Kamis, 11 Juli 2013

Versi Teks Defense Devil Chapter 14



---Flashback---

Paul baru saja keluar dari penjara. Dunia seakan menutup diri mereka untuk mantan penjahat seperti Paul. Tidak ada yang mau menerimanya. Dan sekarang, Ia melampiaskan kekesalannya pada seekor anjing.

“Orang yang menindas hewan yang tidak bisa bicara… kau orang jahat, kan?!” ucap seorang gadis pada Paul. Gadis itu dikelilingi oleh anak-anak TK yang berkata, “Ya! Di jahat! Dia pasti jahat!!”

Perkataan mereka justru membuat Paul semakin kesal, “Apa mereka semua… mau dibakar sampai mati?!”



“Uwaaa!! Uwaaa!! Perutku!!!” salah seorang dari anak TK itu memegangi perutnya yang kesakitan.

“Ada apa, Romeo?” Tanya si guru TK pada anak itu.
“Romeo sakit perut?” “Kau… kenapa?” “Romeo!!” teman-temannya jadi panik. Paul hanya terdiam melihat mereka.


“Aku tidak pernah melihat orang yang begitu menderita karena sakit perut…” ucap Paul. “Kau memberinya makan apa?” Paul duduk di kursi di ruang tunggu sebuah rumah sakit.

“Aku selalu hati-hati soal makanan… kurasa Romeo akan baik-baik saja.” Ucap guru TK itu. Ia, dibantu oleh Paul, membawa anak muridnya ke rumah sakit.

Paul duduk sambil menonton televisi yang disediakan di ruang tunggu itu (wah, enaknya…).
“Kemarin beruang besar muncul lagi di Union Town.” Ucap si pembawa berita. “Dan telah jatuh seorang korban.”

“Di desa ini, orang bisa keracunan makanan dan hewan buas berkeliararan… benar-benar buruk.” Komentar Paul sambil berbalik untuk melihat keadaan si guru TK.

Tanpa disangka-sangka, guru TK itu menangis. “Terima kasih, Paul. Kau sudah membawa Romeo ke rumah sakit.”


“Oke, sudah selesai.” Ucap Paul. Ia baru saja selesai memperbaiki sebuah ayunan untuk anak-anak TK itu. “Kalian sekarang boleh menaikinya. Kalau ada mainan yang rusak, bilang saja.”

Mata anak-anak itu berbinar-binar. “Kak Paul hebat!” “Kau seperti Superman!”

“Eh?”

“Ya, Paul bisa apa saja…” ucap anak-anak itu. “Menolong dan memperbaiki ayunan…”

“Jangan konyol. Aku menolong karena terpaksa.” Ucap Paul. “Sadarlah, anak-anak, yang namanya Superman itu tidak ada! Itu hanya rekayasa…”

“UWAAA~~!! Kau salah!!” anak-anak itu mulai menangis, sementara Paul menutup telinganya dan pura-pura tidak mendengar. Si guru TK, Alice, hanya tersenyum melihat mereka.


“Tahun lalu angin topan melanda desa ini, akibatnya seluruh desa hancur. Tapi, hanya TK ini yang tidak kena dampaknya…” Alice dan Paul sedang membuat masakan bersama.

“Hm, itu pasti karena TK ini adalah titik pusat angin topan…” ucap Paul.

“Ya, tapi susah menjelaskan kepada anak-anak tentang titik pusat angin topan…” ucap Alice. “Saat itu, ada seorang anak yang mengatakan kalau ini pasti perbuatan Superman… sejak itu, mereka semua mengagungkan Superman…”

Alice mencicipi sup buatannya, dan ekspresi wajahnya langsung pucat.
“Kenapa wajahmu pucat?” Tanya Paul. Ia lalu ikut mencicipi. “Bodoh, ini tidak ada rasanya! Kau memasukkan apa, sih?!”

“Memangnya kau bisa masak?” Alice balik menyerang.

“Setidaknya lebih baik daripada dirimu.” Sahut Paul. Akhirnya, Paul-lah yang memasak untuk anak-anak. Ketika tiba saatnya makan malam, dan semua anak mencicipi masakan Paul, tubuh anak-anak itu bergetar.

“Whoa! Enaaakk!!!” “Tak kusangka ada makanan seenak ini disini!!” ucap anak-anak itu. Wajah Alice langsung memerah mendengar masakannya kalah oleh Paul.

“Ke-kejam!” ucap Alice. “Masakanku enak juga, kan?”

“Itu tidak benar, bu.”

“Dasar kalian~”

“Tapi ini sangat enak. Kak Paul memang benar-benar hebat.”

“Kakak Paul memang benar-benar… Superman.”

Hari-hari Paul yang suram sudah terkikis sedikit demi sedikit. Ia memulai kehidupan barunya dengan anak-anak TK itu. Mereka memancing bersama, membuat rumah pohon, bermain sepeda, membaca komik sampai ketiduran.

Tapi…

Ketika Paul sedang memasak, Ia melihat segerombolan ibu-ibu datang dan memarahi Alice. Ia tidak tahu apa yang mereka bicarakan, jadi saat Ia sedang mengebor tangga untuk bermain anak-anak, Ia meminta Alice menjelaskannya.

“Katanya ada gossip kalau Paul adalah bekas kriminal. Kalau tidak segera pergi… mereka akan mengeluarkan anak-anak mereka dari TK ini…” ucap Alice.

“Itu sudah sesuatu yang wajar untuk dilakukan oleh orang tua, kan…” Paul menanggapinya enteng. “Justru yang aneh itu kau, yang terlihat merasa aman. Aku sudah menginap cukup lama disini. Aku akan segera pergi.”

“Aku akan berusaha meyakinkan ibu-ibu itu!” ucap Alice yang sepertinya tidak ingin Paul pergi.

“Waktu usiaku 6 tahun…” ucap Paul. “Ibuku selingkuh dan dia meninggal. Ayahku jadi pecandu alcohol dan sering memukuliku… cerita yang menyebalkan, memang. Mungkin karena waktu kecil aku begitu, jadi setelah dewasa… aku hidup asal-asalan. Apa kau paham, Alice? Bagi anak-anak keberadaan orang dewasa sangat penting… dan demi mereka… mungkin lebih baik jika kita, orang dewasa, menjadi sosok Superman…”

Paul mengangkat bornya dan tersenyum, “Bilang saja kepada mereka, aku menghilang bersama angin… seperti pahlawan-pahlawan lainnya.” Baik Paul maupun Alice, tidak ada yang mengetahui kalau seorang anak, Romeo, mendengar semua percakapan itu…

Paul menatap langit diluar yang sudah mulai gelap. “Ah, sudah mulai gelap, ya… aku harus bergegas.” Ia merapikan semua barang-barangnya dan akan segera pergi. Kebetulan, Ia bertemu Alice di halaman depan. “Aku pergi, ya… terima kasih atas semuanya. Dan sampaikan salamku untuk mereka.”

Namun Alice tidak menyahut. “Alice…?” Alice terlihat memandang sesuatu yang ada di depannya dengan ketakutan. Paul mengikuti arah pandangan Alice dan terkejut ketika melihat seekor beruang liar berdiri di hadapan Alice.





“Beruang!!” pikir Paul. Ia segera bersembunyi dan tetap tenang agar beruang itu tidak mengamuk.

“Cepat pergi, Paul… aku sudah tidak sempat… lari… cepat pergi…” bisik Alice.

“Dasar bodoh!! Jangan bergerak, Alice!!” bisik Paul. “Asal kau tidak menunjukkan celah, dia tidak akan menggigitmu duluan… tetaplah seperti itu!! Jangan bergerak!!... aku pasti… akan menolongmu.”

Paul kembali masuk ke TK itu dan mencari senjata untuk membunuh beruang itu. “Dibawah ranjangku… ada senjata untuk berburu!!” pikir Paul. Ia langsung mencari senjata itu dan memastikan masih bisa dipakai.


“Cepat, teman-teman! Kalau telat, kak Paul akan segera pergi!!” ucap Romeo kepada teman-temannya. Ia membocorkan apa yang di dengarnya kepada teman-temannya.

“Pelan-pelan saja…” “Aku lelah…”

“Tidak boleh! Kita harus cepat!” ucap Romeo. “Kita harus membujuknya agar tidak pergi!”

Namun, saat anak-anak itu sampai, mereka terkejut melihat seekor beruang berdiri di depan halaman TK mereka dan di depannya ada guru mereka. Mereka melihat dari arah depan TK, sementara tadi Paul melihat dari arah belakang TK.

“A-apa itu!?” “Beruang yang ada di berita..” “Bagaimana ini… bu guru bisa…” anak-anak itu berbisik khawatir.

“Hei, lihat kesini!” ucap seorang anak. Ia menemukan sesuatu. “Ada senapan…” entah darimana, sebuah senapan berada di dekat anak-anak itu. Kebetulan, kah? Bukan.

“Kenapa bisa ada disini~?” “Wah~ berat!” “Hati-hati!” “Jangan-jangan seperti saat topan terjadi…. Mungkinkah Superman yang meninggalkan ini?”

Di atas pohon di dekat senapan itu berada, terlihat sosok Sugal yang sedang berdiri untuk melihat apa hasil dari rumus yang Ia buat…



Anak-anak itu berusaha menyelamatkan guru mereka dengan sebuah senapan yang mereka duga berasal dari Superman. “Agak ke atas lagi, itu terlalu condong…” “Yang benar saja…” “soalnya ini berat!!” “Hati-hati, Romeo… kalau salah, ibu guru bisa…” “Aku mengerti!!”

Romeo bersiap membidik… Ia akan menarik pelatuknya… lalu…

DOOORRR!! Beruang yang terluka di tangannya, segera melarikan diri dari tempat itu. Seharusnya Paul dapat lega karena beruang itu sudah pergi. Tapi… mengapa… mengapa Alice… terjatuh dengan bekas tembakan di kepalanya?!

“A-apa yang terjadi? Jelas-jelas aku menembak beruangnya…” ucap Paul.

“Tidak… kami yang menembaknya…” anak-anak itu keluar dari semak-semak di depan TK sambil membawa senapan. “Kami yang telah… menembak ibu guru…” anak-anak itu mulai menangis. “UWAA!! Ibu guru~!!”

Rupanya, sesaat sebelum anak-anak itu menekan pelatuk, Paul yang dari arah belakang sudah terlebih dahulu menembak beruang itu. Sehingga ketika beruang itu kabur dan anak-anak itu menekan pelatuk, yang terkena adalah Alice.

“Jangan menangis. Ini… bukan salah kalian. Karena… aku yang menembak Alice.” Ucap Paul berpura-pura. Padahal sudah jelas, dengan jarak Paul yang lebih dekat, tentu saja Ia lebih tepat daripada anak-anak itu. “Sial… kurasa aku tidak sengaja menembaknya. Pergilah, anak-anak. Kalau kalian terlibat, bisa repot. Taruh saja senapannya disana, lalu cepat pulang. Serahkan sisanya padaku.”

Anak-anak itu bergetar dan menangis ketakutan. Paul berteriak, “CEPAT PERGI!!” lalu setelah itu Ia berlari ke sebuah danau dan melempar senapan yang dipakai anak-anak itu ke danau itu, untuk menghilangkan bukti.

Ayahku jadi pecandu alcohol dan sering memukuliku… cerita yang menyebalkan, memang. Mungkin karena waktu kecil aku begitu, jadi setelah dewasa… aku hidup asal-asalan. Apa kau paham, Alice? Bagi anak-anak keberadaan orang dewasa sangat penting… dan demi mereka… mungkin lebih baik jika kita, orang dewasa, menjadi sosok Superman…

“Mungkin lebih baik seperti ini…” ucap Paul berdiri di depan tubuh Alice yang bersimbah darah. Ia berniat menyerahkan dirinya ke polisi, dan mengaku sebagai tersangka.

Namun Ia melupakan sesuatu.

“Benar juga, pelurunya… aku harus menghapus semua jejak mereka…” ucap Paul.

Demi mereka…
Mungkin lebih baik… kalau kita menjadi Superman, atau apapun itu…

Paul tidak dapat menahan air matanya yang menetes.

Bilang pada mereka…
Aku akan menghilang bersama angin…

Paul menelan peluru itu untuk menyembunyikan bukti. Ia tidak punya pilihan lain.

…Seperti pahlawan-pahlawan lainnya…

Kucabara dan Bichiura melihat hasil rontgen perut Paul, dan disana terlihat gambar sebuah peluru yang bersarang di perutnya. Peluru yang Ia telan untuk menyelamatkan anak-anak.

Hasil rontgen itu bersekelebat terkena angin, “Uwaa~ Inocence Item yang kudapatkan hampir terjatuh!!” ucap Kucabara.

“Hati-hatilah!!” ucap Bichiura yang sedang dinaiki Kucabara dan menuju ke neraka.

“Bichiura, cepat!! Aku pasti masih sempat membujuk Paul!!” ucap Kucabara. “Kita tidak boleh menyia-nyiakan hidup orang sebaik dia!!”




Tidak ada komentar:

Posting Komentar