Kamis, 30 Mei 2013

Versi Teks Date a Live episode 1 bagian 2

Sebelumnya: Date a Live episode 1 bagian 1

---Di Sekolah, kelas 2-4.---

“Tapi, kebetulan sekali, ya? Itsuka?” ucap Tonomachi. Mereka berada di kelas yang sama, kelas 2-4. “Sekelas lagi denganmu membuatku yakin kalau kita ditakdirkan bersama.”

“Be-begitukah?”

TRRIIINNNG… ada suara telepon bordering. Tonomachi segera mengeluarkan telepon dari sakunya, “Ah, maaf… ini pacarku.”

“He? Sejak kapan?”

“Akan kuperkenalkan.” Ucap Tonomachi lalu menunjukkan foto seorang gadis. “Ini.”




“Itu kan hanya galge!” ucap Shido. Gambar yang ditunjukkan Tonomachi hanyalah karakter fiksi dalam game.

“Pacar ya pacar… jangan berpikiran sempit!” ucap Tonomachi. “Game ini mengajarimu bagaimana mendekati cewek!!...terutama soal kencan. Game ‘Fall in Love My Little Seed’ ini sangat—“

“Itsuka Shido.” Potong seorang perempuan memanggil Shido. Dia adalah perempuan yang tadi mengintip mereka dari jauh, yang dikatakan si genius.

“E-eh… aku?” tanya Shido.

“Ya.”

“Kenapa kau tahu namaku?” tanya Shido pada perempuan itu.

“Kau sudah lupa?”

Shido tidak menjawab, dan akhirnya perempuan itupun tidak mengatakan apa-apa lgi, dan langsung duduk di bangku sebelah Shido.

“Hei, dia itu siapa?” tanya Shido berbisik ke Tonomachi.

“Kau ini… masa tidak tahu si genius Tobiichi Origami?!”

“Tobi…ichi… Origami?”

“Dia peraih nilai tertinggi di angkatan kita, termasuk dalam hal olahraga.” Tonomachi menjelaskan. “Tidak hanya itu, dia juga sangat cantik. Dia selalu menjadi salah satu dari tiga cewek yang ingin kukencani.”

-Name: Tobiichi Origami. Age: 16. Weight: 152. Bloodtype: A.-

“Masa kau tidak tahu murid yang terkenal di sekolah kita?” tanya Tonomachi. “Eh, tapi, kenapa Tobiichi bisa kenal denganmu?”

“Aku juga tidak tahu!”

Bel tanda perlajaran dimulai berbunyi, semua siswa duduk di bangkunya masing-masing. Ketika sang wali kelas masuk, Tonomachi sampai berdiri melihatnya,

“Woaaah, Tama-chan!!” ucapnya. Meskipun Ia guru, badannya sangat pendek dan terlihat masih terlalu kecil.

“Selamat pagi!” sapa guru itu. “Tahun ini aku akan menjadi wali kelas kalian. Okamine Tamae.”

-Name: Okamine Tamae. Age: 29. Height:150cm. Bloodtype: O.-

Shido bertepuk tangan seadanya. Ia melihat ke samping dan mendapati Tobiichi Origami sedang memperhatikannya.

“Tobiichi Origami…” pikir Shido. “Kenapa kau bisa tahu tentangku? Kenapa kau menatapku? Apa? Apa yang kau inginkan dariku?!”
                          
Bel pulang sudah berdentang saat jam sekolah menunjukkan tepat pukul 12 siang.

“Itsuka, ayo kita pulang bersama.” Ajak Tonomachi.

“Maaf, aku ada janji.”

“Hoo? Sama cewek?”

“Ya, begitulah… hanya Kotori.”

“Aku mengerti.” Ucap Tonomachi. “Menurut pengamatanku, tidak ada cewek yang mau makan siang bersamamu!”

“Kau…” ucap Shido. “…Jangan terlalu jujur.”

Tiba-tiba alarm tanda bahaya di sekolah berbunyi dengan kencang, “Gempa luar angkasa telah terdeteksi.”

“Peringatan gempa luar angkasa?!” Shido bertanya-tanya.

“Ada lagi?” tanya Tonomachi.

“Ayo kita ke tempat aman di penampungan sekolah.” Ucap Shido.

“Ini bukan latihan, segera melakukan evakuasi ke tempat penampungan terdekat.” Ucap suara peringatan itu. “Saya ulangi, gempa luar—“

GREEEEK, Tobiichi menggeser bangkunya dan berjalan pergi keluar.

“Eh? Tobiichi?” Shido tidak habis pikir kemana dia akan pergi disaat situasi seperti ini.

Di suatu tempat.

“Area pengawasan, tampilkan pancaran.” Perintah seseorang.

“Proses melacak, kordinat 3,10…”

“Sudah ditemukan!... Princess!”

“Dia disini.”

“Saya ulangi, gempa luar angkasa telah terdeteksi. Ini bukan pelatihan. Segera evakuasi ke tempat penampungan terdekat. Saya ulangi, gempa luar angkasa telah terdeteksi,…” terdengar pengumuman seperti itu di seluruh penjuru kota.

Untungnya, karena teknologi yang canggih, fasilitas-fasilitas umum seperti kereta api dan juga mobil-mobil pribadi dapat dievakuasi dengan cara menampungnya di bawah tanah. Orang-orang juga nampak tidak panik karena tempat menuju penampungan tersedia dimana-mana.




 “Semuanya tenang, buat tiga barisan. Tetap berjalan tenang, dan hati-hati!!” ucap sensei Tama. Justru dialah yang nampak panik. Murid-muridnya nampak biasa saja seolah bencana ini sudah tidak asing.

“Ibu yang harus tenang.” Ucap Tonomachi.

“B-b-benar juga, ya…”

“Kuarap Kotori sudah berlindung…” pikir Shido. Ia dan murid-murid lainnya sudah berada didalam kotak penampungan. Ia mengambil handphone-nya dan menelpon Kotori, namun tidak ada jawaban. “Jangan-jangan, dia serius soal janji itu?”

Shido teringat kata-kata adiknya sesaat sebelum Ia berangkat, “Kau harus datang meski ada gempa luar angkasa!”

Ia mencoba menelpon lagi, namun hasilnya masih sama. “Kau tidak sedang menunggu di depan restoran, kan??” Shido mulai cemas. “Kau sedang berlindung di tempat penampungan, kan?” Shido berusaha menenangkan dirinya, “Tenang saja… mungkin Ia tidak mengangkatnya karena suara ponselnya tidak terdengar diantara keramaian…benar juga…”

Shido kembali mengutak-atik handphonenya, “Untuk jaga-jaga, aku akan melacak posisinya.” Shido mengaktifkan GPS. “Hanya untuk memastikan dia tidak…”

DEGGG!! Saat hasil GPS-nya keluar, terlihat posisi Kotori tepat berada di restoran yang mereka datangi tadi pagi.


 Ia mulai membayangkan bagaimana kalau adiknya menunggu disana sendirian sambil ketakutan akan datangnya gempa? Tentu saja Ia tidak bisa membiarkan itu terjadi. Ia berlari segera berlari keluar dari tempat penampungan itu,

“O-Oi, Itsuka!!” panggil Tonomachi.

Shido berlari di tengah kota, mungkin hanya Ia orang yang masih berada diluar tempat penampungan saat ini. Ia tiba-tiba jad teringat sosok adiknya dan kata-kata yang diucapkannya,

“Aku mencintaimu, kakak!”

“Kenapa?!” batin Shido. Ingatan demi ingatan terus terulang dibenaknya layaknya kaset yang diputar ulang.

“Terima kasih, kakak!”

“Kenapa?! Kenapa dia masih menungguku dalam keadaan seperti ini?!” Shido berbelok ke kanan, “Kotori! Kotori! Kotori!”

Saat itulah hal itu terjadi.
Ledakan yang disebut-sebut gempa luar angkasa itu terjadi di depan Shido, bahkan sampai membuatnya terpental beberapa meter.

Shido mencoba bangun, “A-apa…?” saat Ia melihat sekitarnya, segalanya telah hancur menjadi puing-puing. Diantara puing-puing itu, terlihat sedikit api keungu-unguan, entah api apa itu…

Shido berjalan mendekati darimana pusat ledakan berasal. Ia agak terkejut melihat lubang yang diciptakan cukup besar. Namun Ia lebih terkejut lagi melihat seorang perempuan di tengah lubang itu, diselimuti api ungu.



“Apa yang dia lakukan disana?” Shido bertanya-tanya.

Perempuan itu mengambil pedang besar didekatnya dan dengan gerakan cepat menebas ke arah Shido. Sayatan dari pedang itu menghancurkan gedung di belakang Shido, nampaknya perempuan itu meleset.

“Kau juga?” tanya perempuan itu. Shido terkejut karena suara perempuan itu terdengar begitu dekat. Ternyata sekarang perempuan itu sudah berada di depannya, dan menodongkan pedang besarnya ke muka Shido. “Kau juga datang untuk membunuhku, kan?”



Tidak ada komentar:

Posting Komentar