Laman

Kamis, 03 Januari 2013

Versi Teks Smile



Disini playgroup Nobi Nobi yang di kelola oleh kedua orang tuaku…kami masih kelabakan karena tempat ini baru saja dibuka. Aku yang sangat menyukai anak-anak juga ikut membantu mengurus mereka. Tapi entah kenapa…. Tidak ada satu anak pun yang mendekatiku. Biar penampilanku seperti ini (suram, seperti pembunuh saja XD) tapi aku menyukai anak-anak, lho!
“Aku hanya mengambilkan mainan yang terjatuh, tapi…mereka malah menangis histeris begitu!” memang benar, perempuan itu hanya mengambilkan mainan yang terjatuh. Tapi ekspresi suramnya lah yang membuatnya terlihat menakutkan. Tanpa senyum sama sekali! “Aku kan berbuat baik! Mungkin mereka takut padaku?”
Bukan mungkin, tapi memang takut.
Shiina Koyuki, 1 SMA. Hari-hariku dipenuhi penderitaan seperti ini.
Shiina duduk di bangku taman, hanya dapat menyaksikan pengurus anak-anak lainnya bermain dengan anak-anak dengan ceria.

“Enaknya… aku juga mau main dengan mereka…” pikir Shiina. “Apa yang harus kulakukan agar mereka nggak takut padaku? Kalau begini, bukannya membantu malah jadi merepotkan semua orang. Aku ingin sekali membantu walau hanya sedikit saja.”
“Kyaaaaaa” terdengar suara teriakan anak-anak. Anak-anak itu berkumpul mengerumuni seseorang.
“Ada apa?” pikir Shiina bertanya-tanya.
“Kalian semua minggir, dong! Isi tasku yang jatuh pada berantakan, nih!” ucap seorang cowok yang digerumuni anak-anak.
“Kubantu memungutnya, ya!” ucap seorang anak.
”Iya, iya! Thanks” ucap cowok itu.
“Ini juga” ucap anak lainnya.
“Hebat.” Pikir Shiina yang melihat dari jauh. “Orang itu… sangat disukai anak-anak!! Padahal dia hanya kebetulan lewat” Shiina mendekat ke cowok itu dan bertanya,
“Bagaimana caranya agar bisa disukai anak-anak seperti itu?” tanyanya. “Apa rahasianya?”
“Eh?” cowok itu berpikir, “Orang ini cuma bertanya tapi tampangnya serius sekali.” Anak-anak yang melihat kedatangan Shiina langsung menjauh sejauh-jauhnya. “Jangan-jangan… kamu dibenci anak-anak, ya? Padahal guru playgroup, kan?”
“Iya.” Sahut Shiina murung.
“Hee.. aku iri.” Ucap cowok itu.
“Eh?”
“Aku benci anak-anak.” Ucap cowok itu dengan senyum ceria. “Tapi mereka mendekatiku begitu saja, sunggu menyebalkan!” Ia tersenyum-tak-berdosa. “Ah, maaf! Aku nggak tahu caranya agar disukai anak-anak.”
‘Hah? Apa? Orang ini… ngomong sambil senyum-senyum? Aku nggak ngerti, tapi….’ Pikir Shiina. ‘Dia membuatku sangat marah!’
Esok harinya, ketika sedang mencuci, Shiina Nampak begitu ganas. Ia bahkan membuat beberapa anak jadi menangis karena keganasannya.
‘Kenapa aku jadi kesal begini? Dan tidak bisa berhenti memikirkan orang itu!’ pikir Shiina. Ia shock berat sampai tidak berhenti memikirkan cowok itu karena sikap dan masalah yang sangat berlawanan. ‘Sebal! Sebal!’
Anak-anak menangis sejadi-jadinya.
‘Kekesalanku bisa dirasakan oleh mereka… sehingga mereka lebih takut daripada biasanya!?’ pikir Shiina. ‘aku tidak boleh begini.. aku harus melupakannya, lupakan…lupakan…seperti biasa… jadi seperti biasa…’ jreeeeng, dan ekspresi Shiina pun kembali ke ekspresi monotonnya yang biasa.
Tiba-tiba, cowok itu datang ke playgroup itu. “Baru saja ingin kulupakan… malah muncul dihadapanku!?” pikir Shiina.
Tatapan mereka bertemu, dan cowok itu langsung bertanya, “Lho? Kamu yang kemarin…. Yang dibenci anak-anak?” nusukkkk!!! xD
‘Dia sengaja berkata seperti itu… sungguh menyebalkan!’ pikir Shiina sebelum akhirnya berkata, “Orang yang benci anak-anak, ada perlu apa datang kemari?”
“Ah, itu….”
“Lho, Haru?” Tanya seorang pengurus. “Shizuku! Kakakmu datang menjemput!” pengurus itu memanggil seorang anak perempuan.
“Iya.” Sahut anak yang bernama Shizuku.
‘Shizuku… kalau tidak salah, baru hari ini masuk kemari… iya, nggak salah lagi!’ pikir Shiina. ‘Dia datang menjemput, ya? Diluar dugaan! Apalagi kalau dilihat dari seragamnya… itu seragam perguruan tinggi yang ternama dan terkenal di kota sebelah.’ Shiina memperhatikan seragam cowok itu, Haru. ‘Kudengar mahasiswa disana sibuk ngajar bimbel dan jadi guru privat, tapi dia malah menjemput adiknya? Aneh… mungkin cuma hari ini bertugas menggantikan orang tuanya.”
Tapi…
Keesokan harinya.
“Selamat malam!” ucap Haru. “Aku datang menjemput adikku.”
“Lagi?” pikir Shiina.
Keesokan harinya… dan keesokan harinya lagi... Haru selalu menjemput adiknya setiap hari. Seminggu kemudian…
“Ternyata rajin menjaga adiknya, ya…” ucap Shiina. “Orang yang benci anak-anak…” padahal jelas-jelas disebelahnya ada Haru.
“Kau…” ucap Haru. “Menyindirku, ya?”
“Bukan, menurutku itu hal yang hebat. Aku bermaksud memujimu.” Namun dari ekspresi Shiina tidak ada tanda-tanda niat memuji.
“Ah, aku mengerti…” ucap Haru. Ia mencubit kedua pipi Shiina dan membuat dengan paksa sebentang senyuman di wajah gadis itu. “Kau dibenci anak-anak karena nggak senyum, tahu!”
“A…a…apa?” wajah Shiina memerah. ‘Dekat sekali… tangannya…’
“Shiina susah mengekspresikan perasaan, ya?” Tanya Haru polos. “Hehe, gimana kalau kau coba senyum?” ucap Haru dengan senyum cerianya.
Namun Shiina malah melepas kedua tangan Haru. “Aku nggak bisa sepertimu yang selalu cengar-cengir!” Ia berbalik dan pergi. ‘Kenapa Haru mendadak berbuat hal itu!?’ pikirnya. ‘Tapi…”Kau dibenci anak-anak karena nggak senyum, tahu!” benarkah begitu?’
“Hm,” Shiina menghadap ke anak-anak, kemudian tersenyum lebar. Bukannya terlihat manis, senyuman-yang-dipaksakannya itu justru semakin mirip pembunuh. Anak-anak malah jadi menangis.
“Ternyata kau penurut, ya?” ucap Haru tersenyum kecil.
‘Haru… padahal dia yang menyuruhku senyum.. orang aneh!’ pikir Shiina.
“Akh! Itu Haru!” “Haru siapa?” “Kakaknya Shizuku!” “Kak Haru!” teriak anak-anak ketika melihat Haru berjalan melewati taman tempat mereka bermain.
“Glek! Anak playgroup Nobi Nobi!?” pikir Haru yang melihat segerombolan anak menyerbu ke arahnya. “Uwaaaa~ jangan mendekat!!” teriakan Haru terdengar oleh Shiina.
“Haru…?” pikir Shiina.
“Kalau tahu kalian sedang jalan-jalan disini, aku nggak akan lewat sini.” Ucap Haru.
“Haru jahat!” “Wahahahaha, Haru jahat!” ucap anak-anak dengan polosnya tanpa merasa benar-benar dijahati. “Haru, main yuk!”
“Nggak bisa, aku sibuk belajar. Nggak seperti kalian.” Ucap Haru dengan senyumnya yang memikat. “Dan asal kalian tahu, aku benci anak-anak!”
“Eh? Tapi aku suka Haru!” “Aku juga!” “Aku juga!”
“Senyumnya mematikan seperti biasa.” Pikir Shiina. “Meski ngomong begitu, dia tetap disukai. Hebat…” Shiina jadi melamun. “Mungkin dia orang yang baik. Anak-anak pun tahu akan hal itu. Makanya, mereka mengerubunginya…enaknya… disukai anak-anak…Haru bertolak belakang denganku…”
“Sebenarnya Shiina menyukai anak-anak, ya?” Tanya Haru yang tiba-tiba sudah ada disamping Shiina.
‘Haru!? Sejak kapan…?’ lamunan Shiina pun buyar.
“Padahal kau dijauhi anak-anak…” ucap Haru menggaruk-garuk dagunya. “tapi tetap membantu di playgoup itu… hebat!!”
“ ‘Padahal kau dijauhi anak-anak’ bagaimana sebaiknya menanggapinya, ya?” pikir Shiina. “Apa dia mengejekku?”
“Shiina susah ditebak, sih. Makanya anak-anak bersikap waspada terhadapmu.” Haru tersenyum. “Lama-lama mereka pasti bisa memahamimu. Pasti!”
Aku selalu… tidak tahu apa yang salah pada diriku. Apapun yang kulakukan selalu percuma. Anak-anak menagis ketakutan setiap melihatku. Mereka tidak mau mendekatiku. Aku merasa tidak berguna. Aku selalu berpikiran begitu. Tapi… Haru benar. Kata-kata Haru membuaku senang. Sangat senang…
Shiina tersenyum. “Terima Kasih.”
Sepertinya hatiku yang beku menjadi cair…
“….” Haru tidak dapat berkata apa-apa. Wajahnya memerah. Anak-anakpun terdiam.
“Ibu Koyuki…” ucap Shizuku.
Jantung Shiina berdebar. Baru kali ini disapa anak-anak! “Ada apa, Shizuku?”
“Senyum…” ucap Shizuku.
“Eh?”
“Barusan ibu tersenyum!” ucap Shizuku. “Manis sekali! Kakak juga berpikiran seperti itu, kan?” Tanya Shizuku ke Haru.
“Eh..” Haru menatap Shiina, dan tersenyum. “Iya… manis.”
Aneh… hanya dengan satu kata dari Haru, hatiku serasa melayang…ini artinya…
“Ibu!” “Ibu Koyuki!” ‘Ini… untuk ibu!!” anak-anak memberikan permen, bungan, dan apapun yang bisa mereka berikan untuk Shiina.
“Eh, untukku?” Tanya Shiina.
“Aku tidak tahu kenapa, tapi belakangan ini aku jadi sering bicara dengan anak-anak.” Shiina bercerita ke temannya.
“Mungkin karena… ekspresi Koyuki menjadi lembut.” Ucap temannya.
“Ekspresiku…lembut?” Tanya Shiina dengan ekspresi datar. “Masa sih?”
“Nggak, sekarang sih beda dengan yang tadi.” Ucap temannya. “Tapi berubah, kok. Sedikit demi sedikit.”
“Suara ini…” pikir Shiina ketika mendengar ada yang datang. “…Haru…”
“Terutama, saat ada Haru <3” pikir temannya. Karena wajah Shiina langsung memerah.
“Ibu Koyuki!” panggil anak-anak yang juga memperhatikan ekspresi Shiina. “Ibu suka sama kak Haru, ya!?”
“Eh? A-apa?”
“Habis… kalau kak Haru datang.. ibu Koyuki kelihatannya bahagia…” ucap anak-anak.
“Ma..masa?!” wajah Shiina memerah. “Sepertinya..nggak begitu, deh.”
“Eh, ada apa?” anak yang lain nimbrung. “Ibu Koyuki suka pada Haru!” “Benarkah?” “Bohong!” “Kyaaa”
“Eh, tunggu!!” ucap Shiina. “Orangnya disini, kalau kalian ribut…”
Seorang anak berlari ke arah Haru menyampaikan kabar itu. “Haru… Ibu Koyuki…ternyata….”
Jangan.. hentikan! Hentikan! Aku malu!! “BUKAN!!!” teriak Shiina. “AKU NGGAK SUKA PADA HARU!!!”
DEG. SHIINGG. Tiba-tiba hening. Tidak ada yang bicara. Lalu,
“Hu.. Huweeeee” anak-anak menangis. “Huwaaaaa”
“Wah, wah, jangan takut” pengurus lain menenangkan anak-anak. “Cup cup”
Ah.. apa yang kulakukan…?
“Jangan bercanda seperti itu ke anak-anak, dong” ucap Haru dengan senyum yang kali ini nampak dipaksakan.
Bercanda? Bukan, aku tidak bercanda… tapi aku bukan cuma berbohong karena malu, bahkan sampai teriak ke anak-anak… aku serius. Padahal perlahan-lahan aku bisa berubah…semuanya…berkat Haru….
Kaki Shiina jadi lemas dan Ia terduduk. “Semuanya, maafkan aku…!” Shiina meneteskan air mata. “Aku sudah keras kepala… sebenarnya…sebenarnya…aku menyukai Haru.” Seorang anak menepuk dahi Shiina. “Tapi…tapi…”
“Jangan nangis, bu!” “Ibu nggak apa-apa?’ “Kami juga minta maaf.” Ucap anak-anak itu.
“Sudah nggak apa-apa, kan, Shiina?” Haru menarik tangan Shiina.
“Eh?”
“Pada dasarnya, kalau kau menyangkal seperti itu…justru artinya kau ingin bilang suka, kan?” ucap Haru dengan senyum mematikan.
“Langsung berkata seperti itu dengan wajah tersenyum…” pikir Shiina. Wajahnya memerah lagi.
“Tapi… kalau Shiina berkata seperti itu..” Haru menarik Shiina hingga mengecup pipinya. “Menurutku malah manis sekali.”
Aku yang tidak pandai senyum ini…menyukai pria bermulut kasar yang memiliki senyum indah. Aku sangat lemah terhadap senyumannya itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar