh waktu disini.

“Wah, aku benar-benar terhina.” Ucap Yosuke, Ia tersenyum kemudian berkata, “Aku sedang mentraktir mereka dengan uang sakuku.”

Aku memiliki perasaan buruk tentang ini, tapi senpai sering memperlakukanku seperti adiknya sendiri.
Dia benar-benar orang baik.

Perempuan itu menoleh ke meja tempat Chie dan Seta duduk, kemudian bertanya, “Anak itu… apa dia murid pindahan itu…?”

“Yup, dia pindah dari pusat kota juga, jadi aku merasa dapat memahami dia.”

“Oh, jadi kau sedang mencoba berbaur dengannya…” Konishisaki menyimpulkan. Ia berjalan mendekati Seta dan berpesan, “Hai, karena kalian berdua itu anak kota, kalian bisa bersama-sama, betul, kan?” Seta hanya tertegun mendapat pertanyaan tiba-tiba itu sehingga masih menyeruput minumannya. “Dia terlempar ke kota ini belum lama ini, jadi dia belum punya banyak teman. Baik-baiklah padanya, oke?”

Konishisaki tersenyum sedikit. “Hana-chan orang yang simple, tapi jika dia menjengkelkanmu, kau dapat langsung mengatakannya, mengerti?”

“Tidak,” Seta membantah perkataan perempuan itu. “Dia benar-benar orang yang baik.”

Tiba-tiba saja tawa Konishisaki meledak, “ahahahaha… aku tahu, aku tahu. Aku hanya bercanda.” Ucapnya.

Wajah Yosuke memerah. “Wah, kalian berdua! Apa yang kalian…”

“Oke, aku harus bekerja sekarang.
Sampai jumpa.” Potong Konishisaki dan Ia pun beranjak pergi.

“Anak perempuan dari pemilik toko minuman dan anak lelaki dari manajer mall… nafsu dan cinta terlarang! Benar?” olok Chie.

Wajah Yosuke merona, “Kau…! tidak seperti itu, bodoh!”

“Oh, karena kau khawatir, aku akan mengatakan ‘sesuatu yang bagus’ untukmu.” Ucap Chie. “Apa kau tahu tentang ‘Mid Night Channel’?”




“Jika kau menonton tv yang dimatikan sendirian di tengah malam pada saat hujan….” Ucap Chie. “ketika sedang melihat bayangan kita di layar, orang lainlah yang akan muncul. Katanya orang itu kekasihmu”

Seta dan Yosuke saling pandang.

“Apa itu?” tanya Yosuke sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. “Baru saja aku mengira kau akan menceritakan sesuatu yang bagus… kau masih saja mempercayai rumor kekanakkan itu.”

Chie tidak bisa menerima dibilang begitu, Ia menggebrak meja dan berkata, “ke-kekanakkan, kau bilang?! Kau tak percaya padaku?”

“Tak mungkin aku mempercayainya.”

“Hm, awalnya terlihat agak sedikit aneh sekarang,” ucap Chie kelihatannya akhirnya mengalah.  Tapi ternyata belum. “Ah, mungkin malam ini akan turun hujan… jadi, silahkan cek sendiri malam ini! Semuanya mencoba, oke?”

“Kau belum pernah mencobanya juga, kan? Terlalu dini untukku mendengar hal bodoh ini!” ucap Yosuke mengelak.

“Kau juga coba, kan, murid pindahan?”

“Dia Seta.” Koreksi Yosuke.

“Baiklah, telah diputuskan. Semuanya harus mencoba untuk memastikannya, oke!?” Chie membuat keputusan. “Seta-kun juga!!”
Tengah malam tiba, dan hujan masih saja mengguyur. Seta duduk di depan tv yang tidak menyala sambil bersandar.

“Hm,” gumam Seta. Ia tidak menyadari hari sudah tengah malam dan masih hujan karena dari tadi sedang menyusun barang-barangnya. “Hujan…”

Seta berjalan melewati tv, nampaknya Ia merasa penasaran akan apa yang dikatakan Chie, sampai-sampai Ia senyum-senyum sendiri disana. Namun tiba-tiba…
Ada seseorang di tv itu. Di tv yang tidak menyala itu. Disaat bersamaan Chie dan Yosuke juga melihatnya. Tentu saja ditempat berbeda. Namun semuanya melihat orang yang sama. Seorang perempuan dengan seragam sekolah. Bahkan Chie.

“Mu-muncul!?” ucap Yosuke tertegun.
“Itu seragam kami, tapi ini---“ kata-kata Chie dilanjutkan oleh Seta.
“Seorang gadis….”

Tiba-tiba Seta merasakan sesuatu yang aneh. Sesuatu yang gelap. “Ugh…” Ia menyentuh dahinya. Kepalanya sakit hingga Ia tak dapat menopang berat tubuhnya, kemudian Ia meletakkan satu tangannya di tv untuk bersandar, namun tangannya tak pernah menyentuh tv…

Seta terkejut, membuka mata untuk melihat apa yang terjadi dengan tangannya. Ternyata, tangan kanannya itu masuk ke dalam tv. “Uwaaaa” tv itu berniat menyedot seluruh tubuhnya, dengan tangan kirinya Seta menahan tarikan tv itu. Beruntunglah tv itu kecil, jadi Ia dapat melepaskan diri.


“Eh… kau juga melihatnya?” tanya Yosuke. Ia, Seta dan Chie sedang membicarakan ‘kegiatan’ mereka semalam di sekolah. “Tapi kenapa kita semua melihat gadis yang sama?”

“Dan mengapa kekasih-ku menjadi seorang gadis?” tanya Chie dengan nistanya. “Rambutnya sebahu dan meskipun tidak jelas, itu benar-benar seragam sekolah kita… dia juga terlihat seperti Konishi-senpai.” Memang, orang dalam tv itu terlihat mirip dengan Konishisaki. “ngomong-ngomong, yang pertama kali menemukan mayat dari kecelakaan itu kemungkinan adalah Konishi-senpai….”

“Oh, dan apa karena itu Ia terlihat tidak baik? Aku tidak tahu, dia juga tidak datang ke sekolah.” Ucap Yosuke.

“Maaf, Chie… aku harus pergi sekarang.” ucap Yukiko dan segera beranjak pergi.

“Ah, oke.” Setelah Yukiko benar-benar pergi, saatnya dia menjadi bahan omongan xD. “…Amagi juga tidak terlihat baik. Belakangan ini dia selalu terlihat sibuk.”

Perkataan Chie berikutnya membuat Seta tertarik, “Tapi…  ada apa dengan ‘aku tersedot masuk ke dalam tv’? kau tidak takut waktu kau kira kau masuk ke dalam tv atau hal-hal semacam itu, kan?” Chie tersenyum. “Tapi itu sangat menarik, bahkan jika itu cuma mimpi. Hal seperti ‘aku tidak dapat masuk ke dalam tv karena itu terlalu kecil’  mungkin terdengar benar-benar tidak masuk akal, tapi….
Tapi jika itu lebih besar….”
Akhirnya mereka pergi ke mall Junes lagi untuk mencari tv dengan layar yang lebih besar.

“Dan pada akhirnya , kita kembali untuk melihatnya di tempatku…” ucap Yosuke. “Tapi tetap saja, bagaimana bisa kau mempercayai hal bodoh semacam itu?”

“Kau telah mengatakannya kemarin, dan lihat apa yang kau dapatkan ketika mencobanya.” Ucap Chie dengan bijaksananya. “Tapi, tv ini besar sekali! Sangat mahal! Siapa yang akan membeli barang seperti ini!?”

“Orang kaya, mungkin?” sahut Seta.

Chie dan Yosuke saling pandang. Kemudian dengan kompaknya mereka menempelkan tangan di tv itu. “Muuu!!!” selama beberapa saat mereka menanti… menanti…. Dan….
Tidak terjadi apa-apa.

Mereka berdua pura-pura seolah gerakan memalukan tadi tidak pernah terjadi. “”Benar-benar sial. Benar-benar bukan hal yang akan kulakukan di depan publik.” Ucap Yosuke

“Kau benar.” Chie menyetujui.

Akhirnya untuk menutupi rasa malu mereka berpura-pura menjadi penjual dan pembeli, “Ngomong-ngomong, bagaimana kalau beli tv baru disini? Ada sesuatu yang benar-benar kau inginkan?”

“Itu terlalu mahal! Tidak mungkin aku membelinya.”

“Jangan bilang begitu. Bagaimana dengan yang ini, nona? Model terbaru, baru dirilis musim semi ini.”

“Tapi serius… kukira seharusnya aku bertanya dulu apa yang kau anggap ‘murah’… berikan aku diskon karena kita teman , dan aku mungkin akan membelinya.”

“Tidak bisa.”

Sementara kedua temannya membicarakan diskon televisi, Seta mendekat ke tv itu dan menyentuhkan ujung jarinya. Dan sama seperti yang terjadi di rumahnya, tangannya masuk kedalam tv…

Yosuke menoleh ke arah Seta, “Dan Seta, tv dirumahmu…. Hey!” Yosuke terkejut. “tangannya masuk ke dalam tv!?”

“Wow, sesuai yang diharapkan dari model terbaru, teknologi macam apa itu?” tanya Chie dengan polosnya.

“Itu bukan teknologi!” ucap Yosuke. Matanya berkunang-kunang melihat kejadian itu, antara percaya dan tidak percaya. “Benar-benar… itu terjadi… ilusi macam apa ini!? Tapi sekarang bukan saatnya berkata demikian… pelanggan… mereka akan segera datang!”

Tubuh Seta sudah masuk setengahnya, karena tv-nya besar. Mata Chie jadi ikut berkunang-kunang melihatnya. “Apa itu trik tertentu?! Benar-benar luar biasa!”

“Apa yang kau lakukan, baka!?” tanya Yosuke. “Cepat hentikan!”
Rupanya mereka masih menganggap ini main-main.

Yosuke dan Chie mendekat, tapi mereka justru ikut terhisap.
“He-! Tungg-!” “Uwaaaa~~!!”


Mereka bertiga terjatuh di sebuah tempat berkabut, nampak seperti tempat yang ada di mimpi Seta…
“Ugh.” Gumam Seta.
“Pantatku~~ terbentur keras sekali~!” teriak Yosuke.

“A-….Apa itu!?” tanya Chie. “Hm, aku ingat tv-nya… oh ya, kita masuk ke dalam tv? Lalu….”

Yosuke dan Seta, mereka bertiga saling pandang.

“Tempat apa… ini?”




Bersambung ke: Persona 4 Chapter 3
http://esti-widhayang.blogspot.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar