Sebelumnya: Amnesia episode2
“Oi…” Shin memanggil Heroine yang sudah selesai mengganti pakaian pasiennya dengan pakaian yang biasa Ia pakai. “Kau tidak marah karena aku masuk tanpa mengetuk pintu, kan?”
“…”
“Kau terlihat masih kebingungan…” ucap Shin.
“Aku baik-baik saja. Aku hanya merasa sedikit sakit.” Ucap Heroine.
“Apa kau sudah minum obat penghilang rasa sakitmu?” Shin mengambil tas perlengkapan Heroine untuk dia bawakan.
“Obat?”
“Oi…” Shin memanggil Heroine yang sudah selesai mengganti pakaian pasiennya dengan pakaian yang biasa Ia pakai. “Kau tidak marah karena aku masuk tanpa mengetuk pintu, kan?”
“…”
“Kau terlihat masih kebingungan…” ucap Shin.
“Aku baik-baik saja. Aku hanya merasa sedikit sakit.” Ucap Heroine.
“Apa kau sudah minum obat penghilang rasa sakitmu?” Shin mengambil tas perlengkapan Heroine untuk dia bawakan.
“Obat?”
“Kenapa kau bisa lupa obat yang kau minum setiap hari?” tanya Shin dengan ekspresi bosan. “Sudahlah, cepat minum.”
Amnesia
Text Version by esti-widhayang.blogspot.com
Author: Dhwati Esti Widhayang
Shin mengantar Heroine ke rumahnya, di depan rumah Heroine nampak
kebingungan mengacak-acak tasnya untuk mencari kunci.Text Version by esti-widhayang.blogspot.com
Author: Dhwati Esti Widhayang
“Kuncimu hilang, ya?” tanya Shin.
Heroine mengangguk.
“Aku punya satu.”
“Eh??”
“Kau lupa lagi?” tanya Shin, dan Heroine tidak dapat menjawab pertanyaan itu.
Mereka berdua akhirnya masuk ke rumah Heroine. Setelah beberapa lama, mereka hanya diam saja.
Heroine memegang lehernya, disana ada perban yang membungkusnya. “Apakah sakit?” tanya Shin yang ternyata memperhatikan Heroine.
“Ti-tidak…”
“Kalau sakit, aku akan menggendongmu ke kasurmu.” Ucap Shin. “Lakukan rehabilitasimu disini selama aku ada.”
“Baik..”
“Baiklah, kalau begitu buatkan aku teh.”
Heroine agak sedikit bingung. “Yang seperti apa?”
“Seperti apa? Tentu saja melon soda.”
“Eh? Tadi kau bilang teh…” ucap Heroine.
“Kau kenapa, sih? Aku kan tidak suka yang pahit-pahit begitu.” Ucap Shin.
“Benar juga…” ucap Heroine berpura-pura. Ia bangkit dn menuju dapur.
“Kalau ada masalah katakan saja. Kalau kau masih merasa sakit, kita akan kembali ke rumah sakit.” Ucap Shin.
Langkah Heroine terhenti. Ia teringat kata-kata Orion kalau Ia sebaiknya tidak berdiam di rumah sakit dan melakukan interaksi sebanyak mungkin untuk mengembalikan ingatannya.
“Kenapa?”
“A-aku baik-baik saja. Aku tidak perlu kembali ke rumah sakit.” Ucap Heroine. Shin hanya terdiam meperhatikan tingkah aneh Heroine itu.
“Aku sudah membunuh… aku sudah membunuh seorang laki-laki…” Heroine ingat setelah mendapat pecahan ingatan itu Ia lari menjauhi Shin dan terpisah dari rombongan. Lalu Ia ingat ketika Ia terjatuh.. “Aku… jatuh dari tebing.”
“Oi.” Ucap Shin yang mengagetkan Heroine. “Kau menumpahkan minumannya.” Karena melamun, minuman yang dituang Heroine kepenuhan dan mulai tumpah.
“E-eh??”
Shin menyodorkan sepotong sandwich ke Heroine, “Makanlah, kau belum makan apa-apa sejak pagi, kan? Sebaiknya kau makan.”
“Iya.” Heroine tersenyum. “Terima kasih.”
“Aku akan pulang sekarang. Jangan tidur terlalu larut, ya?” Heroine mengangguk. “Aku akan datang lagi besok.”
“Ano…” Heroine ingin bertanya sesuatu.
“Ada apa dengan ekspresimu itu? Ya sudahlah. Sampai jumpa besok, ya…” Shin keluar dari pintu rumah Heroine. Mungkin bukan rumah, ini lebih tepat disebut apartemen. Sesudah berada diluar, Ia tidak langsung pergi, dan memasang ekspresi aneh.
Heroine mencuci gelas yang
tadi dipakainya menuang melon soda untuk Shin. “Aku kebingungan lagi?”
pikirnya. “Aku kehilangan ingatanku dan bertemu dengan Orion… setelah itu aku
merasa bisa sedikit mengingat lagi, tapi… apa itu… mimpi?” Heroine berpikir
begitu setelah Ia melihat tanggal yang terulang kembali dan Orion yang sampai
sekarang tidak muncul di hadapannya.
Lagi-lagi Heroine menumpahkan air. Ia lalu teringat kejadian ketika Shin menciumnya. Benar juga, Ia tidak mempertimbangkan hal itu. “Kenapa Shin… melakukan itu?” bukankah mereka hanya teman? “Apa ini hanya mimpi?” Heroine menyentuh air yang mengalir dari kerannya untuk memastikan dia tidak sedang bermimpi. “Tidak, dingin air ini merupakan buktinya. Ini adalah kenyataan.”
---Esok Harinya---
Begitu terbangun, entah kenapa Heroine langsung membuka pintu depan rumahnya. Entah Ia sudah menduganya atau tidak, Shin berdiri di depan pintunya.
“Kau baru bangun, ya?” tanya Shin.
Heroine tersenyum , “Selamat pagi.”
…
Lagi-lagi Heroine menumpahkan air. Ia lalu teringat kejadian ketika Shin menciumnya. Benar juga, Ia tidak mempertimbangkan hal itu. “Kenapa Shin… melakukan itu?” bukankah mereka hanya teman? “Apa ini hanya mimpi?” Heroine menyentuh air yang mengalir dari kerannya untuk memastikan dia tidak sedang bermimpi. “Tidak, dingin air ini merupakan buktinya. Ini adalah kenyataan.”
---Esok Harinya---
Begitu terbangun, entah kenapa Heroine langsung membuka pintu depan rumahnya. Entah Ia sudah menduganya atau tidak, Shin berdiri di depan pintunya.
“Kau baru bangun, ya?” tanya Shin.
Heroine tersenyum , “Selamat pagi.”
…
“Hari ini tepat satu tahun
kita sudah pacaran.” Ucap Shin tiba-tiba.
“Ha?”
Shin mendekati Heroine, “Apa kau tidak mau merayakannya?”
“Be-benar juga… kita harus merayakannya…”
“Kau lupa, kan?”
“Eh?” Heroine menunduk. “Iya…”
“Sudah kuduga.”
“Maaf.”
“Ngomong-ngomong, kita baru berpacaran tiga bulan.” Ucap Shin. Ternyata yang tadi itu hanya untuk memancing Heroine. “Aku berusaha keras untuk menyesuaikan kata-kataku sejak kemarin, tapi, kau tidak bisa membohongiku lagi…”
“Eh?”
“Ingatanmu… menghilang, kan?” tanya Shin.
“Dia menyadarinya…” pikir Heroine.
“Ketika aku menciummu di rumah sakit kemarin, biasanya kau malu dan salah tingkah. Tapi kemarin kau tidak seperti itu… apa yang terjadi?”
“Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya…” ucap Heroine. “Dan aku juga tidak mau kembali ke rumah sakit, jadi…”
“Aku mengerti.” Ucap Shin. “Aku berjanji tidak akan membawamu kembali ke rumah sakit.”
“Benarkah?”
“Maka dari itu kau juga jangan menyembunyikan apa-apa dariku.” Ucap Shin. “Aneh jika kau berpikir bisa menyembunyikannya. Mungkin ingatanmu memang hilang, tapi kau masih orang yang sama, baka.”
Heroine menunduk menyesalinya. “Ayo kita pergi.” Ucap Shin.
“Eh? Kemana?”
“Sudahlah, ikut saja.”
Heroine berjalan mengikuti Shin dari belakang. Mereka pergi ke tempat
Shin ingin membawa Heroine.“Ha?”
Shin mendekati Heroine, “Apa kau tidak mau merayakannya?”
“Be-benar juga… kita harus merayakannya…”
“Kau lupa, kan?”
“Eh?” Heroine menunduk. “Iya…”
“Sudah kuduga.”
“Maaf.”
“Ngomong-ngomong, kita baru berpacaran tiga bulan.” Ucap Shin. Ternyata yang tadi itu hanya untuk memancing Heroine. “Aku berusaha keras untuk menyesuaikan kata-kataku sejak kemarin, tapi, kau tidak bisa membohongiku lagi…”
“Eh?”
“Ingatanmu… menghilang, kan?” tanya Shin.
“Dia menyadarinya…” pikir Heroine.
“Ketika aku menciummu di rumah sakit kemarin, biasanya kau malu dan salah tingkah. Tapi kemarin kau tidak seperti itu… apa yang terjadi?”
“Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya…” ucap Heroine. “Dan aku juga tidak mau kembali ke rumah sakit, jadi…”
“Aku mengerti.” Ucap Shin. “Aku berjanji tidak akan membawamu kembali ke rumah sakit.”
“Benarkah?”
“Maka dari itu kau juga jangan menyembunyikan apa-apa dariku.” Ucap Shin. “Aneh jika kau berpikir bisa menyembunyikannya. Mungkin ingatanmu memang hilang, tapi kau masih orang yang sama, baka.”
Heroine menunduk menyesalinya. “Ayo kita pergi.” Ucap Shin.
“Eh? Kemana?”
“Sudahlah, ikut saja.”
“Kau tidak menyebut namaku dari kemarin…” ucap Shin. “Kau lupa, kan?” Heroine hanya diam saja, Ia tidak tahu harus menjawab bagaimana. “Kalau begitu, aku akan menjelaskannya dari awal.”
“Namaku, Shin. Kita adalah
teman sejak kecil. Dan seperti yang aku katakan sebelumnya, kita sudah
berpacaran selama tiga bulan.”
“Jadi, aku berpacaran dengan Shin…” pikir Heroine.
“Kau benar-benar tidak bisa mengingat semuanya, ya?” tanya Shin. Ia menghadap ke Heroine di belakangnya, “Aku harap yang ini bisa menjadi petunjuk agar ingatanmu pulih kembali.”
“Jadi, aku berpacaran dengan Shin…” pikir Heroine.
“Kau benar-benar tidak bisa mengingat semuanya, ya?” tanya Shin. Ia menghadap ke Heroine di belakangnya, “Aku harap yang ini bisa menjadi petunjuk agar ingatanmu pulih kembali.”
http://esti-widhayang.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar