Sebelumnya: Defense Devil chapter 06
Defense Devilchapter 07: Judgement 2-Pohon Apel part IV
Teks version by esti-widhayang.blogspot.com
Author: Dhwati Esti Widhayang
Teks version by esti-widhayang.blogspot.com
Author: Dhwati Esti Widhayang
Kucabara
berlari dengan Bichiura dipundaknya, menuju ke tempat dimana kira-kira Ia dapat
menemukan Inocence Item.
“Tuan, saat
Nami dibawa pergi, Ia sempat bilang ja…ja….apa, ya? Lalu juga toko bunga.” Ucap
Bichiura.
“Dia bilang
begitu, ya? Lalu apa lagi?” tanya Kucabara.
“Aku lupa.”
Setelah cukup
lama berlari, akhirnya Kucabara dan Bichiura sampai di sebuah toko bunga.
“Ini toko bunga dekat stasiun temapat Nami meninggal.” Kucabara mengidentifikasikan. “Bagus, Bichiura!!!” tiba-tiba saja Kucabara ber-tos-ria dengan anak buahnya yang awalnya menentangnya itu.
“Ini toko bunga dekat stasiun temapat Nami meninggal.” Kucabara mengidentifikasikan. “Bagus, Bichiura!!!” tiba-tiba saja Kucabara ber-tos-ria dengan anak buahnya yang awalnya menentangnya itu.
TOSSS!! “Tuan
juga sudak bekerja keras!” ucap Bichiura. Akhirnya mereka masuk ke toko bunga
itu. Di dalam toko mereka disambut oleh seorang penjaga toko berjenis kelamin
banci -,-a
“Selamat
datang~ kami akan membagi kebahagiaan dengan anda.” Sambut si penjaga toko.
“Apa yang anda cari di toko bunga peri ini…? Tuan malaikat?”
“JANGAN
BERCANDA!!” Bichura menendang penjaga toko itu hingga Ia pingsan. “AKU INI
SETAN!!!”
“A-apa yang
kau lakukan, Bichiura?” tanya Kucabara setelah melihat penjaga toko itu
pingsan.
“Soalnya dia
memanggilku malaikat. Huh!”
“Dasar!!
Jangan membuat masalah! Sudah tidak ada waktu lagi, kita harus segera menemukan
Inocence Item.” Kucabara mengambil semprotan spray di dalam tasnya. “Devil
Search Spray! Apapun… yang berhubungan dengan Nami kumohon bereaksilah!!”
CIIISSSSSSSTT!!!!
Nami hanya
dapat menatap dengan pandangan hampa pada neraka yang membentang di depannya.
“Hey, kalau
anjing peliharaan manusia dikumpulkan lalu dibiarkan tanpa makanan kira-kira
ini yang akan terjadi…” ucap Ponzol. “Anjing yang terkuat akan berkelompok lalu
mulai memangsa sesame yang dimulai dari anjing yang lemah…” Ponzol tersenyum
licik. “Kalau anjing yang kelaparan melakukan itu… bagaimana dengan manusia?
Bagaimana kalau yang dikumpulkan para manusia sesama para penjahat yang
menginginkan kesenangan.”
“Selamat
datang di nerakaku, Eating Hell.” Terlihat Nami dan Ponzol berdiri di atas
sebuah tonggak kayu. Di bawah sana, nampak manusia yang saling memakan satu sama
lain sampai bangkai-bangkainya.
“Aku pria
sejati dan tidak akan menyiksa secara langsung kriminal. Di nerakaku rasa sakit
tidak diberikan secara langsung tapi dihasilkan. Kelaparan yang sangat
dashyat…hingga kau mati kelaparan…yang lemah akan dimakan oleh yang kuat…tapi
berapa kalipun kalian mati arwah kalian akan bangkit kembali.”
Tubuh Nami
bergetar dan air matanya menetes. Tentu saja Ia tidak dapat menahan rasa takut
yang dirasakannya. Meski begitu Ponzol tetap melanjutkan penjelasannya. Bahkan
kali ini Ia mendekatkan bibirnya di dekat telinga Nami.
“Berkelahi dengan sangat menyedihkan dan
dimakan secara kejam… dan itu berlangsung secara berulang-ulang…” Ucap Ponzol.
“…selama 4000 tahun.”
Nami tidak
dapat bertahan lagi, Ia berlutut dan memegang tangan Ponzol memohon belas
kasih. “Tolong aku… kumohon tolong aku!!” pintanya. “A..aku tidak bunuh diri!
Percayalah padaku!!!”
Namun Ponzol
nampaknya tidak memiliki rasa ke-perishinigami-an(?). ia menjambak rambut Nami
dan melemparkannya ke neraka di bawah.
“Kyaaaaaaaaaaaa”
Sementara itu
di toko bunga, Kucabara hanya melongo tak percaya.
“Ke…kenapa…” Ia melihat sekitar area yang disemprot. “…tidak ada yang bereaksi.”
“Ke…kenapa…” Ia melihat sekitar area yang disemprot. “…tidak ada yang bereaksi.”
“Aneh,
padahal jika Nami pernah ke tempat ini, seharusnya ada yang bereaksi. Bichiura,
kau tidak salah, kan?” tanya Kucabara.
Namun
Bichiura hanya terdiam melihat ke sebuah benda. “…”
“Ayo, kita
cari lagi!” Kucabara menggeledah toko bunga itu. Belum menyadari tidak adanya
respon dari Bichiura. “Kau tidak menemukan sesuatu di stasiun?”
“Tuan~
waktunya!?” ternyata yang dilihat Bichiura adalah jam dinding. “…pasti sekarang
Nami…”
“Bichiura,
kau sudah lama bersamaku tapi belum juga mengenalku…” Kucabara menatap
Bichiura. “Aku lelaki yang tidak pandai menyerah. Ini belum berakhir.”
Nami berhasil
berpegangan di tonggak kayu itu. “uuuh….uhhh….”
Para ‘narapidana
neraka’ itu langsung membabi-buta begitu melihat Nami yang merupakan ‘daging
segar’ dimatanya. Mereka berkerumun di sekitar tonggak kayu itu sambil berkata
“Makan…! Makan….!” . Sehingga tidak diragukan lagi, jika Nami terjatuh, sudah
ada yang siap ‘menangkapnya’ dibawah.
“Padahal kau
itu bunuh diri… tetapi… memperlihatkan tekad yang kuat untuk bertahan hidup.”
Ucap Ponzol. “Sebagai imbalannya akan aku… ceritakan sesuatu yang menarik.”
…
…
Karena tidak
menemukan apa-apa di toko bunga itu, Kucabara dan Bichiura memutuskan pergi ke
stasiun. Namun stelah sampai disana, tidak terlihat sesuatu yang layak dianggap
bukti. Semua telah disingkirkan ketika Nami meninggal.
“Lihat, aku
benar, kan, tuan….” Ucap Bichiura. “Tidak ada petunjuk yang tertinggal sedikit
pun.”
“Sial.
Padahal seharusnya tidak begini.” Desis Kucabara.
…
…
“…Apa kau
tahu kekuatan Shinigami… saat dimana kau kehilangan keseimbanganmu…” cerita Ponzol.
“Seharusnya kau tidak sampai jatuh ke rel. Tapi kau terjatuh, karena sedikit
campur tangan olehku…” Ponzol tersenyum licik. “Kalau tidak berbuat onar di
dunia manusia, maka… Shinigami juga tidak bisa hidup.”
…
…
“Permisi…”
ucap seorang kakek tua pada Kucabara. Kakek itu membawa setangkai bunga.
“…disini tempat orang yang menolongku meninggal.” Kakek itu menaruh bunga itu
tepat di tempat dimana Nami terjatuh ke rel. Ia kemudian berdoa.
“Kakek…
jangan-jangan itu untuk Nami….?” Tanya Kucabara.
“Apa nona yang
meninggal disini namanya Nami?” kakek itu balik bertanya. “nona itu bagaikan
malaikat. Dia telah meminjamkan jaket ini padaku, yang hampir mati karena
kedinginan.”
…
…
“Tidaaaaaakkk!!”
teriak Nami, pegangannya lepas, namun Ia berhasil memegang tonggak kayu yang
lainnya.
“Cepaat
kesini…” “Gyaaaa” ucap narapidana-narapidana neraka.
Ponzol
tertawa terbahak-bahak. “Kau tidak belajar dari pengalaman! Tampaknya aku harus
melakukan sesuatu sekali lagi!” Ia melempar sebuah batu ke bawah, dan…
…
…
Kakek itu
mulai bercerita tentang apa yang Nami telah lakukan padanya. Jadi waktu itu…
-----flashback-----
Hari itu
turun salju. Orang hanya pada sibuk mencari romantisme saat hujan salju yang
tiba-tiba turun. Tidak ada seorangpun yang memperdulikan tunawisma sepertiku…
Namun tidak
juga. Waktu itu Nami memperhatikan kakek yang kedinginan di tengah hujan salju
itu. Ia melepaskan jaket yang dikenakannya dan menyelimuti kakek itu.
“Aku akan segera naik kereta, kok…” ucap Nami kemudian tersenyum.
“Aku akan segera naik kereta, kok…” ucap Nami kemudian tersenyum.
Aku merasa
dia(Nami) sangat sedih. Tetapi wajahnya penuh dengan harapan… anak itu berkata
padaku,
“Berusahalah,
kakek… ada pribahasa mengatakan, ‘walau besok dunia hancur, hari ini aku akan
menanam pohon apel’”
-----flashback
berakhir-----
“Aku sudah
mengerti sekarang…” pikir Kucabara tersenyum puas. “…ternyata begitu…”
Sementara
itu, batu kecil yang dilempar Ponzol mengenai dahi Nami dengan suara ‘tuk’
pelan. Namun tanpa disangka-sangka dorongan batu itu mampu membuat pegangan
Nami terlepas…
Dan… dan Nami
terjatuh ke kumpulan ‘penyantap sesama’ itu… semakin ke bawah…dan… dan….
BAAATTTSSS!!
Tepat pada waktunya, Bichiura terbang dengan sayapnya menyelamatkan Nami.
Kucabara mendapat bagian yang menangkap tubuh Nami.
“Walaupun ini
sangat membingungkan…tapi aku sudah berhasil memecahkannya…” ucap Kucabara. Ia
menyenderkan Nami di salah satu tangannya, sementara tangan lainnya memegang
jaket. Jaket Nami yang dikenakan si kakek tua di stasiun. “Sekarang aku akan
mengatakan… Argumen terakhir untuk Nami.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar