Laman

Jumat, 24 Mei 2013

Versi Teks Defense Devil chapter 11


Sebelumnya: Defense Devil chapter 10

“Malam itu sangat gelap. Cahaya bulan pun seolah di telan kegelapan.” Ucap Paul. “Dan hanya dengan satu tembakan… dia tewas.”

Paul menceritakan kembali adegan ketika Ia melakukan pembunuhan. “Ini bahkan jauh lebih gampanga daripada gang menembak.”

“Membunuh orang… gampang…?” tanya Kucabara.

Paul terdiam. Ia, Kucabara, dan Bichiura sedang berada di tempat kejadian sekarang. Kucabara menorehkan sebuah garis putih di tempat yang kira-kira merupakan tempat jatuhnya korban setelah tertembak.

“Kenapa, Paul? Kenapa kau membunuh!? Bahkan dia seorang guru TK…!”

“Entahlah, aku tidak ingat.” Jawab Paul enteng. “Yang kuingat, setelah membunuh wanita itu…waktu kabur ke hutan, muncul…” Paul mengingat-ingat lagi sosok besar seekor  beruang. Mungkin hewan itulah yang membunuhnya.

Kucabara menyemprotkan spray-nya untuk mendeteksi barang yang berhubungan dengan kejadian di tempat itu, namun tidak ada yang bereaksi. Kucabara mulai gelisah.

“Ha-halo Elimona?” Kucabara menelpon Elimona dari sebuah boc telpon di pinggir jalan. “Ini aku Kucabara. Bagaimana memulainya, ya… aku terkena jebakan Shinigami. Aku menjadi pengacara arwah yang sudah melakukan pembunuhan dan mungkin tidak bisa lolos. Dan aku tidak bisa membuat bukti bahwa dia tidak bersalah…” ucap Kucabara.

“Ya--!! Aku sudah memakai Devil Search Spray sampai habis satu botol… tapi tidak juga menemukan apa-apa. Tidak ada petunjuk sama sekali. Mungkin karena sebelumnya aku sudah dua kali berhasil, aku jadi sombong…” lanjut Kucabara. Admin sedikit bingung bagaimana caranya Kucabara menelpon ke dunia setan… “Halo? Halo? Devil Phone ini rusak, ya?” Kucabara menjawab pertanyaan admin.

nb: “Devil Phone” adalah telpon yang memungkinkan berkomunikasi antara dunia manusia dan dunia setan melalui telpon biasa.

“Maaf, Kucabara…” ucap Elimona. “…kabel teleponku lepas. Lalu kenapa jadi murung seperti itu? Tidak seperti dirimu yang kukenal selama ini…” kali ini Elimona memakai seragam polisi. Ia memang suka ber-cosplay ala manusia. “Suruh kriminal itu untuk mengaku, kalau malas-malasan kutangkap kau!!”

“Lagi-lagi cosplay aneh, ya?” Kucabara sudah menyadarinya bahkan tanpa melihat langsung.

“Aduuuh, aku tidak bisa bergerak gara-gara borgolku sendiri~” ucap Elimona. “Kucabara, tolong aku sayang…”

“Jangan bercanda!! Sudahlah, aku tutup ya! Bodoh aku minta saran padamu…” ucap Kucabara agak kesal, ini bukan waktunya bermain-main.

“Tunggu, Kucabara. Bukan berarti sama sekali tidak ada cara…” ucap Elimona. “Mungkin kau bisa membuktikan kalau Paul tidak bersalah…”

“Hah?! Ada cara?!” tanya Kucabara. “Tolong beritahu aku… bagaimana cara membuktikannya!!”

Bichiura yang berada di luar box-pun terkejut ketika Kucabara menanyakan sesuatu tentang “cara membuktikan”. Sejenak Kucabara terdiam mendengarkan cara yang diberitahukan Elimona. Lalu Kucabara nampak pucat…

“Ada apa tuan!?” tanya Bichiura khawatir.

“Bichiura…” ucap Kucabara. “Katanya Elimona akan memberitahu kita jika kita bisa menebak warna pantsu-nya…” *gubrak* =__=

“Dasar mesum!! Padahal sekarang ini kondisi kami sedang darurat!” ucap Bichiura.
“Jangan marah, Bichiura, kau tahu kan bagaimana sifat Elimona…” ucap Kucabara.
“Huft…” Bichiura mencoba menenangkan diri sementara Kucabara menebak.

“Salah!! Kesempatanmu tinggal sekali lagi!” ucap Elimona.

“Gimana nih…?” tanya Kucabara.

“Sial, aku merasa dipermainkan.” Ucap Bichiura.

“Putih… eng… pink… eng…. Mungkin hitam…?”

“Aku tidak mau susah-susah memikirkan hal seperti itu!!” teriak Bichiura kesal.

“Kucabara, cara berpikirmu sedikit kaku, ya…” ucap Elimona. “Kalau jadi pengacara itu harus sedikit lebih kreatif… soalnya mungkin saja… aku memakai pantsu dengan motif bunga-bunga. Kau mengerti kan… maksudku?”

Kucabara nampaknya mengerti sesuatu, dan Ia langsung berlari keluar box itu, “Bichiura, Paul, awas – bahaya!!” Kucabara menyelamatkan Bichiura dan Paul tepat beberapa detik sebelum sebuah mobil besar yang oleng menabrak mereka.

“UWAAAAA~~!!”

“Gila! Kenapa bisa sampai ada benda seperti ini?!” Bichiura bertanya-tanya. Bensin mobil itu bocor, dan tiba-tiba sebuah ledakan terjadi. Ban mobil itu terlepas dan mengenai Bichiura hingga membuatnya pingsan.

Kucabara menggendong Bichiura, dan Ia melihat ke atas gedung di atasnya. Disana nampak berdiri Sugal. “Sugal—!! Ternyata kau—“

Sugal mengeluarkan sebuah apel dari saku-nya.
“Hah, apa itu??” Kucabara bertanya-tanya. “Bom berbentuk apel…?” lalu Sugal memakan apel tersebut. “Hah, apel biasa?? Jangan bikin bingung dong!!”

Apel itu dilempar oleh Sugal ke sebuah tong sampah, lalu karena suatu cairan yang disenggol apel tersebut, tong sampah itu terbakar. Karena panas, salah satu bekas tempat minuman itu meluncur ke atas mengenai kabel suatu reklame dengan keras hingga menyebabkan kabel itu mengarah ke Kucabara.

“Uwaaaaaa~!!!” Kucabara menghindar. Tanah yang terkena hempasan kabel besar itu menjadi retak dan mengeluarkan asap. “Hampir saja… apa yang kau lakukan!?”

“Hei, awas!!” teriak Paul. Reklame yang tadi putus kabelnya jatuh mengenai Kucabara, namun Kucabara berhasil menahannya. Bichiura yang tadi dibawanya terpaksa dilepas.


“Hyaaaaa!!” reklame itu bukan reklame biasa, nampak berat dan besar. Sugal mendekat dan mengambil Bichiura yang masih pingsan. Kucabara tidak dapat melakukan apa-apa karena Ia masih tertimpa reklame itu.

“Itu satu ton. Berat, kan? Kudengar kau mengalahkan adikku. Aku kagum.” Ucap Sugal. “Kita akan bersenang-senang sedikit. Kalau kau bisa membuktikan kalau Paul tidak bersalah samapai dini hari nanti…”

“Cih… kau akan menyesal… karena memberi kelonggaran seperti itu.” Ucap Kucabara. Matanya menatap dengan penuh kebencian, darah mengalir keluar dari mata Kucabara.

“Yah, mata itu… mata penuh kebencian.” Ucap Sugal. “Jangan lupa batas waktunya hanya sampai dini hari.”

Lalu Sugal menghilang dengan membawa Bichiura dan meninggalkan Kucabara yang masih tertimpa reklame bersama Paul.

“Bichiura…”
BRRRRUUUMMMM!! Kucabara dan Paul ngebut menaiki sebuah motor matic yang entah didapat darimana.

“Perubahan sudut pandang?” tanya Paul setelah Kucabara menjelaskan tentang apa yang Elimona coba beri tahu.

“Benar, begitulah nasihat Elimona. Saat tidak ada jawaban kita harus mencoba berpikir dengan cara lain. Kalau dipikir-pikir dia ada benarnya juga…” ucap Kucabara. “Aku setengah mati mencari bukti, padahal kau sendiri telah mengakui bahwa kau telah membunuh. Seharusnya aku berpikir lebih sederhana… ‘jika kau memang bersalah kenapa kau tidak langsung jatuh ke dalam neraka?!’.”

“Apa maksudmu? Jelaskan dengan cara yang mudah dimengerti…”

“Kita sudah tidak punya waktu. Kita harus segera memeriksa mayat guru TK itu…” ucap Kucabara. “Kalau dugaanku benar… ada pelaku lain di dalam kasus ini.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar