Sebelumnya: Amnesia episode 3 bagian 1
“Aku harap dengan ini kau bisa ingat semuanya.” Ucap Shin. Ia membawa Heroine ke suatu universitas.
“Aku harap dengan ini kau bisa ingat semuanya.” Ucap Shin. Ia membawa Heroine ke suatu universitas.
“Aku… bernyanyi?” tanya Heroine.
“Awalnya suaramu jelek sekali.” Ejek Shin. “Tapi, kau semakin bagus di kelas 3… aku sudah lama tidak mendengar nyanyianmu sejak kau kuliah, tapi… kau benar-benar menakjubkan.”
Shin mengaja Heroine ke ruang latihan band, “Ini adalah ruang club. Merasa tidak asing?”
Heroine menggeleng, Ia tidak mengingat apapun. Shin menyalakan lampu ruangan itu, dan nampak lah alat-alat musik seperti drum, piano, dan sebagainya.
“Sebelum kau kecelakaan, kau sudah berlatih dua kali dalam seminggu.” Ucap Shin. “Aku sering datang menjemputmu. Aku senang melihatmu bernyanyi dan kau menikmatinya. Kita sering mengobrol di tempat ini.”
Heroine menyalakan piano dan menekan salah satu tuts-nya. “Saat aku pertama kali menyatakan perasaanku padamu, dan saat pertama kali aku menciummu,” ucap Shin dengan suara pelan. “Adalah di tempat ini.”
“Sejak saat itu, aku sudah sering menciummu, tapi…” Shin tidak melanjutkan karena tidak ada respon dari Heroine. “Kau tidak ingat, ya?!”
Heroine mengangguk. Shin mendekatinya dan ingin menciumnya, namun Heroine menjauhkan dirinya, beberapa jari tangannya menyentuh tuts piano bernada rendah.
“Maaf, aku tidak akan melakukannya lagi.” Ucap Shin. “Aku pikir kalau aku menciummu disini, ingatanmu akan kembali, tapi… saat ini aku adalah orang yang asing bagimu.”
“Maaf…” ucap Heroine.
“Meski kau minta maaf, tetap saja…” Shin memalingkan wajahnya. “Ngomong-ngomong, kau sudah harus kembali bekerja mulai besok.”
“Bekerja?” Heroine bertanya-tanya. “Apa yang dia maksud… kafe itu?”
“Meski kau minta maaf, tetap saja…” Shin memalingkan wajahnya. “Ngomong-ngomong, kau sudah harus kembali bekerja mulai besok.”
“Bekerja?” Heroine bertanya-tanya. “Apa yang dia maksud… kafe itu?”
-----Amnesia-----
“Disini?” tanya Heroine
ketika mereka sampai ke pintu depan sebuah restoran. Ia lalu berjalan ke
belakang.
“Hei, kau mau kemana?” tanya Shin.
“Pintu belakang.”
“Baka, ini bukan tempat kerjamu.” Ucap Shin. “Lihatlah.” Ia lalu menunjuk ke dalam restoran itu. Disana ada Toma yang memberi sinyal kepada mereka.
“Toma?”
…
“Hei, kau mau kemana?” tanya Shin.
“Pintu belakang.”
“Baka, ini bukan tempat kerjamu.” Ucap Shin. “Lihatlah.” Ia lalu menunjuk ke dalam restoran itu. Disana ada Toma yang memberi sinyal kepada mereka.
“Toma?”
…
“Apa kau baik-baik saja? Dia
bilang ingatanmu hilang.” Tanya Toma pada Heroine setelah mereka bertiga
memesan minuman.
“Dia adalah Toma.” Ucap Shin menunjuk Toma. “Bisa gawat jika tidak ada orang yang bisa kau andalkan di tempat kerja. Jadi aku menceritakan masalah ini padanya.”
“Jadi, seberapa banyak yang tidak mampu kau ingat?” tanya Toma. “Apa kau benar-benar lupa padaku?”
“Sepertinya dia hampir lupa semuanya.” Ucap Shin sambil meminum melon sodanya.
“Haa? Apa maksudmu ‘sepertinya’? jelaskan dengan benar.” Ucap Toma.
“Dia harus bisa mengatasinya sendiri.” Ucap Shin dingin. “Kita kembali ke permasalahan, kau mungkin lupa kalau orang ini (Toma) sudah seperti ini sejak kecil…” ucap Shin pada Heroine.
Heroine tersenyum.
“Dan kau itu terlalu lembek…” Toma membalas ejeka Shin.
“Pokoknya, Toma, aku ingin kau membantunya dalam bekerja.” Ucap Shin.
“Sepertinya mereka tidak berubah…” pikir Heroine.
“Kalau soal itu, tentu saja. Aku sudah memikirkannya sejak tadi.” Ucap Toma. “Ketika adik manisku memintaku menjaga kekasihnya, apa lagi yang dapat kukatakan selain ‘serahkan padaku’?”
“Terima kasih.” Ucap Heroine.
“Jadi, apa kau yakin akan bekerja besok?” tanya Toma khawatir.
“Ya, sepertinya begitu.”
“Menjaga agar orang lain tidak mengetahui hal ini boleh-boleh saja, tapi kau sudah membawanya ke rumah sakit, kan?” Toma beralih bertanya ke Shin.
“Sudah.”
“Apa tidak sebaiknya dia libur bekerja dulu?” tanya Toma. “Jika sampai terjadi sesuatu…”
“Tidak ada jaminan dia akan membaik meski beristirahat.” Potong Shin. Shin lalu menatap Heroine, “Oh iya, kau bekerja di tempat yang bernama Meido no Hitsuji.”
“Hah…” Heroine agak bingung, semua ini mirip seperti apa yang dikiranya mimpi.
“Dia adalah Toma.” Ucap Shin menunjuk Toma. “Bisa gawat jika tidak ada orang yang bisa kau andalkan di tempat kerja. Jadi aku menceritakan masalah ini padanya.”
“Jadi, seberapa banyak yang tidak mampu kau ingat?” tanya Toma. “Apa kau benar-benar lupa padaku?”
“Sepertinya dia hampir lupa semuanya.” Ucap Shin sambil meminum melon sodanya.
“Haa? Apa maksudmu ‘sepertinya’? jelaskan dengan benar.” Ucap Toma.
“Dia harus bisa mengatasinya sendiri.” Ucap Shin dingin. “Kita kembali ke permasalahan, kau mungkin lupa kalau orang ini (Toma) sudah seperti ini sejak kecil…” ucap Shin pada Heroine.
Heroine tersenyum.
“Dan kau itu terlalu lembek…” Toma membalas ejeka Shin.
“Pokoknya, Toma, aku ingin kau membantunya dalam bekerja.” Ucap Shin.
“Sepertinya mereka tidak berubah…” pikir Heroine.
“Kalau soal itu, tentu saja. Aku sudah memikirkannya sejak tadi.” Ucap Toma. “Ketika adik manisku memintaku menjaga kekasihnya, apa lagi yang dapat kukatakan selain ‘serahkan padaku’?”
“Terima kasih.” Ucap Heroine.
“Jadi, apa kau yakin akan bekerja besok?” tanya Toma khawatir.
“Ya, sepertinya begitu.”
“Menjaga agar orang lain tidak mengetahui hal ini boleh-boleh saja, tapi kau sudah membawanya ke rumah sakit, kan?” Toma beralih bertanya ke Shin.
“Sudah.”
“Apa tidak sebaiknya dia libur bekerja dulu?” tanya Toma. “Jika sampai terjadi sesuatu…”
“Tidak ada jaminan dia akan membaik meski beristirahat.” Potong Shin. Shin lalu menatap Heroine, “Oh iya, kau bekerja di tempat yang bernama Meido no Hitsuji.”
“Hah…” Heroine agak bingung, semua ini mirip seperti apa yang dikiranya mimpi.
-----Amnesia-----
Shin dan Heroine akhirnya
berjaln pulang bersama, “Apa kau tidak ingat soal kecelakaan itu?” tanya Shin
tiba-tiba.
“Eh?”
“Atau penyebab kecelakaan itu… apa kau tidak mengingatnya?”
“Aku sedikit bisa mengingatnya.” Heroine mengaku.
“Seperti ‘bagaimana kau bisa terjatuh?’”
“Seingatku, aku terpleset…” ucap Heroine.
“Begitu, ya.”
“Apa Shin ada bersamaku saat kecelakaan itu terjadi?” tanya Heroine dalam hati. Ia ingin menanyakannya, namun Shin nampak sedang serius memikirkan sesuatu. Selain itu, “Ingatan itu mungkin saja hanya mimpi.” Pikir Heroine.
“Nah…” Shin ingin mengatakan sesuatu, namun pada akhirnya Ia hanya memalingkan mukanya.
“Ada apa?”
“Tidak, lupakan.”
“Eh?”
“Atau penyebab kecelakaan itu… apa kau tidak mengingatnya?”
“Aku sedikit bisa mengingatnya.” Heroine mengaku.
“Seperti ‘bagaimana kau bisa terjatuh?’”
“Seingatku, aku terpleset…” ucap Heroine.
“Begitu, ya.”
“Apa Shin ada bersamaku saat kecelakaan itu terjadi?” tanya Heroine dalam hati. Ia ingin menanyakannya, namun Shin nampak sedang serius memikirkan sesuatu. Selain itu, “Ingatan itu mungkin saja hanya mimpi.” Pikir Heroine.
“Nah…” Shin ingin mengatakan sesuatu, namun pada akhirnya Ia hanya memalingkan mukanya.
“Ada apa?”
“Tidak, lupakan.”
“Apa?” pikir Heroine. “Apa
yang hendak dia ucapkan?”
http://esti-widhayang.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar