Laman

Jumat, 26 April 2013

Versi Teks Naruto Shippuuden The Movie 6: Road to Ninja bagian 2


-----Desa Konoha, Ruang Hokage-----

“Kau bilang, anggota Akatsuki yang telah mati menyerang? Bagaimana mungkin?” tanya Tsunade.

“Aku tidak tahu.” Sahut Kakashi. “…Mereka mundur tanpa serangan balasan.

“Aku tidak yakin apakah ini hanyalah sebuah ancaman atau ada tujuan lain…” ucap Tsunade.

“Mari memperluas penjagaan dan memperkuat patrol desa.” Usul Shizune.

“Baiklah.” Ucap Tsunade. Kemudian Ia memperhatikan tangan Kakuzu yang ada di kotak yang dibawa Kakashi, “Dan kita masih punya bagian tubuh ini untuk diteliti, kan? Lakukan bipsi dan bandingkan sekarang juga!”

“Baik!” ucap Shizune.


“Aku dengar, Akatsuki menjadi ekor kecil setelah diserang oleh kalian.” Ucap Ibu Kiba kepada Kiba.

“Yaaa begitulah. Tapi itu berakhir begitu cepat.” Ucap Kiba sambil mengelus-elus Akamaru.

“Itu tidak benar, kau sudah melakukannya dengan baik.” Ucap ibu itu membela anaknya. “…Itulah putraku, melakukan hal yang tepat saat melakukan sesuatu.”

“Bukankah semua anggota Akatsuki adalah orang yang kuat-kuat?” tanya Inoichi disisi lain kepada anaknya, Ino.

“Dan kalian membuat mereka kabur, kalian sama hebatnya dengan Jounin!” Sambung Chouza untuk anaknya, Chouji.

“Hehehee… hontou ni?” ucap Chouji dengan malu menggaruk-garuk kepalanya.

“Tentu.” Ucap Inoichi. “Karena itu kami membicarakannya. Kami telah memutuskan untuk mengirim surat rekomendasi ke Hokage untuk mengangkat kalian menjadi Jounin.”

“Benarkah? Jadi kami akan menjadi Jounin?” tanya Ino.

“Percaya dirilah, ini diputuskan dengan persetujuan bersama…” Ucap Ibu Kiba. “Benar, kan?”

“Ya, ya, benar, aku setuju…” ucap orang tua-orang tua Chuunin yang ada disana, seperti orang tuan Kiba, InoShikaCho, Sakura, Hinata, dll. Naruto lalu melintas di tengah-tengah mereka.

Naruto mendekati ibu Kiba dan berkata, “Eh, anoo… bukankah..” namun Ibu Kiba tidak mendengarkan dan melanjutkan obrolannya. Lalu Naruto memperhatikan Sakura yang nampaknya juga didukung orang tuanya.

“Ooo… Okaa-san…” ucap Sakura pada ibunya.

“Sakura selalu sembrono, melepaskan sepatunya dan melemparkannya, dan dia tidak pernah mencuci pakaian dan membersihkannya! Aku khawatir dia akan tetap melakukan hal itu bahkan saat dia menjadi Jounin…” ucap Ibu Sakura. Ayah Sakura dan orang-orang di sekitar tertawa terbahak-bahak, membuat wajah Sakura memerah.

“A-apa yang kau katakan di depan semua orang!?” ucap Sakura.

“Hihi.. Sakura tunduk di bawah ibunya…” ucap Ino.

“Kau tak perlu khawatir, Sakura bersama guru yang baik, jadi dia akan baik-baik saja bahkan jika dia dalan situasi ‘berbulu’.” Ucap ayahnya ikut melawak yang sebenarnya tidak lucu.

“Leluconmu… hahaha…” tawa Ibu Sakura pecah.

“Kalian berdua, kumohon hentikan!” ucap Sakura. “Leluconmu terlalu datar dan itu menyebalkan.”

Ibu Sakura jadi ikut-ikutan kesal, “Wah, lihat cara dia bicara…!!”

Melihat pertengkaran itu, Naruto mendekat dan berusaha melerai, “Oi Sakura, apa yang kau lakukan pada orang tuamu!?”

“Urusai! Bukan urusanmu!” ucap Sakura yang membuat Naruto sedikit terkejut.

Naruto berjalan pulang bersama Sai, terlihat matahari sudah mulai terbenam. Mereka berdua melewati taman bermain yang banyak anak-anak bermain kelereng di dalamnya.

“Sepertinya  semua orang tua merekomndasikan anak mereka menjadi Jounin…” ucap Naruto membuka pembicaraan. “Apa yang akan kau lakukan, Sai?”

Sai tersenyum seperti biasa, “Aku tidak yakin, karena sebelumnya aku adalah ROOT, cara menjadi Jounin pun berbeda…”

“Heeemmhhh…”

Naruto dan Sai berpisah, dan akhirnya Naruto berjalan pulang sendirian. Ia melewati kedai Ichiraku dan tidak mampir disana. Lalu Ia melihatnya, pemandangan itu…

Sebuah toko dengan reklame bergambarkan keluarga yang nampak bahagia… lalu disamping Naruto lewatlah sebuah keluarga dengan anak perempuannya,

“Wah, bagaimana kau akan menghabiskan semuanya?” tanya si ayah kepada anak perempuannya yang membawa begitu banyak makanan di tangannya.

“Haha, aku dapat menghabiskannya, kok!” ucap sang anak dengan wajah yang bahagia.

“Gigimu akan rusak..” ucap sang ayah.

“Bukan masalah! Hehe…” ucap sang anak lalu keluarga itu berlalu. Naruto hanya memperhatikan…

Hari sudah semakin pertang, tanpa sadar Naruto melewati sebuah taman bermain yang penuh dengan anak-anak. Satu persatu orang tua dari anak-anak itu datang menjemput anaknya dan menggendong anaknya pulang.

Lalu, tanpa sengaja mata Naruto menangkap gambar patung Hokage Keempat. Ya, patung wajah ayahnya itu. Ia teringat kenangan saat Ia bertemu dengan ayahnya, lalu saat bertemu dengan ibunya… kedua orang tua yang seharusnya dia miliki saat ini…

Sambil berjalan memnunduk, Naruto berjalan menjauh dari taman itu…


Naruto sudah sampai di depan pintu rumahnya, dan memutar pegangan pintunya perlahan. Ia masuk ke rumahnya dan membuka pintu kamarnya, ada sesuatu yang nampak kurang di rumahnya itu. Sepi… sunyi…

Naruto membuka pintu kamarnya dengan ragu-ragu. Seakan ada sesuatu yang Ia harap akan Ia temukan begitu pintu itu terbuka. Ia menghela nafas dan tersenyum,

“TADAIMA—“ langkahnya berhenti. Ruangan itu kosong, hanya ada bekas kotak ramen instan dan sampah-sampah makanan instan di kamar itu. Tidak ada orang yang penuh kasih sayang mengucapkan “Okaerii~” kepadanya. Naruto tiba-tiba tersadar akan kenyataan itu.

Malam hari di Konoha nampak cukup ramai, Naruto dan Iruka duduk di bangku Ichiraku Ramen Bar.

“Bukankah kau bilang ada sesuatu yang ingin kau katakan?” tanya Iruka pada Naruto.

“Eeetttooo… Iruka-sensei,… baiklah… itu…” ucap Naruto mencoba memilih kata-kata. “Bisakah kau menulis surat rekomendasi Jounin?”

“Apa?”

“Semua rekanku bilang bahwa ayah atau ibu mereka akan menuliskannya untuk mereka.” Ucap Naruto. “Jadi aku ingin kau—“

“Tidak, aku tidak bisa.” Potong Iruka.

“Eee? Kenapa tidak?”

“Ada peraturan untuk semua itu.” Ucap Iruka. “Kau harus menjadi Chuunin dulu. Kau telah melindungi desa dari Pain dan kau dipuji sebagai pahlawan yang menyelamatkan desa, tapi aku tidak bisa memberimu perilaku special.”

Naruto mendesah, agak kesal.

“Ayahmu yang Hokage Keempat juga melewati tingkat Genin, Chuunin, Jounin, dan menjadi Hokage. Dan dia menjadi seorang pahlawan.” Ucap Iruka.

“Lalu dia berubah menjadi pahatan batu.” Ucap Naruto mengalihkan mukanya. “Batu tidak bisa mengatakan ‘Selamat Datang (Okaeri xD)’.”

“Naruto…”

“Terkadang, aku berpikir… daripada punya orang tua yang diukir di batu dan tidak mampu bicara, akan lebih baik punya orang tua yang bisa berkata ‘Selamat Datang’ saat aku pulang. “ ucap Naruto.



“Iruka-sensei, orang tuamu juga—“

Iruka menggebrak meja, “Kau bodoh, berhenti bicara hal-hal bodoh!” ucapnya.

“Eee?”

“Mengapa leluconmu begitu buruk sekarang?” ucap Iruka dan kembali duduk tenang.

“Entahlah.” Ucap Naruto.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar