Sebelumnya: Blood Lad episode 4 bagian 1
“Bukankah kau yang keturunan manusia serigala juga termasuk bangsawan?” tanya Saty 2. “Kenapa kau juga meninggalkan dunia iblis atas?”
“Aku tidak meninggalkannya, tapi aku dibuang.” Ucap Wolf.
“Eh?” Yanagi terkejut mendengar pernyataan Wolf.
“Aku bukan manusia serigala murni…” ucap Wolf. “Aku berdarah campuran dengan iblis yang belum diketahui. Aku hanya menjadi aib. Maka dari itu aku dibuang.”
Mungkinkah Wolf bersaudara dengan professor Snape? Lupakan.
“Itu… kejam…” ucap Yanagi.
“Jadi begitu!!” Saty 2 berlinang air mata. “Karena itulah kau mencoba menaklukkan seluruh wilayah dunia iblis? Kau ingin menjadi iblis bangsawan dan diakui oleh orang-orang yang telah membuangmu!! Gyaaa! Mengharukan!! Benar-benar mengharukan, Wolf!!”
Wolf memejamkan matanya, “Oi, berhentilah mengarang cerita tentang kehidupanku…” Wolf berbalik dan terkejut melihat Yanagi yang ikut-ikutan menangis.
“Wolf-san, aku terharu mendengar kisahmu. Aku akan bantu berdoa agar hari itu cepat datang!” ucap Yanagi.
“Bukankah kau yang keturunan manusia serigala juga termasuk bangsawan?” tanya Saty 2. “Kenapa kau juga meninggalkan dunia iblis atas?”
“Aku tidak meninggalkannya, tapi aku dibuang.” Ucap Wolf.
“Eh?” Yanagi terkejut mendengar pernyataan Wolf.
“Aku bukan manusia serigala murni…” ucap Wolf. “Aku berdarah campuran dengan iblis yang belum diketahui. Aku hanya menjadi aib. Maka dari itu aku dibuang.”
Mungkinkah Wolf bersaudara dengan professor Snape? Lupakan.
“Itu… kejam…” ucap Yanagi.
“Jadi begitu!!” Saty 2 berlinang air mata. “Karena itulah kau mencoba menaklukkan seluruh wilayah dunia iblis? Kau ingin menjadi iblis bangsawan dan diakui oleh orang-orang yang telah membuangmu!! Gyaaa! Mengharukan!! Benar-benar mengharukan, Wolf!!”
Wolf memejamkan matanya, “Oi, berhentilah mengarang cerita tentang kehidupanku…” Wolf berbalik dan terkejut melihat Yanagi yang ikut-ikutan menangis.
“Wolf-san, aku terharu mendengar kisahmu. Aku akan bantu berdoa agar hari itu cepat datang!” ucap Yanagi.
Wolf memilin-milin rambutnya dengan agak malu-malu. “Be-begitukah…? Terima kasih…”
…
“Hmm~ menyegarkan sekali~” ucap Bell yang sudah selesai mandi dan sekarang hanya memakai pakaian minim. “Kurasa kita harus minum bir sekarang~ minum sehabis mandi pastinya menyegarkan~” ucapnya.
“Ugh… kenapa kau berpakaian seperti itu?!” Staz memalingkan wajahnya.
“Ada apa? Kau saja beberapa saat yang lalu hanya mengenakan celana boxing.” Ucap Bell.
“Apa maumu?”
“Hm?”
“Kenapa kau bertingah seperti sedang mengetesku?” tanya Staz.
Bell tersenyum, ternyata Staz menyadari apa yang sedang Ia lakukan. “Itu karena aku mencurigaimu.”
“Apanya?”
“Aku memang mencurigaimu sampai aku melihat pertarunganmu dengan Wolf.” Ucap Bell. “Tapi, sekarang aku sudah yakin. Seperti yang kuduga, kau sedang menyembunyikan sesuatu.”
“Makanya, apa itu?”
Bell mendekat dan berbisik di telinga Staz. “Sesuatu yang ingin aku ketahui…”
“EH?!” Staz langsung melompat terkejut begitu Bell berbisik secara tiba-tiba di telinganya dan membuat jarak dengan Bell. Ia bersembunyi di pojok ruangan.
“P-Pffttt!!!” Bell tertawa ngakak melihat reaksi Staz. “Kau takut, ya? Aku lihat itu!” Bell mengusap air mata bahagia(?)nya. “Tapi, reaksimu membuatku tahu satu hal… sepertinya kau tidak sedang mengincar sesuatu dari Fuyumi..”
Staz memalingkan wajahnya. “Ini tak ada hubungannya dengannya, kan.”
Bell langsung merubah ekspresinya semanis mungkin. “Ne… bagaimana kalau denganku?”
“Hei, hentikan.” Ucap Staz
nampak tidak berminat sama sekali pada Bell. Ekspresi manis Bell langsung
luntur seketika.
“Are?”
“Jangan mengalihkan topic pembicaraan.” Ucap Staz. “Apa yang ingin kau ketahui dariku?”
“Kekuatan sihirmu itu memiliki aliran yang tidak biasa…” ucap Bell. “…Seperti sesuatu yang mengalir dari kotak yang terkunci… apa itu benar-benar terkunci, ya? Karena aku ingin melihat bagian dalamnya…”
“Kakakkulah…” ucap Staz. “…Yang memiliki kuncinya.”
“Are?”
“Jangan mengalihkan topic pembicaraan.” Ucap Staz. “Apa yang ingin kau ketahui dariku?”
“Kekuatan sihirmu itu memiliki aliran yang tidak biasa…” ucap Bell. “…Seperti sesuatu yang mengalir dari kotak yang terkunci… apa itu benar-benar terkunci, ya? Karena aku ingin melihat bagian dalamnya…”
“Kakakkulah…” ucap Staz. “…Yang memiliki kuncinya.”
-----flashback-----
“Staz.” Ucap kakak Staz. “Kau adalah seseorang yang memiliki bakat
terpendam.” Ucapnya.Staz yang waktu itu masih kecil hanya memandang kakaknya tanpa sedikitpun rasa ingin tahu.
“Kakakmu ini akan membantumu
membuka kekuatan potensialmu itu…” kacamata kakak Staz mengkilap di tengah
kegelapan. Ia menahan Staz di sebuah kursi besi dimana tangan Staz dibelenggu
agar tidak dapat bergerak. Kepala Staz dihubungkan dengan kabel-kabel
bertegangan 100 watt (mungkin). “Ini mungkin akan sedikit menyakitkan, tapi ini
akan memancing keluar kekuatan yang tertidur di dalam dirimu. Selanjutnya aku
akan melihat Staz yang baru…”
Kakak Staz menekan saklar dan menyetrum adiknya itu.
“Staz.” Ucap kakaknya. Staz hanya memandang dengan tatapan yang sama. Yang beda hanya rambutnya yang gosong dan berdiri.
Kakak Staz menekan saklar dan menyetrum adiknya itu.
“Staz.” Ucap kakaknya. Staz hanya memandang dengan tatapan yang sama. Yang beda hanya rambutnya yang gosong dan berdiri.
“Dengan ini, bakat terpendammu pasti sudah bangkit…” ucap kakak Staz. Ia mengajak Staz ke depan sebuah gua yang gelap. “Gua ini penuh dengan lintah raksasa. Mulai sekarang, kau akan mengabiskan waktumu seminggu di dalam sana.”
Dan hasilnya…
Kakak Staz terus saja menguji adiknya dengan berbagai rintangan dan hasilnya tetap saja nihil.
“Staz, tak apa. Kau adalah
anak yang berbakat, Staz.” Ucap kakaknya menyemangati. “Staz..” “Staz…” Staz…”
“Staz!!!” ucap Bell memanggil Staz dan flashback pun berakhir. “Halo~? Staz-kun?”
Staz tersadar dari lamunannya. “A-ah…”
“Kenapa kau tiba-tiba melamun seperti itu?” tanya Bell.
“Tidak apa…”
“Jadi, kenapa kakakmu menyegel kekuatan sihirmu?” tanya Bell.
“Kakakku…” ucap Staz. “…Mencoba membunuhku.” Ia teringat akan kakaknya yang selalu membuat cairan-cairan aneh di laboratorium. “Studi sihirnya hanyalah alasan agar Ia bisa melampiaskan keinginannya untuk membunuhku.” Ucap Staz. “Dia membuat banyak sekali cairan aneh, atau percobaan berbahaya, dan mempraktikkannya padaku…”
“Dan suatu hari…” lanjut Staz. “…Dia mengatakannya dengan jelas padaku…”
“Staz, aku sangat senang obat ini akhirnya selesai. Sebagai seorang kakak, aku sangat senang.” Ucap kakak Staz waktu itu. Dia mengikat Staz agar tidak dapat bergerak. “Dengan ini, aku tak harus membunuhmu lagi…” kakak Staz menodongkan sebuah pistol ke arah Staz, dan…
DORRRR!!!!”
Peluru itu tepat mengenai jantung Staz.
“Peluru itu, bersarang di jantungku…” ucap Staz.
“Peluru itulah yang akan mengendalikan kekuatan sihirmu.” Ucap kakaknya waktu itu. “Hanya aku yang dapat menghilangkannya dan itu tak dapat dihilangkan secara paksa.” Ucap kakaknya sebelum Staz kehilangan kesadarannya. “Maka dari itu… sekarang kau akan baik-baik saja, Staz.”
BRUKK!!
Staz kecil pingsan setelah terkena tembakan itu. Darah vampirenya yang berwarna merah menyala mengalir deras dari jantung Staz.
“Kakakku mengatakan kalau dia ingin membuka kekuatan potensialku secara penuh… tapi itu semua bohong.” Ucap Staz di masa sekarang. “Penelitian yang Ia lakukan adalah untuk menyegel kekuatan sihirku…” Staz meletakkan tangannya di dadanya, “Sampai sekarangpun, peluru itu masih bersarang di jantungku…”
“Hah~ tapi kenapa kakakmu sebegitu inginnya menyegel kekuatan sihirmu?” tanya Bell sambil mengotak-atik handphonenya.
“Aku tak tahu… eh, apa itu?” tanya Staz penasaran melihat benda digital yang dibawa Bell.
“Hm? Aku sedikit lapar, jadi..” handphone Bell berdering, dan masuk pesan bahwa makanan yang Bell pesan akan segera dikirim. “Yosh, okeei! Sebagai rasa terima kasih atas ceritamu, kakak yang cantik ini akan mentraktirmu makan malam!” ucap Bell.
“Tu-tunggu… benda yang ada di tanganmu itu apa?!”
“Ah? Ini? Ini adalah telepon selulerku.”
“Bo-bolehkah aku meminjamnya?” tanya Staz. “Whoa, hebat! Bagaimana bisa seperti ini?” tanya Staz mengotak-atik barang yang menurutnya sangat ajaib itu.
“Itu layar sentuh.” Ucap Bell.
Staz mengotak-atik lagi dan terkagum-kagum, “Whoa! Inilah yang disebut masa depan! Benar-benar Sci-fi (Science Fiction)!!”
Bell memperhatikan Staz yang terlihat biasa saja setelah menceritakan masa lalunya yang suram. “Tak kusangka orang seperti dia memiliki masa lalu seperti itu…” pikir Bell. “Yah, seperti itulah dia… kurasa dia bukan penyihir pencuri… tak peduli sehebat apapun dia, kalau tidak bebas menggunakan kekuatannya, mustahil untuk mencuri sihirku…”
Staz dengan wajah gembira membuka-buka go*gle dan mencari-cari gambar animanga.
“Tapi…” pikir Bell dengan wajah memerah. “Aku benar-benar ingin melihat kekuatannya dan mengeksposnya!! Oh, ya ampun, kenapa aku merasa sangat bersemangat seperti ini pada sesuatu yang tersembunyi dan terkunci? Itu pasti… karena aku pemburu harta karun!!!”
“Staz!!!” ucap Bell memanggil Staz dan flashback pun berakhir. “Halo~? Staz-kun?”
Staz tersadar dari lamunannya. “A-ah…”
“Kenapa kau tiba-tiba melamun seperti itu?” tanya Bell.
“Tidak apa…”
“Jadi, kenapa kakakmu menyegel kekuatan sihirmu?” tanya Bell.
“Kakakku…” ucap Staz. “…Mencoba membunuhku.” Ia teringat akan kakaknya yang selalu membuat cairan-cairan aneh di laboratorium. “Studi sihirnya hanyalah alasan agar Ia bisa melampiaskan keinginannya untuk membunuhku.” Ucap Staz. “Dia membuat banyak sekali cairan aneh, atau percobaan berbahaya, dan mempraktikkannya padaku…”
“Dan suatu hari…” lanjut Staz. “…Dia mengatakannya dengan jelas padaku…”
“Staz, aku sangat senang obat ini akhirnya selesai. Sebagai seorang kakak, aku sangat senang.” Ucap kakak Staz waktu itu. Dia mengikat Staz agar tidak dapat bergerak. “Dengan ini, aku tak harus membunuhmu lagi…” kakak Staz menodongkan sebuah pistol ke arah Staz, dan…
DORRRR!!!!”
Peluru itu tepat mengenai jantung Staz.
“Peluru itu, bersarang di jantungku…” ucap Staz.
“Peluru itulah yang akan mengendalikan kekuatan sihirmu.” Ucap kakaknya waktu itu. “Hanya aku yang dapat menghilangkannya dan itu tak dapat dihilangkan secara paksa.” Ucap kakaknya sebelum Staz kehilangan kesadarannya. “Maka dari itu… sekarang kau akan baik-baik saja, Staz.”
BRUKK!!
Staz kecil pingsan setelah terkena tembakan itu. Darah vampirenya yang berwarna merah menyala mengalir deras dari jantung Staz.
“Kakakku mengatakan kalau dia ingin membuka kekuatan potensialku secara penuh… tapi itu semua bohong.” Ucap Staz di masa sekarang. “Penelitian yang Ia lakukan adalah untuk menyegel kekuatan sihirku…” Staz meletakkan tangannya di dadanya, “Sampai sekarangpun, peluru itu masih bersarang di jantungku…”
“Hah~ tapi kenapa kakakmu sebegitu inginnya menyegel kekuatan sihirmu?” tanya Bell sambil mengotak-atik handphonenya.
“Aku tak tahu… eh, apa itu?” tanya Staz penasaran melihat benda digital yang dibawa Bell.
“Hm? Aku sedikit lapar, jadi..” handphone Bell berdering, dan masuk pesan bahwa makanan yang Bell pesan akan segera dikirim. “Yosh, okeei! Sebagai rasa terima kasih atas ceritamu, kakak yang cantik ini akan mentraktirmu makan malam!” ucap Bell.
“Tu-tunggu… benda yang ada di tanganmu itu apa?!”
“Ah? Ini? Ini adalah telepon selulerku.”
“Bo-bolehkah aku meminjamnya?” tanya Staz. “Whoa, hebat! Bagaimana bisa seperti ini?” tanya Staz mengotak-atik barang yang menurutnya sangat ajaib itu.
“Itu layar sentuh.” Ucap Bell.
Staz mengotak-atik lagi dan terkagum-kagum, “Whoa! Inilah yang disebut masa depan! Benar-benar Sci-fi (Science Fiction)!!”
Bell memperhatikan Staz yang terlihat biasa saja setelah menceritakan masa lalunya yang suram. “Tak kusangka orang seperti dia memiliki masa lalu seperti itu…” pikir Bell. “Yah, seperti itulah dia… kurasa dia bukan penyihir pencuri… tak peduli sehebat apapun dia, kalau tidak bebas menggunakan kekuatannya, mustahil untuk mencuri sihirku…”
Staz dengan wajah gembira membuka-buka go*gle dan mencari-cari gambar animanga.
“Tapi…” pikir Bell dengan wajah memerah. “Aku benar-benar ingin melihat kekuatannya dan mengeksposnya!! Oh, ya ampun, kenapa aku merasa sangat bersemangat seperti ini pada sesuatu yang tersembunyi dan terkunci? Itu pasti… karena aku pemburu harta karun!!!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar