Jumat, 31 Mei 2013

Versi Teks Date a Live episode 2 bagian 1

Sebelumnya: Date a Live episode 1

Untuk mengalahkan sang Roh, Shido diberitahu oleh adiknya, sang komandan Kotori untuk melakukan pelatihan agar bisa mengalahkan Roh tanpa membunuhnya.

Tapi, apa-apaan ini?! Berlatih dengan video game? Apa yang sebenarnya mereka rencanakan?

“Ano, kakak…” ucap si karakter Kotori dalam game My Little Shido. “Sebelum aku pergi ke luar angkasa, aku ingin memberitahu sesuatu padamu.” Ia sudah memakai pakaian astronot.

“Apa itu, Kiriko?”

“Ini tentang latihan kakak untuk membuat Roh itu jatuh cinta padamu…” ucap Kiriko. “Aku seharusnya membantumu, tapi…”

“Ho, memang ada apa?”

Mata karakter game Kiriko itu berbinar-binar, “Tanpa aku sadari, aku mulai memiliki perasaan padamu.”

“Eh?”

“Kakak, bisakah kau melihatku sebagai seorang wanita, bukan adik kecil?”

Lalu dilayar muncul tiga pilihan untuk Shido.
-Tentu.
-Aku tidak bisa.
-Aku tidak keberatan, tapi aku tidak tertarik dengan wanita.

Shido lalu memilih pilihan pertama setelah beberapa lama memutar-mutar kursornya.

“Terima kasih, kakak!” karakter Kiriko itu memeluk karakter yang menjadi Shido. “Kita akan berpacaran jarak jauh, ya?! Tapi itu tidak masalah, kan? Aku mencintaimu, kakak!”

Kiriko hendak mencium Shido, namun karena Ia memakai pakaian astronot yang ada helm(?)nya itu, hasilnya Shido hanya terbentur.

Di layar lalu muncul pemberitahuan bahwa Shido berhasil memenangkan game Fall in Love: My Little Shido.

“Yossshhaaaa!!” teriak Shido. “Akhirnya selesai… selesai…” tawanya dengan nista.



 
Roh. Gadis yang datang dari dunia lain tanpa alasan yang jelas.
Akan diselesaikan dengan perang… atau dengan cinta?
Saat ini, keputusan yang diambil umat manusia sedang diuji.

---Ruang Lab Fisika---

“Shi…” ucap Reine. Ia mengelus wajah Shido dengan kedua tangannya.

“He? Re-re-Reine-san??”

Reine lalu mendekatkan wajahnya dengan wajah Shido, Shido yang mengira akan dicium sudah mengambil ancang-ancang(?).

 Namun Reine lalu pergi. Ia hanya memasangkan sesuatu di telinga Shido, sesuatu semacam microphone. Namun, yang ini tidak terlihat.

“Apa yang kau pikirkan, dasar tukang ngayal!?” ucap Kotori. “Kita akan mulai tahap dua dari pelatihan ini, praktek.”

“He??”

Shido diminta untuk melakukan praktek atas latihannya selama ini (latihan main game??) dan sekarang Ia sudah berada di hadapan Tama-sensei.

“Praktek dengannya??!” pikir Shido.

“Anoo, Itsuka-kun… apa yang ingin kau bicarakan?” tanya Tama-sensei.

“Ti-tidak, itu…”

“Ayolah, kenapa denganmu, Shido?” terdengar suara Kotori dari microphone yang dipasang di telinga Shido. “Berhenti jadi pengecut. Cepat tembak dia.”

“Kenapa jadi begini?” bisik Shido.

“Kau berlatih untuk membuat Roh itu jatuh cinta padamu, kan?” tanya Kotori. Ia berbicara dengan alat yang sudah disambungkan oleh Reine dari Lab Fisika. “Kalau dengan manusia saja tidak bisa, bagaimana dengan roh itu!?”

Shido langsung depresi. “Aku tidak suka cara ini…” bisiknya.

“Cepat mulai pendekatan dengan dia.” Perintah sang komandan. “Jika ada kesalahan, ‘kami’ akan menuntunmu dari sini.”

Shido akhirnya menurut, Ia membenarkan posisi microphone-tak-terlihat-nya dan lalu menatap Tama-sensei. Bukan, tepatnya menunduk, karena Tama-sensei lebih pendek dari dirinya.

“A-ada apa?” tanya Tama-sensei.


 “Pa-pakaian ibu imut juga, ya!!” ucap Shido terbata-bata.

“Ah? Be-benarkan? Rasanya jadi malu…” Tama-sensei mengusap pipinya.

“Ya! Sangat cocok denganmu!” Shido mengacungkan jempolnya dengan kaku. “Dan juga rambutmu, dan kacamatamu, dan sepatumu, dan kaus kakimu, dan bahkan daftar absen itu!” ucap Shido. Padahal, Tama-sensei tidak memakai kaus kaki. Dan ada masalah apa dengan absen itu!? O.o “Dan jugaa—“

“Anoo, Itsuka…?” potong Tama-sensei.

“Kau terlalu berlebihan…” ucap Kotori. “Dasar tikus kepala botak(?)!!”

“Bisakah aku pergi sekarang?” tanya Tama-sensei.

“Ah… etooo…” Shido jadi salah tingkah.

“Apa boleh buat. Baiklah, ikuti apa yang akan kukatakan..” ucap Reine. Shido menarik nafas lega karena Ia tidak perlu menyusun kata-katanya sendiri.

“Sejujurnya, selama dua tahun ini…” ucap Shido mengikuti kata-kata Reine yang terdengar melalui microphone. “…Aku mulai senang datang ke sekolah.”

“Begitukah? Senang mendengarnya.” Ucap Tama-sensei.

“Aku senang karena sensei adalah wali kelasku.” Ucap Shido. “Karena dari dulu, aku sudah menyukai anda…”

“Ah?” Tama-sensei merona merah. “A-apa maksudmu? Kita tidak bisa bersama, tapi kuhargai itu…” ucapnya yang menganggap perkataan Shido hanya sebatas lelucon. Memang benar, sih…

“Aku serius.” Ucap Shido. “Aku benar-benar serius, aku akan menikah denganmu.”

“Apa kau…serius?” mata Tama-sensei jadi berputar-putar dan mulai liar. “Benarkah itu? Benarkah itu? Kalau kau sudah cukup umur untuk menikah, umurku sudah 30-an, kan?!!” Tama-sensei memegang pergelangan tangan Shido dan mendesaknya, “Apa itu tidak masalah?? Apa kau mau menemui orang tuaku dan melamarku?? Kau mau jadi menantu mereka?” semua pertanyaan itu dilontarkan dengan cepat. Sepertinya Tama-sensei sudah terbius rayuan Shido. “Saat kau lulus, apa kau—“

“Aku memakai kalimat efektif untuk single berumur 29 tahun.” Ucap Reine dengan tenang kepada Kotori. “Mungkin ini terlalu ampuh.”

Kotori menghela nafas, “Ini bisa menjadi masalah kalau terlalu jauh.” Ucapnya. Tentu saja, karena ini hanya latihan. Kalau sampai semua perempuan yang digunakan untuk latihan tunduk pada Shido, bisa gawat, kan… “Shido, latihan sudah cukup. Cepat minta maaf dan pergi dari sana.”

“Nanti anak-anak kita satu laki-laki dan satu perempuan, selisih satu tahun…” ucap Tama-sensei yang masih mendesak Shido.

“Ma-maaf se-sensei, aku tidak siap sejauh itu…” ucap Shido melepas pegangan tangan guru itu dan kabur secepatnya. Tapi setelah ditinggalpun, mata guru itu masih berbinar-binar dan Ia terus menghayal,

“Meski aku berhenti bekerja, aku tidak akan merubah sikapku~ aku tidak keberatan menyewa rumah, tapi kita bisa menata ulang rumahku dan tinggal bersama orang tuaku! Ayo! Kita menikah secepatnya!”

Sementara itu, Shido berlari sekuat tenaga dari maut yang mengincarnya itu.

“Wah… wanita yang sangat ambisius.” Komentar Kotori.

“Jangan bercanda!” ucap Shido yang masih berlari. “Apa yang sebenarnya kalian piki— Aduh!!”

Saat sedang berbicara sambil berlari dan sambil memegang microphonenya, Shido tidak sadar ada orang di depannya dan menabraknya.

“Ma-maaf, apa kau tidak apa-apa??” tanya Shido yang ditabraknya ternyata Tobiichi.

“Tidak apa-apa.”

“Kebetulan sekali, Shido…” ucap Kotori. “Ayo kita latihan dengannya.”

“Haaah??”

“Kau perlu pacaran dengan yang seumuran. Dia mungkin bukn Roh, tapi anggota TAR…” ucap Kotori. “Sepertinya dia juga gadis yang pendiam.”

“Kau ini!” ucap Shido. “Itu—“

“Sudahlah, cepat dekati dia.” Perintah sang komandan lagi.

Shido memperbaiki lagi posisi microphonenya, dan menatap Tobiichi dengan depresi.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar