Laman

Minggu, 26 Mei 2013

Versi Teks Death Note chapter 3 bagian 2


Pak Ketua tadi keluar mengenakan mantelnya, dan sedikit merengganggkan badannya. “Mau pulang, pak direktur?” seseorang menghampirinya. Orang yang bernama Matsuda di rapat tadi.

“Ha? Iya, benar. Aku rasa aku sudah bekerja cukup keras malam ini.”

“Oh baiklah kalau begitu… sampai jumpa…” ucap Matsuda.

“Iya.” Sang ketua berbalik untuk pergi, namun,

“Ano…” ucap Matsuda.

“Hm?” gumam sang ketua. “Apa yang sebenarnya kau pikirkan, Matsuda?”

“Ini tentang pertanyaan yang kubuat…’Kejahatan yang menurun’, jika anda berpikir tentang itu semua orang sudah tahu… apa anda pikir sebaiknya aku diam?” tanya Matsuda.

“Jangan bercanda, apapun masalahnya, (minumnya teh botol sosro#plaaakk) aku ingin kau menyelesaikannya kasus ini sesulit apapun itu.”  Ucap si ketua. “Itu baru akan jadi masalah kalau kau mengatakan ‘kita harus memberikan penghargaan kepadanya atas apa yang telah Ia lakukan’.”

“Aku… aku tak akan pernah… memberikan penghargaan kepada seorang pembunuh maniak.”


“Wow, kakak sangat pintar!” ucap Sayu yang sedang diajari oleh Raito.
“Apa kau sudah mengerti sekarang?” tanya Raito.
“Ah, iya, tentu.”

TING DONG! Bel rumah Raito berbunyi.

“Sepertinya ayah sudah pulang.” Ucap Sayu dan kabur meninggalkan Raito.

“Hei, setidaknya yang terakhir kau yang kerjaka sendiri, oke?!”

“Aku akan mengerjakannya setelah makan malam~” ucap Sayu.

“Raito! Sayu! Waktunya makan malam, cepat turun!” suara ibu mereka memanggil.

Sayu menuruni tangga, sementara Raito mengkitu di belakangnya, “Aku turun. Selamat datang, ayah!” ucap Sayu.

“Ayah sudah pulang?” Raito menghampiri ayahnya.

“Ya, aku pulang.” Ucap ayahnya yang ternyata adalah ketua investigasi tadi.


Raito sekeluarga makan di meja makan dengan Ryuuku yang berdiri di belakang Raito.

“Raito, bagaimana sekolahmu?” tanya ayah Raito.

“Hah?... tidak buruk, sama seperti biasa.”

“Itu benar. Kakakku si juara kelas yang seperti biasa.” Ucap Sayu dengan nada mengejek.

“Kebanggaan kita seperti biasa.” Ucap Ibu Raito ikut-ikutan.

“Dan bagaimana denganmu, Sayu?” tanya ayahnya beralih ke Sayu.

“Haah? A-aku sama seperti biasa ku rasa… haha…” Say menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

“Sudah kuduga.”

Raito memperhatikan ayahnya, “Ayah, kau terlihat lelah..”

“Yah, aku sedang berusaha menyelesaikan kasus yang sulit, itulah mengapa… ini seperti mencoba menangkap hantu.” Ucap ayahnya. Ia tidak tahu kalau hantu yang Ia maksud ada di hadapannya. “Hanya saja… hari ini pimpinan memperkirakan bahwa berdasarkan waktu pembunuhannya, tersangka adalah pelajar.”


Raito tersenyum sambil memakan nasinya, karena tebakan itu memang benar…

“Sebaiknya kita tidak membicarakan tentang ini saat makan malam.” Ucap ibu Raito.

“Ini karena Raito sudah membantuku menyelesaikan kasus sebelumnya…” ucap ayah Raito.

“Ayahnya sang detektif… sekarang aku tau darimana kepercaya-diriannya berasal..” pikir Ryuuku yang akhirnya menemukan jawaban.

“Terima kasih atas makan malamnya, bu…” ucap Raito.
“Cepat sekali!”ucap Sayu kagum.

Raito pergi ke bak piring untuk mencuci piringnya, “Sayu, kita sudah selesai dengan PR-mu, kan?”

“Ya, terima kasih.”

“Kau minta bantuan Raito, Sayu?” tanya ayahnya.
“Hey, kenapa kau bilang di depan ayah!?” ucap Sayu, Raito tersenyum.

“Oh iya, bu,…” ucap Raito. “Aku akan membersihkan kamarku sendiri, jadi jangan masuk, ya?”

“Apa maksud perkataanmu? Kita sudah melakukan itu semenjak kau mulai masuk SMA…” ucap ibunya.

“Benar… sepertinya kakakku sudah mulai tumbuh dewasa.” Ucap Sayu.

CLICK! Raito mengunci pintu kamarnya.

“Wah, wah, mereka tidak hanya tahu kau berada di Kanto, tapi juga mereka tahu kalau kau ini seorang perlajar…” ucap Ryuuku.

“Lantas? .. aku akan memberikannya aksiku.” Ucap Raito. “Saatnya membawa Death Note ini ke level selanjutnya…” Raito membuka lembar-demi-lembar Death Note-nya. “Lihat, Ryuuku. ‘Jika kau menulis sebab kematian dalam 40 detik setelah menulis nama orang itu, maka orang itu akan mati sesuai dengan apa yang ditulis. Jika penyebabnya tidak ditulis, maka orang itu hanya akan mati akibat serangan jantung. Sekali mulai menulis, kau punya 6 menit 40 detik lebih panjang untuk menyelesaikan gambarannya’.” Ucap Raito membacakan salah satu aturan di buku Death Note. “Itu artinya jika aku menulis ‘serangan jantung’ aku masih bisa menulis kondisi kematiannya. Aku mungkin bisa menghiburmu dengan ini.”

----Tiga Hari Kemudian----
“Apa?! 23 kematian lagi kemarin?!” teriak si ketua, ayah Raito.

“I-iya, pak…”

“Kapan ini akan berakhir…” ucap anggota yang lain.

“Hal yang sama terjadi sehari sebelumnya… setiap jam demi jam… satu demi satu…” ucap si ketua tidak melanjutkan.

“Yang ini terjadi selama jam kerja secara berurutan.”

“Kupikir bahwa teori kalau tersangkanya adalah pelajar itu salah…”

“Tunggu, bisa saja dia membolos pada hari-hari ini, dan…”

“Bukan begitu!” ucap L menengahi. Rupanya disana juga ada Watari dan laptopnya yang terhubung ke L.

“Itu bukan hal yang Kira coba lakukan… dia mencoba memberitahu kita bahwa dia bisa membunuh kapanpun dia mau…” ucap L. “Dan dia mau kami  tahu bahwa dia tahu tentang rencana kami… dia menantangku secara langsung…” pikir L.

Raito pergi ke sebuah rumah yang nampak sudah tak terpakai sepulang sekolah.

“Oh, jadi itu yang ingin coba kau sampaikan, Raito?” tanya Ryuuku.

“Haha. Ya. Kupikir L pasti mulai bingung..” ucap Raito. “Hanya untuk rencana ini, aku membutuhkan 50 korban lebih.”

“Hmm.” Gumam Ryuuku.

Raito masuk ke rumah yang sudah tidak terpakai itu dan duduk didalamnya. “Bagaimanapun juga, masih ada beberapa masalah yang tampak…”

“Masalah?”

“Kau akan terlihat oleh siapapun yang menyentuh Death Note, kan? Setelah mendengar itu, aku tidak pernah melepaskannya dari pandanganku…” Raito mengeluarkan Death Note yang Ia sembunyikan di balik bajunya. “Akan sangat bahaya jika aku meninggalkannya. Hingga saat ini, jika keluargaku melihatnya, aku pikir aku bisa membuat ijin untuk merahasiakannya bahwa aku adalah Kira,  sehingga aku bisa belajar menjadi detektif.”

“Aku seperti berjalan di atas tali. Jika Kira tidak hati-hati, dia akan mengakhirinya dengan..” ucap Raito lagi. “…MEMBUNUH KELUARGANYA SENDIRI.”



Tidak ada komentar:

Posting Komentar