Sebelumnya:
Another episode 1 bagian 1
Gadis yang ditemui Kouichi di lift itu menghilang di jalan yang ditunjuk arah menuju ke ruang mayat…
Gadis yang ditemui Kouichi di lift itu menghilang di jalan yang ditunjuk arah menuju ke ruang mayat…
Another: Sketsa Dasar
Teks Version by esti-widhayang.blogspot.com
Jam weker Kouichi
bordering di pukul 5:28, bersamaan dengan telpon yang masuk ke handphonenya.Teks Version by esti-widhayang.blogspot.com
“Selamat pagi! Apa kabarmu?” tanya orang di ujung telepon.
“Selamat pagi juga.” Ucap Kouichi.
“Disini masih jam 2 pagi. India sangat panas!”
“Ada apa ini?” tanya Kouichi.
“Hari ini kamu mulai sekolah, kan? Aku menelpon untuk memberi semangat, berterima kasihlah sedikit!”
“Ah…, ya…”
“Bagaimana kesehatanmu? Apa kabarmu setelah keluar rumah sakit? Bisa dengar aku, Kouichi?” tiba-tiba sinyal telepon melemah.
“Sebentar…” ucap Kouichi.
“Bagaimana?”
“Sinyalnya kurang bagus.” Kouichi bangun dari tempat tidurnya untuk mencari sinyal. “Kesehatanku sudah membaik, tak usah khawatir.”
“Tidak usah dipikirkan pneumothorax-mu itu..” ucap orang diujung telepon. “Waktu seumuranmu, aku juga pernah.”
“A-aku baru dengar.”
“Memang tidak pernah kukatakan…” ucap orang itu, yang sepertinya ayah Kouichi. “Aku tidak mau bilang kalau itu mengalir di darahmu…”
“Mengalir di
darahku…?”
“Sebenarnya pernah kumat dua kali, tapi tidak lagi setelah itu.” Ucap ayah Kouichi. “Kalau memang turun, semestinya tidak kumat lagi.”
“Aku harap begitu.”
“Tapi penyakit yang tidak kumat terus-terusan… seharusnya disyukuri.”
“Aku tidak kepikiran, kok.” Ucap Kouichi.
“Ah, titip salam untuk kakek dan nenekmu. Sungguh, India sangat panas!” kemudian telepon pun ditutup.
“Ohayou, Rei-chan. Ohayou, Rei-chan.” Ucap burung beo yang bertengger di sarang di dekat Kouichi.
“Rei-chan itu namamu, tahu.” Ucap Kouichi.
“Semangat, semangat ya.” Ucap burung itu lagi.
“Ya, terima kasih.” Jawab Kouichi.
“Sebenarnya pernah kumat dua kali, tapi tidak lagi setelah itu.” Ucap ayah Kouichi. “Kalau memang turun, semestinya tidak kumat lagi.”
“Aku harap begitu.”
“Tapi penyakit yang tidak kumat terus-terusan… seharusnya disyukuri.”
“Aku tidak kepikiran, kok.” Ucap Kouichi.
“Ah, titip salam untuk kakek dan nenekmu. Sungguh, India sangat panas!” kemudian telepon pun ditutup.
“Ohayou, Rei-chan. Ohayou, Rei-chan.” Ucap burung beo yang bertengger di sarang di dekat Kouichi.
“Rei-chan itu namamu, tahu.” Ucap Kouichi.
“Semangat, semangat ya.” Ucap burung itu lagi.
“Ya, terima kasih.” Jawab Kouichi.
“Selanjutnya,
persiapan ketiga untuk masuk ke Yomikita adalah harus selalu mematuhi aturan
kelas.” Ucap perempuan berkacamata yang ada bersama nenek kouichi di rumah
sakit waktu itu.
“Oke.” Sahut Kouichi.
“Aku yakin pasti agak sedikit berbeda dengan sekolah di Tokyo. Masalah kelompok lebih penting dari masalah pribadi.”
“Aku pikir itu tidak sulit.”
“Persiapan keempat untuk masuk sekolah Yomikita adalah…”
“Kouicchan!!” seseorang memanggil Kouichi. “Sarapan!”
“Sarapan sana…” ucap seseorang di kamar di belakang Kouichi.
“Selamat pagi, kakek.” Ucap Kouichi pada orang itu.
“Selamat pagi.” Balas kakeknya. “Kouichi mau ke rumah sakit lagi hari ini?”
“Aku sudah keluar. Hari ini aku mulai sekolah.”
“Oh, sekolah, ya? Kouichi sudah SMP, ya? Ya… ya….ya…pokoknya kamu harus tetap semangat.”
“Sudah kelas tiga.” Kouichi mengingatkan. “Tahun depan aku masuk SMA.”
“Seandainya hal itu… tidak menimpa Ritsuko…” sang kakek tiba-tiba berganti topik.
“Kouicchan!!” sang nenek memanggil lagi. ”Ayo sarapan!”
“Baik!”
“Kenapa, Rei-chan? Kenapa?” kicau si burung beo.
“Oke.” Sahut Kouichi.
“Aku yakin pasti agak sedikit berbeda dengan sekolah di Tokyo. Masalah kelompok lebih penting dari masalah pribadi.”
“Aku pikir itu tidak sulit.”
“Persiapan keempat untuk masuk sekolah Yomikita adalah…”
“Kouicchan!!” seseorang memanggil Kouichi. “Sarapan!”
“Sarapan sana…” ucap seseorang di kamar di belakang Kouichi.
“Selamat pagi, kakek.” Ucap Kouichi pada orang itu.
“Selamat pagi.” Balas kakeknya. “Kouichi mau ke rumah sakit lagi hari ini?”
“Aku sudah keluar. Hari ini aku mulai sekolah.”
“Oh, sekolah, ya? Kouichi sudah SMP, ya? Ya… ya….ya…pokoknya kamu harus tetap semangat.”
“Sudah kelas tiga.” Kouichi mengingatkan. “Tahun depan aku masuk SMA.”
“Seandainya hal itu… tidak menimpa Ritsuko…” sang kakek tiba-tiba berganti topik.
“Kouicchan!!” sang nenek memanggil lagi. ”Ayo sarapan!”
“Baik!”
“Kenapa, Rei-chan? Kenapa?” kicau si burung beo.
“Aku harap
kau bisa akrab dengan semuanya.” Ucap seorang guru yang mengantar Kouichi ke
kelasnya. “Jika ada hal yang menurutmu salah, silahkan jangan sungkan untuk
membicarakannya denganku. Entah denganku, atau Mikami-sensei yang merupakan
wali kelasmu, siapa saja.” guru itu menunjuk guru perempuan disebelahnya yang
bernama Minami.
Kouichi yang mengikuti kedua guru itu dari belakang hanya mengangguk, “Baik. Mohon bantuannya.”
“Mohon bantuannya juga.” Ucap guru yang bernama Minami.
…
Kouichi yang mengikuti kedua guru itu dari belakang hanya mengangguk, “Baik. Mohon bantuannya.”
“Mohon bantuannya juga.” Ucap guru yang bernama Minami.
…
“Karena pekerjaan ayahku, aku pindah kesini. Saat ini aku tinggal di
tempat kakek nenekku.” Ucap Kouichi didepan kelas sambil memperkenalkan
dirinya. “Aku… ettooo… mohon bantuannya!”
“Dia adalah teman baru kalian di kelas 3-3.” Ucap guru yang tadi bersama Kouichi. “Semoga kalian cepat akrab disini. Kalian harus saling menolong dan berusaha sebaik mungkin. Agar kalian semua… bisa lulus dengan bahagia bulan Maret tahun depan. Baiklah, Sakakibara-kun bisa duduk disana.”
“Baik.” Kouichi berjalan ke arah kursi yang dimaksud. Ketika berjalan, Ia melihat gadis yang ditemuinya di rumah sakit waktu itu, gadis yang bernama Misaka Mei. Ia duduk di bangku pojokan yang terlihat sudah using dan lama, Ia juga nampak tidak bersosialisasi dengan teman sekitarnya.
“Dia adalah teman baru kalian di kelas 3-3.” Ucap guru yang tadi bersama Kouichi. “Semoga kalian cepat akrab disini. Kalian harus saling menolong dan berusaha sebaik mungkin. Agar kalian semua… bisa lulus dengan bahagia bulan Maret tahun depan. Baiklah, Sakakibara-kun bisa duduk disana.”
“Baik.” Kouichi berjalan ke arah kursi yang dimaksud. Ketika berjalan, Ia melihat gadis yang ditemuinya di rumah sakit waktu itu, gadis yang bernama Misaka Mei. Ia duduk di bangku pojokan yang terlihat sudah using dan lama, Ia juga nampak tidak bersosialisasi dengan teman sekitarnya.
…
Bel tanda istirahat berbunyi, siswa-siswa kelas 3-3 mengerubungi Kouichi yang jadi ‘menarik’ sebagai anak baru. Mereka bertanya banyak hal padanya, seperti...
“Penyakitmu sudah mendingan?” tanya seorang siswa.
“Ya. Sudah jauh lebih baik.”
“Bagaimana menurutmu tempat ini dibandingkan Tokyo?” tanya siswa lainnya.
“Tidak terlalu berbeda, kok.”
“Tapi aku yakin Tokyo pasti lebih baik! Kota kecil seperti Yamayomi tidak banyak artinya jaman sekarang.” potong seorang siswi. “Benar itu! Tidak ada yang menarik disini.” siswa lain menyetujui.
“Disana juga banyak kekurangannya,” ucap Kouichi merendah. “Kotanya berisik sampai tidak bisa tenang.”
“Kalau sudah lama tinggal disana mungkin akan jadi begitu rasanya…” ucap siswa yang lain.
“Masa? Padahal aku mau coba tinggal di Tokyo.”
“Bukankah lebih baik disini yang lebih tenang? Lingkungannya juga sejuk.”
“Itu kata orang yang pernah tinggal di Tokyo.” Ucap Kazami, ketua kelas 3-3.
“Aku dengar ayahmu seorang peneliti dari universitas, ya? Apa sekarang dia sedang melakukan penelitian di luar negeri?” tanya siswa lain.
“Tahu darimana hal itu?” tanya Kouichi sedikit terkejut.
“Semua orang tahui itu. Kubodera-sensei yang bilang.”
“Oh, begitu…” ucap Kouichi. “Apa dia bilang sesuatu tentang sekolah lamaku?”
“Kebanyakan orang sudah tahu.” Ucap Sakuragi nimbrung. “Kami sudah dengar dari Mikami-sensei tentang itu.”
“Oh, baguslah.”
“Sayangnya Mikami-sensei bukan wali kelas kita…” ucap murid lain. “Dia kan cantik, penampilannya keren…”
“Eh? Ee….” Kouichi bingung bagaimana menanggapinya.
“Ah, Kouicchan tidak tertarik pada wanita dewasa, ya?”
“Bukan itu masalahnya.”
“Lalu, Sakakibara-kun suka yang tipe bagaimana?”
“Ya ampun…”
“Ngomong-ngomong, ayahmu tinggal di luar negeri? Dimana?”
“India.” Jawab kouichi.”Musim semi ini sudah setahun dia disana.”
“Eh? India? Tempat panas lagi… aku tidak mungkin sanggup tinggal disana, aku benci panas.”
“Mau usaha seperti apapun kau tidak akan dapat tempat di grup penelitian India.” Olok teman lainnya. Mereka kemudian tertawa-tawa.
Pandangan Kouichi tanpa sengaja mengarah ke bangku di pojok, namun, tidak ada siapa-siapa yang duduk disana.
Bel tanda istirahat berbunyi, siswa-siswa kelas 3-3 mengerubungi Kouichi yang jadi ‘menarik’ sebagai anak baru. Mereka bertanya banyak hal padanya, seperti...
“Penyakitmu sudah mendingan?” tanya seorang siswa.
“Ya. Sudah jauh lebih baik.”
“Bagaimana menurutmu tempat ini dibandingkan Tokyo?” tanya siswa lainnya.
“Tidak terlalu berbeda, kok.”
“Tapi aku yakin Tokyo pasti lebih baik! Kota kecil seperti Yamayomi tidak banyak artinya jaman sekarang.” potong seorang siswi. “Benar itu! Tidak ada yang menarik disini.” siswa lain menyetujui.
“Disana juga banyak kekurangannya,” ucap Kouichi merendah. “Kotanya berisik sampai tidak bisa tenang.”
“Kalau sudah lama tinggal disana mungkin akan jadi begitu rasanya…” ucap siswa yang lain.
“Masa? Padahal aku mau coba tinggal di Tokyo.”
“Bukankah lebih baik disini yang lebih tenang? Lingkungannya juga sejuk.”
“Itu kata orang yang pernah tinggal di Tokyo.” Ucap Kazami, ketua kelas 3-3.
“Aku dengar ayahmu seorang peneliti dari universitas, ya? Apa sekarang dia sedang melakukan penelitian di luar negeri?” tanya siswa lain.
“Tahu darimana hal itu?” tanya Kouichi sedikit terkejut.
“Semua orang tahui itu. Kubodera-sensei yang bilang.”
“Oh, begitu…” ucap Kouichi. “Apa dia bilang sesuatu tentang sekolah lamaku?”
“Kebanyakan orang sudah tahu.” Ucap Sakuragi nimbrung. “Kami sudah dengar dari Mikami-sensei tentang itu.”
“Oh, baguslah.”
“Sayangnya Mikami-sensei bukan wali kelas kita…” ucap murid lain. “Dia kan cantik, penampilannya keren…”
“Eh? Ee….” Kouichi bingung bagaimana menanggapinya.
“Ah, Kouicchan tidak tertarik pada wanita dewasa, ya?”
“Bukan itu masalahnya.”
“Lalu, Sakakibara-kun suka yang tipe bagaimana?”
“Ya ampun…”
“Ngomong-ngomong, ayahmu tinggal di luar negeri? Dimana?”
“India.” Jawab kouichi.”Musim semi ini sudah setahun dia disana.”
“Eh? India? Tempat panas lagi… aku tidak mungkin sanggup tinggal disana, aku benci panas.”
“Mau usaha seperti apapun kau tidak akan dapat tempat di grup penelitian India.” Olok teman lainnya. Mereka kemudian tertawa-tawa.
Pandangan Kouichi tanpa sengaja mengarah ke bangku di pojok, namun, tidak ada siapa-siapa yang duduk disana.
“Ada apa?” tanya
Kazami yang melihat Kouichi tiba-tiba terdiam. “Suasananya tidak mengenakkan,
ya?”
“Ah, tidak.” Ucap Kouichi yang tersadar dari lamunannya. “Ngomong-ngomong, kau yang menjengukku waktu itu… Akazawa-san… hari ini tidak masuk?”
“Ya, kelihatannya hari ini dia tidak masuk.” Kazami lalu memberi isyarat kepada seorang murid yang membuat murid itu mengalihkan topik pembicaraan.
“Mau keliling sekolah waktu makan siang nanti?”
“Ah, tidak.” Ucap Kouichi yang tersadar dari lamunannya. “Ngomong-ngomong, kau yang menjengukku waktu itu… Akazawa-san… hari ini tidak masuk?”
“Ya, kelihatannya hari ini dia tidak masuk.” Kazami lalu memberi isyarat kepada seorang murid yang membuat murid itu mengalihkan topik pembicaraan.
“Mau keliling sekolah waktu makan siang nanti?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar