Sebelumnya: Blood Lad episode 1
“Oi oi oi, seriusan, nih?” Tanya Staz. “Tirai hitam… portal yang dapat mengirim seseoran ke dunia iblis maupun dunia manusia… “ ucap Staz sambil memperhatikan tirai hitam di depannya. “Budaya manusia yang kuimpi-impikan!!” ucapnya bersemangat. Yanagi disampingnya hanya diam memperhatikan keanehan vampire itu.
“Dengan tirai ini, mimpiku akan menjadi kenyataan!!” Staz mengambil sebuah kamera yang entah di dapat darimana dan menjepret tirai itu dari berbagai sisi. “Sudah sangat lama aku menantikan saat-saat ini!!” Staz melihat-lihat majalah koleksinya dan melihat apa yang kira-kira akan dia cari di dunia manusia nanti.
“Ano.. bukankah kita ke dunia manusia untuk menghidupkanku lagi?” Tanya Yanagi dengan suara lembut.
Staz memakai topinya dan menyibak tirai itu perlahan. Apa yang terlihat di dalam tirai itu hanya kekosongan. “Ayo, kita berangkat ke dunia manusia!” ucap Staz.
“Oi oi oi, seriusan, nih?” Tanya Staz. “Tirai hitam… portal yang dapat mengirim seseoran ke dunia iblis maupun dunia manusia… “ ucap Staz sambil memperhatikan tirai hitam di depannya. “Budaya manusia yang kuimpi-impikan!!” ucapnya bersemangat. Yanagi disampingnya hanya diam memperhatikan keanehan vampire itu.
“Dengan tirai ini, mimpiku akan menjadi kenyataan!!” Staz mengambil sebuah kamera yang entah di dapat darimana dan menjepret tirai itu dari berbagai sisi. “Sudah sangat lama aku menantikan saat-saat ini!!” Staz melihat-lihat majalah koleksinya dan melihat apa yang kira-kira akan dia cari di dunia manusia nanti.
“Ano.. bukankah kita ke dunia manusia untuk menghidupkanku lagi?” Tanya Yanagi dengan suara lembut.
Staz memakai topinya dan menyibak tirai itu perlahan. Apa yang terlihat di dalam tirai itu hanya kekosongan. “Ayo, kita berangkat ke dunia manusia!” ucap Staz.
Blood Lad: Kembali Pulang, Tapi Tidak Benar-Benar Pulang
Text Version by esti-widhayang.blogspot.com
Author: Dhwati Esti Widhayang
Text Version by esti-widhayang.blogspot.com
Author: Dhwati Esti Widhayang
Staz ternganga. Mereka sekarang berada di dalam lemari pakaian di sebuah kamar manusia.
“Tempat macam apa ini?” Tanya Staz.
“ ‘Tempat macam apa’? ini kamarku.” Ucap Yanagi.
“Eeh… ini tempat tinggalmu?” Tanya Staz. Ia melihat ke arah jendela yang tertutup. Lalu ke arah kasur yang empuk. Lalu Ia mencoba duduk di kursi dekat meja belajar Yanagi, lalu Ia menyimpulkan sesuatu. “Kau sedang dipenjara, ya?”
“Ja-jahatnya!!”
“Habis, disini tidak ada apa-apa..” ucap Staz.
Wajah Yanagi memerah. “Disini nyaman dan bersih!!” ucapnya membela pihak kamar(?).
“Apa yang kau lakukan disini? Meditasi?”
“Aku biasanya sekolah, setelah pulang sekolah aku belajar, jadi aku harus selalu memastikan kamarku bersih dan jauh dari gangguan.” Ucap Yanagi.
“Ho-Oh.” Gumam Staz yang sepertinya tidak mendengarkan. Ia sedang asyik membaca buku matematika Yanagi.
“Ayolah, sudah cukup dengan kamarku.” Ucap Yanagi. “Tujuan Staz-san kesini kan—“
“Benar juga. Ayo pergi…” Potong Staz. “…Ke sekolahmu.”
“Heh? Tu-tu-tu-tunggu!!” Yanagi mencoba menghentikan Staz yang hendak pergi ke sekolah Yanagi. “Kau akan pergi ke sekolahku?!”
“Pasti akan menyenangkan, bukan? Katakan saja aku ini anak pindahan seperti di manga atau anime.” Ucap Staz.
“Jadi… kau berniat bersekolah?”
“Fuyu…mi?” ucap seseorang di depan Yanagi. Yanagi terkejut melihat orang itu, dan lebih terkejut lagi ketika menyadari kalau orang itu bisa melihatnya.
“A-ayah...” ucap Yanagi.
“Darimana saja kau? Kau bahkan tidak menghubungi ayah!” ucap ayah Yanagi itu. “Lagipula pria ini siapa?!”
“Dia… eto…” Yanagi bingung harus menjelaskan bagaimana. Apalagi ayahnya juga bisa melihat Staz.
Ayahnya mulai tampak marah, “Kau tidak sekolah kemarin, kan?! Cepat jelaskan alasanmu! Apa kau tidak tahu seberapa khawatirnya ayah?!”
Cssshhh…
Staz menyemprotkan sesuatu
ke muka ayah Yanagi.
“Aah..” gumam Yanagi.
“Senang bertermu denganmu, Staz-kun.” Ucap ayah Yanagi yang sepertinya terhipnotis dan membuatnya—entah darimana,— mengenal Staz.
“Eh?” Yanagi bingung.
“Kalian mau berangkat sekolah? Aku akan segera berangkat, kalian berdua jangan sampai telat, ya…” ucap ayahnya lalu pergi begitu saja. “Aku berangkat…”
Hening.
Setelah ayahnya pergi, Yanagi langsung bertanya pada Staz. “Apa yang baru saja kau lakukan pada ayahku?!” Tanya Yanagi.
“Oh, itu? Kau tahu, kan? Vampire dapat mengendalikan manusia yang mereka gigit… pada dasarnya itu karena cairan yang ada pada taringku… aku menggabungkan cairan itu dengan air biasa dan membuat semprotan ini.” Jawab Staz. “Initinya, semprotan ini adalah air liurku.” Staz lalu menyemprotkan semprotan itu ke Yanagi berulang kali sambil tertawa licik. “Khe khe khe…”
“Tolong hentikan…” ucap Yanagi.
“Tenang saja, air ini tidak bereaksi pada iblis.” Ucap Staz.
“Pada iblis, huh?” pikir Yanagi. Mereka berdua lalu menginjakkan kaki keluar rumah dan melihat matahari siang yang terik.
“Gyaaahhh!! Cahaya matahari! Jadi ini cahaya matahari!!??” Staz nampak sangat bersemangat karena di dunia iblis sangat gelap dan tak ada cahaya matahari.
Sementara Staz terpesona dengan cahaya matahari, Yanagi masih memikirkan apa yang tadi Staz katakan. “Begitu… jadi sekarang aku sudah menjadi mahkluk lain…”
“Woah, kulitku sampai gatal.” Ucap Staz.
“Aku… bukan lagi manusia…” pikir Yanagi.
Staz melihat Yanagi yang nampak sedang memikirkan sesuatu, “Oi.. kau tidak apa-apa terkena sinar matahari?”
“Eh? Um…”
“Begitu, ya. Ah, jadi kau sudah terbiasa dengan lingkungan manusia… tapi, sekarang kau ini iblis, jadi akan kutunjukkan bagaimana caranya iblis berkeliararan di dunia manusia.”
“Ah..”
“Dulu, manusia takut pada iblis. Sekarang, meski iblis terkuat pun, tidak dapat menandingi jumlah dan kecanggihan teknologi manusia.” Ucap Staz sambil membayangkan senjata nuklir buatan manusia. “Karena itu, iblis harus berhati-hati di dunia manusia. Jangan sampai menarik perhatian, mengerti?”
“Jadi begitu?”
CKLIK! CKLIK! CKLIK!!
Baru saja berkata seperti itu, Staz sudah membuat keributan dan menarik banyak perhatian dengan kamera yang dibawanya. Ia memfoto setiap objek yang menarik.
“Woah, mobil! Ada banyak sekali mobil di jalanan!!” ucap Staz antusias sambil berdiri di tengah jalan dan memotret semua mobil yang melintas.
“Kereta sangat luar biasa, ya!!??” Staz memotret-motret ketika mereka sedang menaiki kereta. “Sungguh cepat dan nyaman!! Seperti kamar yang berjalan!!”
“Kita sudah sampai di sekolah! Ho ho, menyenangkan sekali!!” ucap Staz memotret semua siswa dan siswi yang ada di sekolah itu. “Ayo semuanya bilang ‘cheers’!!”
“Tolong hentikan, kau memancing banyak perhatian…” ucap Yanagi.
“Tapi mereka tidak tahu kalau aku ini iblis, kan?” Tanya Staz enteng.
“Bukan masalah itu…”
“Aaah, kalau begitu…” Staz mengeluarkan semprotan dari kantongnya. Dan berjalan sambil menyemprot setiap orang yang berpapasan dengannya.
“Aah..” gumam Yanagi.
“Senang bertermu denganmu, Staz-kun.” Ucap ayah Yanagi yang sepertinya terhipnotis dan membuatnya—entah darimana,— mengenal Staz.
“Eh?” Yanagi bingung.
“Kalian mau berangkat sekolah? Aku akan segera berangkat, kalian berdua jangan sampai telat, ya…” ucap ayahnya lalu pergi begitu saja. “Aku berangkat…”
Hening.
Setelah ayahnya pergi, Yanagi langsung bertanya pada Staz. “Apa yang baru saja kau lakukan pada ayahku?!” Tanya Yanagi.
“Oh, itu? Kau tahu, kan? Vampire dapat mengendalikan manusia yang mereka gigit… pada dasarnya itu karena cairan yang ada pada taringku… aku menggabungkan cairan itu dengan air biasa dan membuat semprotan ini.” Jawab Staz. “Initinya, semprotan ini adalah air liurku.” Staz lalu menyemprotkan semprotan itu ke Yanagi berulang kali sambil tertawa licik. “Khe khe khe…”
“Tolong hentikan…” ucap Yanagi.
“Tenang saja, air ini tidak bereaksi pada iblis.” Ucap Staz.
“Pada iblis, huh?” pikir Yanagi. Mereka berdua lalu menginjakkan kaki keluar rumah dan melihat matahari siang yang terik.
“Gyaaahhh!! Cahaya matahari! Jadi ini cahaya matahari!!??” Staz nampak sangat bersemangat karena di dunia iblis sangat gelap dan tak ada cahaya matahari.
Sementara Staz terpesona dengan cahaya matahari, Yanagi masih memikirkan apa yang tadi Staz katakan. “Begitu… jadi sekarang aku sudah menjadi mahkluk lain…”
“Woah, kulitku sampai gatal.” Ucap Staz.
“Aku… bukan lagi manusia…” pikir Yanagi.
Staz melihat Yanagi yang nampak sedang memikirkan sesuatu, “Oi.. kau tidak apa-apa terkena sinar matahari?”
“Eh? Um…”
“Begitu, ya. Ah, jadi kau sudah terbiasa dengan lingkungan manusia… tapi, sekarang kau ini iblis, jadi akan kutunjukkan bagaimana caranya iblis berkeliararan di dunia manusia.”
“Ah..”
“Dulu, manusia takut pada iblis. Sekarang, meski iblis terkuat pun, tidak dapat menandingi jumlah dan kecanggihan teknologi manusia.” Ucap Staz sambil membayangkan senjata nuklir buatan manusia. “Karena itu, iblis harus berhati-hati di dunia manusia. Jangan sampai menarik perhatian, mengerti?”
“Jadi begitu?”
CKLIK! CKLIK! CKLIK!!
Baru saja berkata seperti itu, Staz sudah membuat keributan dan menarik banyak perhatian dengan kamera yang dibawanya. Ia memfoto setiap objek yang menarik.
“Woah, mobil! Ada banyak sekali mobil di jalanan!!” ucap Staz antusias sambil berdiri di tengah jalan dan memotret semua mobil yang melintas.
“Kereta sangat luar biasa, ya!!??” Staz memotret-motret ketika mereka sedang menaiki kereta. “Sungguh cepat dan nyaman!! Seperti kamar yang berjalan!!”
“Kita sudah sampai di sekolah! Ho ho, menyenangkan sekali!!” ucap Staz memotret semua siswa dan siswi yang ada di sekolah itu. “Ayo semuanya bilang ‘cheers’!!”
“Tolong hentikan, kau memancing banyak perhatian…” ucap Yanagi.
“Tapi mereka tidak tahu kalau aku ini iblis, kan?” Tanya Staz enteng.
“Bukan masalah itu…”
“Aaah, kalau begitu…” Staz mengeluarkan semprotan dari kantongnya. Dan berjalan sambil menyemprot setiap orang yang berpapasan dengannya.
---Café Tiga Mata---
“Siapapun yang berani
mengganggu perdamaian dunia, tak akan kumaafkan!!” ucap Yoshida si peniru
berlatih agar Ia menyerupai sang bos, Staz.
“Oi, kau harus terlihat seperti pemalas.” Ucap Deku.
“Tenanglah, dan bersikaplah seperti seorang idiot.” Ucap si hewan peliharaan di café itu.
“Oke, aku tahu yo… aku ini kan bossu yo…” ucap Yoshida sambil memainkan tali jaketnya dengan tampang malas ala Staz. “Kau perlu mendengarkanku, kalau tidak…” Yoshida berubah ke bentuk aslinya dan wajahnya nampak memerah. “Ba-bagaimana?” tanyanya.
“Hahaha…” Deku dan si hewan tertawa nista.
“Sempurna.” Ucap Saty.
“Oi, kau harus terlihat seperti pemalas.” Ucap Deku.
“Tenanglah, dan bersikaplah seperti seorang idiot.” Ucap si hewan peliharaan di café itu.
“Oke, aku tahu yo… aku ini kan bossu yo…” ucap Yoshida sambil memainkan tali jaketnya dengan tampang malas ala Staz. “Kau perlu mendengarkanku, kalau tidak…” Yoshida berubah ke bentuk aslinya dan wajahnya nampak memerah. “Ba-bagaimana?” tanyanya.
“Hahaha…” Deku dan si hewan tertawa nista.
“Sempurna.” Ucap Saty.
Selanjutnya: Blood Lad episode 2 bagian 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar