Kamis, 03 Januari 2013

Versi Teks Kimi ni Todoke chapter 0

-----Prolog-----
Dengan rambut hitam pekat… dan kulit pucat walau di tengah musim panas…
“Ya, ya, itu!!” “ahaha, serius?” dua orang gadis sedang berbincang-bincang. Tanpa sadar, salah satunya menjatuhkan sapu tangannya.

“Permisi, kamu…” ucap seseorang dari belakang gadis-gadis itu. “…menjatuhkan ini.” Seseorang itu menyodorkan sapu tangan yang tadi terjatuh. Ia adalah seorang perempuan. Rambutnya yang hitam pekat dan kulitnya yang pucat membuatnya terlihat seram.

Dua gadis tadi ketakutan melihat orang itu, “ma..maaf!!” “hm, maaf, kami tidak butuh lagi!!” kedua gadis itu kabur dengan ketakutan.
 


“Ah…” ucap orang itu. Sawako Kuronuma, namanya. Umurnya 15 tahun. Moto favoritnya adalah berbuat amal sekali sehari.


“Maksudmu Sadako dari Ring*?” beberapa perempuan bergosip di wc.
“Orang tuanya memilih nama yang cocok untuknya!” “Apa benar Ia bisa melihat hantu?”
nb: di Jepang, nama hantu wanita di movie ‘the ring’ adalah Sadako.
“Ya, katanya dia bisa juga memanggilnya… aku kurang tahu, karena tidak banyak yang se-SMP dengannya.” Ucap perempuan-perempuan itu. “Dan juga, orang yang melihat matanya selama lebih dari 3 detik, setelah tujuh hari…” ucapan perempuan itu terpotong. Ia melihat sesuatu di cermin wc. Penampakan hantu!!

“Ini kubukakan untukmu…” ucap penampakan itu. “Dan satu hal lagi…” belum selesai Ia bicara, perempuan-perempuan yang bergosip tadi sudah lari entah kemana.
“Aku tidak bisa… melihat hantu…maaf sudah memotong pembicaraan.” Akhirnya penampakan itu berbicara pada diri sendiri. Sebenarnya Ia bukan penampakan, “Dan nama yang diberi orang tuaku itu Sawako…namaku sama sekali tidak mencerminkan penampilanku, kok….”
nb: Sawako berasal dari kata ‘sawa’ yang artinya menyegarkan.
Nama panggilannya sejak SD adalah Sadako. Sekarang ini, nama aslinya hampir tidak diketahui semua orang, dan dia mulai khawatir tiap hari..

“Pagi!!” “Pagi!!” “Selamat pagi!!” semua anak sekelas saling mengucapkan salam dengan ceria. Lalu datanglah Sawako, “Pagi” sapanya. Dunia berubah menjadi suram xD. Olala~

“Aoa aku sudah memberi salam yang ceria?” tanya Sawako pada dirinya sendiri.
‘Dan aku juga mau membuka hatiku pada semua… aku ingin menjadi orang yang tidak menakutkan bagi yang lain…ya, misalnya….’
GREEKKK, terdengar suara pintu kelas bergeser, seorang laki-laki melangkah masuk.
‘…..Kazehaya…..’

“Selamat pagi!!” sapa laki-laki itu.
“Pagi” “Pagi” “Hei, Kazehaya” “Pagi, Kazehaya” “Kazehaya, sudah kerjakan PR-mu?” balas teman-temannya.
“Tentu saa belum.” Jawab Kazehaya santai. “Ah…” padangan mata Kazehaya bertemu dengan Sawako, Ia tersenyum. “Selamat pagi, Kuronuma.”

‘Dia orang baik!’ pikir Sawako. ‘Dia memperlakukanku sama dengan yang lainnya!’
“Pa… pagi…” jawab Sawako suram. Sepertinya Ia tidak bisa mengekspresikan kegembiraannya.

“Hei, Kazehaya!” seorang teman Kazehaya itu menariknya dan membisikkan sesuatu. “Kalau kamu memandang matanya tiga kali sehari, akan datang hal buruk, lho! Katanya dia bisa pakai shikigami juga!!” bisik temannya.
nb: shikigami adalah mahkluk yang dipanggil.

“Apa itu? Tapi yang lebih penting, bodoh!!” ucap Kazehaya. “Semua teman sekelas kita mau mengadakan tes keberanian yang kita bicarakan kemarin…akan lebih menyenangkan kalau banyak orang.” Kazehaya tersenyum tulus. Sawako memperhatikannya.
“Kazehaya selalu menjadi pusat perhatian semua…dia bersinar dan energik..” pikir Sawako. “Teman-teman secara alami berkumpul didekatnya…semua cowok mengelilinginya, sangat bertolang belakang dengan apa yang mereka lakukan padaku” Sawako teringat kenangannya dulu, ….
-----Di hari upacara masuk sekolah-----
Sawako melihat seorang laki-laki yang mengenakan seragam sama dengan yang dikenakannya, nampak kebingungan di bawah pohon sakura.

“Anu… mungkin kamu…” ucap Sawako dari belakang. “Kalau mencari SMA Kitahoro disebelah sana…ke kanan.”

“Eh?” Kazehaya menengok ke belakang untuk melihat siapa yang bicara dengannya. “Terima Kasih! Jadi tertolong, deh…”
Dia selalu tertawa dan mengatakan terima kasih padaku…padahal orang lain selalu salah sangka padaku karena beberapa alasan… sejak hari itu… Kazehaya menjadi idolaku…
-----flashback berakhir-----
“Jadi, tes keberanian akan diadakan sebelum ujian akhir.” Ucap Kazehaya di depan kelas. ‘Akan kutempelkan kertas di papan bulletin. Bagi yang mau ikut, silahkan tulis nama disana. Tapi, kalau bisa semuanya ikut!! Biayanya 200 yen.” Ucapnya lagi. “aku akan memberitahu hasil, hadiah, dan hukuman gamesnya pada hari upacara penutupan.”

“Semua? Apa aku juga boleh ikut?” pikir Sawako dalam hati. Hatinya deg-degan.

“Hei, apa kamu mau ikut?” “ahaha, iya.”
“Ah!” Sawako melihat ada rambut rontok di bahu salah seorang anak. “Ada rambut di bahumu…”

DEGG!! Anak itu terkejut ketika berbalik menemui ekspresi seram Sawako. “AHHH!!! MAAFKAN AKUUU!!!” ucap anak itu ketakutan.
“Mau kau apakan rambutku!?”
“Eh? Apa Sadako ikut juga..?”

‘Ja..jangan takut begitu…’ pikir Sawako. ‘Bukan begitu… salah paham lagi…’

“Kalau Sadako datang, yang asli juga akan datang.”

‘Eh.. aku… aku tidak boleh mengecewakan mereka! Tidak bisa termaafkan kalau mereka tidak ikut hanya karena hal itu…’ pikir Sawako. ‘Aku harus bagaimana…?’


“Aku mau mengumpulkan buku catatan ilmu politik, jadi tolong kumpulkan di mea guru.” Ucap Sawako di depan kelas. Wajahnya seperti biasa, suram. Anak-anak mengumpulkan buku dengan cepat dan buru-buru, berusaha semaksimal mungkin tidak memandang mata Sawako.. ketika Ia merasa semua buku sudah siap, Ia segera pergi.

“Kalau aku benar-benar punya kekuatan untuk melihat hantu, aku akan senang karena bisa memberi tahu cerita hantu…” pikir Sawako sambil berjalan. “Tapi bagaimana caranya agar bisa seperti itu, ya?”
Tiba-tiba Sawako terpikir tentang Kazehaya, “…Aku rasa aku mengaguminya…aku ingin menjadi orang seperti Kazehaya…”

“Ini.” Seseorang menyodorkan buku catatan dari belakang Sawako. “Ini punyaku.” Ucap Kazehaya.

“Ah…” Sawako yang terkejut itu tetap memasang ekspresi suram-nya. “O.K…. terima kasih…”
“Sama-sama.”

‘Aku kira tidak akan ada yang membawakannya padaku!’ pikir Sawako. ‘Aku sangat senang dengan tindakannya―!’
“Sudah, ya..” ucap Sawako pada Kazehaya. ‘Aku akan berusaha untuk misi ini!’ pikirnya.

“….Kamu hebat, ya,….Kuronuma…”

!!? “A.. kok aku…?” tanya Sawako tak mengerti. ‘Bukannya Kazehaya yang hebat?! Dia bahkan memperlakukannku secara adil!’ pikir Sawako.

“Ya. Dan…” ucap Kazehaya. Mata Kazehaya dan Sawako bertemu. Tiba-tiba Kazehaya memalingkan wajah. “…Tidak. Lupakan saja.”

“Eh?”
‘Dia pasti percaya kalau menatap mataku selama 3 detik kesialan akan datang…’ pikir Sawako. ‘Oh, tidak!!’ Sawako berlari. “Maafkan aku~!!” ucapnya.

“Ah!” desah Kazehaya.

‘Hampir saja aku membuat orang baik seperti dia merasa tidak nyaman!’ pikir Sawako. ‘Walaupun aku tidak pernah menimpakan kesialan pada yang lain sebelumnya…’
“Dan sebentar lagi liburan musim panas. Dan liburan musim panas berarti sekolah selama musim panas” ucap seorang guru. “Kalau ada yang bisa membantuku saat aku tidak ada di sekolah sebelum dimulai sekolah saat musim panas….”

Belum selesai guru itu berbicara, para murid sudah mengeluh. “Apa!?” “enak saja!” “liburan ya untuk istirahat!” “lakukan saja sendiri!”

“Tidak selamanya, kok.” Ucap guru itu. “Kalau tidak ada suka-relawan, aku akan memilih sendiri.” Guru itu melihat absen. “Hari ini tanggal 14, bagaimana kalau anak yang nomor absennya 14?”

‘Jangan bercanda!’ pikir Sawako. ‘Semua dalam masalah, jadi…’ Ia mengangkat tangan. “Anu…” ucapnya. “Kalau bapak mau, aku bisa.”
Aku senang bisa berguna…

“Ku..Kuronuma… kamu mau?” tanya guru itu dengan ekspresi jangan-bercanda,-kau-mau-membunuhku?

“Pak! Kuronuma selalu melakukan hal-hal itu!” ucap Kazehaya. “Selalu menjadi anggota komite atau melakukan sesuatu yang aneh.” Eh, apa ini pujian? ==a

“Sungguh?” “Ah, benar juga, anggota komite kelas kita kan Sadako” “Tadi dia yang mengumpulkan buku catatan kita…” ucap murid-murid itu seolah selama ini Sawako tidak ada di dunia ini, tidak ada di kelas ini.

“Dan… yang beraktivitas di klub juga tidak boleh…” ucap Kazehaya.

“Oh, kalau begitu kamu saja, ya, Kazehaya?” ucap guru itu.

‘Jangan… Kazehaya…’ pikir Sawako.

“Hm.. aku rasa tidak ada jalan lain!” ucap Kazehaya. “Akan kulakukan…!”

GREEKK.. Sawako menggeser bangkunya dan berdiri. Aura suramnya menguar ke seluruh penjuru kelas. “Anu… biar aku yang melakukannya … aku…” ucap Sawako. “…Tidak punya kegiatan selama liburan musim panas, aku sangat bebas, sangat-sangat bebas… dan juga rumahku dekat.”

“Ka..kalau kamu memang mau…” ucap guru itu takut-takut.

“Hampir saja, ya, Kazehaya!” ucap seorang teman Kazehaya kepadanya, tapi Ia tidak mendengarkan. Ia sedang memperhatikan Sawako.

‘Dia tahu… dia memperhatikan teman sekelas…’ pikir Sawako. ‘…dan sampai tahu aku melakukan hal seperti itu…ini…’ Sawako tertegun dengan apa yang dipikirkannya. ‘…mungkin pertama kalinya aku merasa begitu dimuliakan!’
….

‘Bukannya aku ingin dia mengetahuinya… tapi aku senang dia begitu…’ pikir Sawako ketika sedang menyiram bunga di samping dinding ruang kelasnya. ‘Dia bahkan menyadariku saat aku terlihat terang…aku akan memujamu, Kazehaya…’

“Ah, Sadako?” panggil seseorang dari belakang. Orang itu perempuan. “Sudah dapat teman!? Kita jarang bertemu diluar kelas, ya…” perempuan itu tertawa dengan ekspresi takut. “Ah… lama tidak jumpa.”

“Masih be…belum.” Sawako menatap dengan ekspresi suram-luar-biasa.

“Aku khawatir karena tidak ada teman SD atau SMP yang sekelas denganmu, Sadako.” Ucap perempuan itu. “Karena kamu itu susah banget dimengerti.” #Dalem banget kata-katanya O.O nusuk!!

“Hm… tapi… ada orang yang bernama Kazehaya…” ucap Sawako.

“Oh! Kazehaya, maksudmu cowok segar itu?”

“Daripada dibilang segar, lebih tepatnya dia itu… 100% menyegarkan!! Bukan…” ucap Sawako tanpa menyadari siapa yang bersandar di jendela kelas. “Daripada itu, lebih mirip dia mengeluarkan keceriaanya…kamu akan terkejut…”

“Ah….” Perempuan itu melihat ke arah jendela.

“Eh?” Sawako mengikuti arah pandangan perempuan itu, dan….
‘Kazehaya!’ wajah Sawako langsung memerah. ‘Apa dia dengar tadi? Ah, memalukan!!’

“Sadako! Sadako!” bisik si perempuan tadi. “Ayo minta maaf, dia dengar perkataanmu tadi.”

“Eh?”
‘Minta ma…?’ pikir Sawako. ‘Padahal aku memujinya…..’

“Aku harus menganggap apa yang tadi itu?” tanya Kazehaya.

Sawako terdiam. Wajahnya memerah lagi. Ekspresi suramnya seakan lepas. “Se…sebagai pujian!” jawab Sawako.

‘Pujian? Begitu, ya?’ pikir perempuannya tadi.

“Hah!!? Oke deh!” Kazehaya tertawa. “Aku akan kesana, jadi tunggu sebentar. Jarang ada kesempatan bicara denganmu.” Ucap Kazehaya.

“Eh…? Tunggu…?” Sawako mencoba mengerti arti kata-kata itu. “Eh…?”

“Baguslah, Sadako. Kelihatannya tidak salah paham. Kazehaya tidak bisa membiarkan anak ceria sendirian!” ucap perempuannya itu. “Itu kata anak kecil dari tempat kita. Sampai jumpa!”

‘Orang… yang baik… saat aku mengatakan perasaanku padanya, Dia mengerti.’ Ketika itu Sawako sudah berbicara dengan Kazehaya. ‘Ketika aku bilang aku tidak bohong… dia mempercayaiku…’

“Hahaha,” Kazehaya tertawa. “Baguslah, aku kira kau membenciku, Kuronuma!”

“M-masa aku benci.. kenapa?” ucap Sawako gugup. “Aku… ingin.. setiap hari, menjadi orang seperti… kamu, Kazehaya…”

“Itu…” wajah Kazehaya memerah. Ia mengusap hidungnya. “Aku bukan contoh bagus begitu, kok… aku malu mendengarkan itu..aku biasanya menyesatkan…”

“Tidak. Tidak!” ucap Sawako. “Maksudku, kamu bahkan… punya nama yang menyegaran! Aku yakin itu!”

“Yakin? Kalau itu, bukannya kamu yang lebih menyegarkan, Kuronuma?” Kazehaya tersenyum. “Artinya… rawa… hitam… SAWAKO.” Ucap Kazehaya. “Sawako Kuronuma… kan?”

“Eh?”
‘Tidak seorangpun―pernah memanggilku seperti itu. Ini… mungkin pertama kalinya…ada yang tidak salah paham…’ pikir Sawako. ‘Cowok ini baik sekali… ini pertama kalinya…aku….dipanggil dengan namaku sendiri….’

“Saat kamu berbicara dengan wajar, perasaanmu juga akan wajar, kan?” tanya Kazehaya. “Kuronuma… ikutlah tes keberanian.”

‘Ini yang pertama…. Sejak aku lahir….’
“Selamat pagi!” “Selamat pagi!” “Hei, Kazehaya!” “pagi!”

“Selamat pagi.” Ucap Sawako ketika Kazehyaa melewatinya. Teman-temannya hanya melongo. “Ayo kalian juga!” ucap Kazehaya ke teman-temannya.

“Pagi.” Ucap Sawako duluan.

“Pa-pagi…” ucap teman-teman Kazehaya yang sudah mengorbankan hidup dan matinya demi kata ‘pagi’ itu XD. Pipi Sawako merona merah.

“Ini pertama kalinya aku bicara dengan Sadako.” Ucap teman Kazehaya.
“Kau bisa bicara dengannya kapan saja.” Ucap Kazehaya. “Dia normal saja, kok” mereka kemudian berjalan ke kelas.

‘Wow…. Aku senang……’ pikir Sawako. Ia sudah menentukan pilihannya.
“Hei, di tes keberanian nanti, apa aku perlu menjadi hantu, ya?” tanya Sawako pada dirinya sendiri ketika Ia melihat selebaran pendaftaran peserta tes keberanian. “Tapi, apa mereka akan takut? Ya, kamu cocok sih…apa mereka sudah selesai merekrut?”

“Tapi kalau Sadako yang melakukannya, yang lain pasti akan takut hanya dengan melihatnya berdiri, kan?” ucap seorang perempuan kepada temannya. Tanpa sengaja Sawako mendengarnya. “Biar dia pakai baju putih.”
“”Ya! Pasti ketakutan!!”
“Hah.. Sadako mungkin tidak mau menjadi hantu…”
“Biar dia sembunyi terus…ah! Pasti dia tidak mau melakukannya, kan?”
“Tidak, kita akan bilang ‘ayo kita bertemu diatas sana’ atau apalah! Ahahaha”
“Jangan kelewatan, itu namanya menggencet.”
“Haha, aku cuma bercanda.”

“Anu…” ucap Sawako yang muncul dari mereka berdua dengan aura suramnya.

“Se..sejak kapan dia dibelakang kita?” “seram sekali!!”  bisik kedua perempuan itu terkejut.

“Anu… bolehkah…” ucap Sawako. “Aku memainkan peran itu…?”

“Apa?” perempuan itu kaget. Tapi berusaha menormalkan ekspresinya. “…waduh, kami jadi tidak enak kalau kau memaksakan diri…”
“Jadi terlihat kami memaksamu melakukan itu…” ucap teman satunya.

‘Saat kamu berbicara secara wajar, perasaanmu juga akan tersampaikan secara wajar, kan?’ Sawako teringat ucapan Kazehaya.
“Aku… tidak pernah memaksakan diri…melakukan sesuatu…” ucap Sawako. “Aku ingin bisa akrab dengan semuanya, tapi aku tidak pernah terpaksa melakukan hal untuk semua itu…” kini aura bersinarnya yang keluar. “…Itu karena aku merasa senang saat aku bisa berguna. Dan juga… aku baru-baru ini membeli baju one piece putih, tap tidak sempat memakainya. Jadi sekalian saja…”

“Untuk berperan sebagai hantu!?”

“Hanya saja…aku merasa tidak enak karena tidak bisa mengabulkan harapan semua, dan…” ucap Sawako.

“Apa?”

“Aku tidak bisa melihat hantu.”

“Apa?” tanya kedua perempuan itu lagi. “Sama sekali tidak bisa? Tidak pernah melihatnya sama sekali?”

“…Aku tidak pernah melihatnya…atau merasakannya… maafkan aku…” ucap Sawako tulus.

“A…AHAHAAHAHA!! Apaan ini? Kok bisa-bisanya kamu jadi begini!? Dan kami bukannya mengharapkan kamu melakukan itu, kok!!” ucap salah satu perempuan itu ngakak. “Kamu kira sudah berapa bulan kita berada di sekolah!? Kamu kacau! Benar-benar kacau! Setidaknya sedikit saja!”

“Anu… jadi apa aku punya kualifikasi berperan sebagai hantu…?” tanya Sawako deg-degan.

“Hiks” salah seorang dari perempuan itu, yang berambut lurus, mengambil sapu tangan dan menangis.

“Buat apa kamu menangis!?” tanya temannya yang berambut ikal.

“Aku paling tidak tahan sama anak bodoh seperti dia…”

“He, kamu juga begitu….”

“Cuma kamu yang bisa berperan sebagai hantu, Sadako. Kita harus rahasiakan ini. Jadi takutilah mereka dengan hatimu sendiri.” Sawako terpana mendengar ucapan itu.

“Terima kasih…” ucap Sawako. “…Kalian orang baik.”

‘Mereka mengerti… perasaanku! Walau cuma sedikit… tapi aku merasa diriku berubah…Kazehaya…’ pikir Sawako teringat bayang-bayang Kazehaya. ‘Kazehaya…Ini semua berkat kamu, Kazehaya…’
-----Malam tes keberanian-----
“Dan sekarang, semuanya harus meletakkan nomor kertas mereka di suatu tempat dan kembali membawa bukti kalau kamu sudah kesana. Tiap 10 menit grup maju. Ayo kita mulai tes keberanian kita!” begitulah aturan tes nya.

“Hampir semua datang, cuma satu yang nggak datang.” “Siapa?” “Sadako, Sadako!” ucap anak-anak.

“Ssst!! Apa kamu lupa tekad Sadako?” bisik seorang anak perempuan berambut lurus.
“Tidak. Mungkin Sadako tidak datang! Kalaupun dia datang, dia akan ketakutan!”
“Benar juga.”

“…” Kazehaya terdiam memperhatikan sekitar. Matanya mencari-cari seseorang.

“Grup pertama, berangkat!”
Sawako sembunyi di antara semak-semak yang lebat. “Mungkin aku bisa bersembunyi di sekitar sini saja.” Pikirnya. Ia melihat dua orang datang, saling berbisik, “Gelap sekali.” “Aku jadi penasaran.”

Sawako sudah siap dengan posisinya, posisi membelakangi. Ketika dua orang itu sudah dekat, Ia membalikkkan wajahnya melihat ke belakang dengan ekspresi suramnya.

GLEK. “Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!” “Hiiii!!” “Aaaaaaaaaah!!!” “Uwaaaaaaahhh” “Huuuuuuuuuuwaaaaaaaaaaaaaa” berbagai teriakan terdengar.

“Apa kalian juga dengar teriakan barusan? Apa tidak gawat, tuh?” “Siapa lagi? Ayo berangkat!” “I-ini seraam..” ucap grup-grup yang belum berangkat.

“Good Job!” pikir kedua anak perempuan berambut lurus dan ikal.


‘Aku…’ pikir Sawako. ‘Menikmatinya…hehe… merasa bermanfaat…dipenuhi gairah…’ CLIINGG!! Tubuh Sawako pun bersinar dipenuhi gambar bunga-bunga.

SREKK SREEKK..Seseorang datang. ‘Ah! Tugas lagi?’ pikir Sawako. Ia sudah siap dengan posisinya, tapi ketika Ia melihat kebelakang, Ia terkejut.

“Ah! Kuronuma!? Kamu mengagetkanku! Sedang apa kamu!?”

“Ka..Kazehaya…” ucap Sawako. “Berperan sebagai hantu…”

“Apaan ini? Hah…bilang padaku, dong! Kan aku yang mengkoordinasi selama ini…” Kazehaya jongkok. Sepertinya lututnya sudah lemas. “Aku kira kamu tidak datang.”

“…Apa itu artinya…” ucap Sawako. “..Aku tidak membuatmu terlihat keren?”

“Fffuu… apaan itu? Hahaha” Kazehaya tertawa. “Kamu tidak takut melakukan hal ini sendirian?”

“Aku… suka malam hari…” wajah Sawako memerah. “Terutama… malam musim panas… udaranya…baunya… suara daun dan serangga…”

“…Ya.. kamu benar…” Kazehaya tersenyum. “…Rasanya begitu enak. Jadi, apa aku boleh tinggal disini juga?”

“Eh… bagaimana… tes keberaniannya?”

“Karena ada satu orang yang tidak datang, jumlahnya jadi ganjil dan akhirnya aku harus jalan sendiri.” Kazehaya menunjukkan sebuah kertas undian bertuliskan ‘Sayang sekali, Pergilah sendiri!’ dengan lambing icon cinta. “Lihat! Seram!”

Akhirnya mereka duduk berdua di rumput di tengah gelapnya malam musim panas. ‘sekarang aku harus bagaimana?’ pikir Sawako.

“Sadako!” panggil seseorang dari balik semak. Mereka adalah si rambut kurus dan ikal. Baiklah, kita belum tahu nama mereka.

“Yano! Yoshida!” Sawako memperkenalkan kepada kita.

“Lho? Kenapa Kazehaya ada disini?”

“Kalau sudah tahu hal ini, seharusnya bilang ke aku!” ucap Kazehaya.

“Heheee” mereka berdua hanya nyengir suram. “Kamu memang gentleman, ya? Orang segar memang hebat!”

“Sudah hentikan, kalian berdua! Seirus, nih, hentikan!” pinta Kazehaya.

“Dengan kata lain,… Sadako, kamu benar-benar berjuang keras… good job!” ucap yang berambut lurus. Ia melemparkan satu botol air minum. “Ini satu botol. Minumlah.”

“Te-terima kasih!!” Sawako sangat senang, Ia hampir menangis. “Me-mereka orang baik…!” ucap Sawako ketika kedua perempuan itu sudah berlalu.

“Hei, kau membuka hatimu, ya…” ucap Kazehaya dengan senyum khasnya. “Baguslah…!”

Aku… aku membuka hatiku…? Apa benar aku sudah membuka hatiku…?
“Aku… itu berkat kamu, Kazehaya…!”

“A-apa? Aku tidak melakukan apa-apa kok…”

“Tidak, kamu ada…” potong Sawako. “Berkat kamu aku jadi bisa memberitahu perasaanku…aku bersyukur. Aku bilang pada mereka bahwa aku senang bisa berperan sebagai hantu…aku menakuti semuanya juga…”

Kazehaya tersenyum. “Kuronuma, kamu sebenarnya sangat ceria…” sekarang Ia tertawa.”Super optimis!”

Optimis…? Aku…?
“I..ini pertama kalinya sejak aku lahir… aku dibilang seperti itu…” mata Sawako dan Kazehaya bertemu.

“Ja-jangan melihatku seperti itu!!!” Kazehaya memalingkan wajahnya. Kalau kamu melihat matanya lebih dari 3 detik…

“Ma..maaf!! aku terbawa suasana… aku terlalu senang” ucap Sawako. “Aku akan berhati-hati agar tidak melihat matamu lebih dari tiga detik. Ah, tapi aku tdak punya kekuatan untuk membuatmu jadi sial, jangan khawatir.”

“Bukan begitu!” Kazehaya menyembunyikan wajahnya yang memerah. “Aku…cuma bercanda…. Jangan buat aku berkata seperti itu lagi…”
Tiba-tiba suasana menjadi sunyi. Hanya ada mereka berdua di tempat berumput itu ditemani cahaya bintang malam…

‘Tiba-tiba aku… tidak bisa bicara…aku tidak tahu apa yang harus kulakukan… rasanya hatiku sangat kacau…rasanya seperti terlahir kembali. Aku seperti merasakan hal baru’

Sementara itu di posko ‘Test Keberanian’. “Apa semuanya sudah kembali?” “Lho, mana Kazehaya?” “Kazehaya belum kembali? Mungkin dia masih bersama Sadako.” “Eh, Sadako!? Maksudnya hantu yang memakai baju putih itu?”

‘Kelihatannya… Kazehaya….yang banyak memberiku hal untuk pertama kalinya….’

-----14 Juli, Upacara Penutupan-----
“Hei, kemarin…” “Oh, aku juga dengar itu!!” bisik anak-anak murid di kelas. Sawako berjalan masuk ke kelas dengan aura suram mengikuti di belakangnya.

“Rasanya, ini pertama kalinya aku sangat menantikan saat masuk sekolah…” pikir Sawako sambil membuka pintu. “Walau kemarin hari pertama liburan musim panas…”
GRREEEEKKK, pintu ruang kelas dibuka. Semua siswa menatap ke orang yang membuka pintu. Bukan hanya Sawako,…

“Se…selamat pagi…” sapa Sawako dengan aura tak bersemangat.

“Pagi!” ucap Kazehaya dengan penuh semangat. Perbandingan mereka dapat terlihat jelas. Rupanya mereka datang ke sekolah bersamaan.

“Ah! Selamat pagi, Kazehaya!” wajah Sawako memerah.
“Selamat pagi, Kuronuma”

Aku… bersyukur bisa bertemu Kazehaya….
“Dan… mulai besok liburan musim panas yang dinantikan…selamat berlibur! Oh ya, satu lagi…” ucap guru yang sedang mengajar di kelas. “Kuronuma, mungkin ini agak awal, tapi bisakah kamu datang ke sekolah besok dan membantuku?” guru ini adalah yang waktu itu menugaskan Sawako untuk membantunya pada liburan musim panas.

“Ah… baik…”

“Itu saja.” Ucap guru itu kemudian pergi.

Kazehaya maju ke depan kelas setelah guru itu pergi, “Sebelum semuanya pulang, kuumumkan hasil kemarin.” Ucap Kazehaya.

“Hei, Kazehaya! Kamu sudah mempersiapkan hukumannya, ya?” tanya seorang temannya.

“Ahahahaha.. ketahuan, ya?” Kazehaya tertawa. Sawako terenyak. ‘Hukuman!?’

“Tentu saja. Kamu kan tidak pernah beres!”

“Baiklah, ini dia… juara 1,Tanaka…” Kazehaya mengumumkan. “Hadiahmu penghapus 60 buah. Selamat!”

“Aku tidak butuh!” ucap si Tanaka. 60 buah penghapus, sih… -_-

“Dan ini untuk si buntut (terakhir), Kazehaya!!” seorang siswa mendorong Sawako ke depan. “Kamu punya hak untuk kencan dengan Sadako-chan!!”

Ah… dia bilang apa barusan…?

“Kudengar kemarin kamu PDKT sama Sadako… kamu pacaran saja dengannya!” “Oi, kamu melibatkannya tanpa alasan nyata!” “Hei, kalian apa tidak kelewatan?” “Kami cuma bilang mereka bersama!” “Mereka datang bersama juga tadi kaan?” ucap para siswa.

“Batasnya satu minggu!” ucap seorang siswa menengahi tentang berapa lama Kazehaya dan Sawako harus menjalani ‘hukuman’ ini.

“….” Kazehaya terdiam sesaat. “Aku akan lakukan apa saja selain itu.”

“Wah, kejamnya!” “Kasihan Sadako!” “Wah, wah,”

“Terlalu kejam kalau itu dijadikan hukuman!” ucap Kazehaya. “Kuronuma itu cewek, tahu!”

Dia tidak tertawa… apa? Tidak, tidak mungkin… tidak…. Kamu nggak boleh melindungiku….

“Nggak usah pedulikan mereka, Kuronuma…” ucap Kazehaya.

“Lalu kenapa kemarin malam…?” “Kazehaya, jangan-jangan…” “Kamu beneran suka sama Sadako!?” “Serius!?”

‘Reputasi Kazehaya nanti bisa….’ Pikir Sawako.

“Itu cuma salah paham.” Ucap Sawako. SIIIIINNGGGGG. Situasi menjadi hening. “Aku… benar, kalau aku kemarin bersama Kazehaya…tapi itu… bukan sesuatu yang spesial….” Kazehaya menatap Sawako. Seolah mencari tanda kebohongan dimatanya.
Sekarang… aku tahu cara menghentikannya…. Kesalahpahaman ini….

“itu karena, semuanya pasti sudah tahu.” Ucap Sawako lagi. “Kazehaya orang yang paling memperlakukan semuanya secara adil tanpa pilih-pilih.”
“Itu hanya…” itu karena Kazehaya megajariku. “Itu aku… benar terpikat oleh kebaikan Kazehaya…dan keceriaannya dan kecemerlangannya. Itu kenyataannya…”

“Tidak ada… kesalahpahaman tentang itu!” Sawako menegaskan.  Ia memalingkan wajahnya. “E… permisi…” Ia membungkukkan badannya 45 derajat dan pergi keluar meninggalkan kelas.

Hening sesaat. Kemudian, kalian tahu? Seisi kelas itu justru tertawa. Semuanya, barangkali. Kecuali Kazehaya. “Apa kita… kelewatan?” “Hahahaha, sudah kubilang!”
Harusnya… tidak ada masalah…aku yakin, kesalahpahamannya sudah jelas…karena aku sedikitpun tidak berbohong…karena yang kukatakan… benar…
“Hari ini ada upacara penutupan, kan? Rapormu bagaimana?” tanya ayah Sawako ketika Ia sudah dirumah.

“Akan dikirim kalau sudah waktunya.” Jawab Sawako.

“Oh ya… sudah mulai liburan, ya!? Menyiapkan makan siang sekarang jadi susah.” Ucap ibu Sawako.

Aku yakin, aku sudah melindungi reputasi Kazehaya―――…


“Oh, bukankah liburan musim panas mulai hari ini?” tanya ibu Sawako ketika melihat anaknya siap berangkat sekolah dengan seragam lengkap. “Sekarang bukan saatnya sekolah, kan?”

“Tidak, aku akan membantu guru.”

“Oh, begitu ya?” ucap ibunya. “Selamat jalan, Sawako…” Sawako tertegun dengan ucapan ibunya.

‘Sawako…’
Sawako tersenyum, “Aku berangkat dulu.”
Kemudian Ia teringat bayangan Kazehaya, orang yang pertama kali memanggilanya Sawako sebelum ibunya. Ia berjalan ke sekolah dalam diam. Yang ada di pikirannya hanya Kazehaya. Bahkan di langit biru terlihat ada wajah Kazehaya disana.

‘Dia itu cewek, tahu…’ Sawako teringat ucapan Kazehaya. ‘…harusnya tidak ada…. Masalah lagi…itu benar, kalau aku cuma terpikat… tapi….’ Bahkan Sawako menangis sekarang. ‘Tapi… walau begitu, aku kesepian… setelah liburan musim panas mulai, aku mungkin tidak akan bertemu dengannya lagi…dia mungkin tidak akan member salam “selamat pagi” padaku…dan tertawa lagi…. Dia mungkin akan menghindariku…’ Sawako mengusap air matanya.

‘Tapi aku harusnya sudah berguna… tapi aku…senang bisa melupakan itu…tentang diriku sebelum bertemu Kazehaya…’ Ia mengusap air matanya dan memandang ke depan lagi. Sosok itu di depannya. Laki-laki itu. Terduduk dengan santai, menatap Sawako. ‘Aku sudah… dilupakan….kenapa….’ Sawako kaget melihat laki-laki yang tak asing itu.

“Ka… Kazehaya…?” Sawako bingung. ‘Sekarang liburan musim panas, kan?’

Laki-laki itu mendekat, kemudian memberikan bungkusan kecil kepada Sawako. “Ini…. Mereka bilang kamu MVP bayangan….” Ucap Kazehaya. Um… anu, admin mau tanya, MVP itu apa? O,o “Teman-teman minta maaf…”

Sawako menerima bungkusan kecil itu. Ada kertas yang menggantung dengan tulisan, “maaf, kami salah, maafkan kami… teman-teman sekelas.” Melihat bungkusan itu, air mata Sawako kembali menetes. Ia menggenggam erat bungkusan itu sambil berkata,

“Terima kasih” ucapnya. ‘Dia tertawa untukku…’. “Salah pahamnya… sudah teratasi kan? Terima kasih… sudah mau membawakan ini kepadaku dan mau mendengarkanku…terima kasih….”

Kazehaya diam memperhatikan Sawako. Kemudian Ia akhirnya bicara. “Apa kau tahu…kurasa, kalau kamu mungkin tidak mengerti diriku, Kuronuma…”

“Tidak apa-apa!” ucap Sawako. “Jangan khawatirkan aku! Aku mengerti perasaanmu, Kazehaya…”

“Kamu tidak mengerti.” Kazehaya tersenyum. “Kamu benar-benar tidak mengerti.”  Sawako nampaknya tidak mengerti maksud Kazehaya…”Apa boleh… aku duluan….” Ucap Kazehaya lagi. “…Yang bertemu kamu sehabis musim panas, Kuronuma…?”

‘Suatu hari… suatu hari aku berpikir akan mencapaimu…’ Sawako teringat masa lalunya, saat Ia baru saja menjadi anak baru.
-----flashback masa lalu Sawako & Kazehaya-----
“Hei, siapa nama anak itu?” tanya Kazehaya pada temannya.

“Eh? Yang mana?” tanya temannya. Temannya itu mengikuti arah pandangan Kazehaya. “Oh, maksudmu  Sadako!?”

“Sadako?” ulang Kazehaya.

“Dia benar-benar gelap! Kalau kamu melihat matanya lebih dari 3 detik, kamu akan dikutuk. Jadi berhati-hatilah!” bisik teman Kazehaya itu. “Kudengar dia punya kekuatan supranatural yang kuat!”

“Gelap?” Kazehaya memperhatikan Sawako. Ia pernah bertemu dengan gadis itu sebelumnya, ketika Ia sedang bingung mencari alamat sekolah. Ketika Ia baru pertama kali ke sekolah.

“Anu, kalau SMA Kitahoro, ada disebelah sana.” Ucap Sawako waktu itu.

“Makasih!” ucap Kazehaya waktu itu sambil berlalu. Ia sempat beberapa kali menengok ke belakang.
-----flashback berakhir-----
Aku merasakannya… perasaan ini…aku berpikir ‘orang seperti apa ya dia?’. Menjadi lebih besar….

Bersambung ke: Kimi Ni Todoke chapter 1
(
http://esti-widhayang.blogspot.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar