Versi Teks Inuyasha Chapter
4
Sebelumnya: Inuyasha chapter 3
Inuyashachapter 4 – Panah Kagome
Teks Version by estiwidhayang.blogspot.com
Author: Dhwati Esti Widhayang
Teks Version by estiwidhayang.blogspot.com
Author: Dhwati Esti Widhayang
“Hah!?” “burung!?” “dengan ekor!?” “Lalu…”
“Bagaimana bisa?!!” Para penduduk desa terkejut melihat seekor siluman burung
yang sangat besar melintasi desa mereka. Bahkan dalam perjalanannya, burung itu
mengambil seorang anak kecil.
“Aaa-anaakkuu!!”
sang ibu menjerit memanggil anaknya yang diambil siluman burung itu. Kemudian Inuyasha melintas
melewati ibu itu,
“Terkutuk!
Dia sudah mulai bertransformasi!” ucap
Inuyasha.
“Uwaaaa~”
anak itu merengek meminta pertolongan.
“Jangan
bergurau! Dia akan memakan bocah itu!!” seru Kagome.
“Sudah
kubilang, gagak itu hanya menopang saja!” bantah Inuyasha. “Itu buruk, kalau
berat mangsanya membuat terbangnya jadi lamban. Buruk untuk dia. Heh” Inuyasha
tersenyum. Ia mendekat dan bersiap menebas tangan siluman itu. “Rasakan
cakaranku ini!!”
Namun Kagome
menahan tebasan Inuyasha.
“Tidak,
bodoh!! Selamatkan anak itu dulu!!” seru Kagome. Karena tangan siluman yang
akan ditebas Inuyasha adalah tangan yang memegang anak kecil itu. Jadi otomatis
jika tangan itu hancur, anak itu akan terjatuh.
Jeda itu
member waktu si siluman untuk keluar dari area tebasan. Sementara itu, Kagome
melompat dari punggung Inuyasha untuk menyelamatkan anak kecil itu.
“Bodoh! Kau
pikir kau ini---“ maki Inuyasha tertahan. Sekarang siluman itu berbalik
menyerang Kagome dan anak di pelukannya. “Sial!” dengan cepat Inuyasha ke bawah
dan menebas siluman itu hingga berkeping-keping, “matilah kau, siluman!!”
Begitu sampai
di tanah, Kagome segera melepas sisa tangan siluman yang menempel di tangan
anak kecil itu. Anak itu menangis terbahak-bahak(?), eh, terisak-isak. “Tidak
apa-apa, kau sudah selamat sekarang.”
Namun karena
siluman itu sudah melahap bola shikon, perlahan-lahan tubuhnya kembali pulih…
“Hey, gadis! Kau lihat dimana bolanya?” tanya Inuyasha pada Kagome. Dalam
sekejap siluman burung itu sudah berada di belakang Inuyasha dengan tubuh
setengah jadi. “Uh….”
“Dia hidup!!”
“Oh, Tuhan….!” Seru para warga desa.
Kagome
memfokuskan penglihatannya ke siluman itu sesuai perintah Inuyasha. Lalu Ia
melihat sesuatu yang bersinar… “Aku melihatnya! Ada dibawah sayapnya!”
Inuyasha
menebas, namun siluman itu segera terbang sehingga hanya ekornya saja yang
hancur. Tentu saja ekor itu pulih seperti semula.
“Terkutuk
kau!!” teriak Inuyasha. “Siluman itu akan terus terbang sampai si br*ngsek
mayat hidup itu menelan seluruh bola shikon!”
Kagome
terkejut mendengar itu. Karena kalau sudah tertelan semuanya, itu berarti tak
ada harapan. “Aku harus melakukan sesuatu… tapi….” Kagome bertekad. Kemudian Ia
melihat panah tergantung di bahunya. Ia mengambil busur dan memasang anak
panahnya pada busur, kemudian bersiap menarik tali busur…
“Apa….?”
Inuyasha terheran-heran. Dan tentu saja Ia sudah tidak percaya Kagome memiliki
bakat memanah seperti Kikyo.
“Sekarang…”
ucap Kagome melepas tali busurnya.
“Memanah dari
jarak sejauh itu…” ucap seorang warga desa yang nampaknya sama tidak yakinnya
dengan Inuyasha.
“Kau tak akan
punya kesempatan…” ucap Inuyasha. “Dia tidak selemah kau dengan busurmu…”
“Ini tak akan
meleset!!” ucap Kagome penuh keyakinan.
Inuyasha
memperhatikan ketika panah itu melesat. Di panah itu terikat kaki siluman
burung yang tadi dilepas Kagome dari si anak kecil. “Dengan kaki siluman?”
Inuyasha bertanya-tanya.
“Kalau bola
shikon membuatnya beregenerasi…” pikir Kagome. “Pasti kakinya akan kembali ke
tubuhnya, kan!?” dan, benar saja. Panah beserta kaki siluman itu menancap di
tubuh siluman burung itu.
“Gadis itu
mengenainya!”
“Berhasil!”
sorak Kagome riang.
Namun,
sesuatu yang aneh terjadi. Siluman itu hancur menjadi serpihan-serpihan cahaya
yang menyebar ke berbagai penjuru. Bahkan mungkin serpihan cahaya itu bukan si
siluman…
“Nona Kaede!
Ada cahaya!” seru seorang warga desa kepada si pendeta Kaede.
“Ini… bukan
pertanda baik…” pikir Kaede.
…
…
Kagome
kembali naik di atas punggung Inuyasha, dan bersamanya mencari bola shikon yang
entah terjatuh dimana.
“Sesuatu
tentang sinar membuatku merasakan… dingin yang menusuk hingga ke tulang.”
Kagome melamun.
“Apa kau
yakin bolanya ada disekitar sini?” tanya Inuyasha.
“Aku rasa
begitu.”
Dari atas
mereka berdua terdengar suara-suara aneh, ternyata itu adalah si siluman burung
yang tadi. Namun kini yang tersisa dari tubuhnya hanyalah kepala.
“Hah, dia
begitu cepat….” Inuyasha memperhatikan kecepatan siluman itu menerjangnya,
sementara Kagome terkejut dengan sosok siluman itu yang hanya berupa kepala.
Inuyasha nyengir, “Hah! Terakhir kita bertemu, satu lawan satu….” Inuyasha
melumatkan siluman itu dengan tangannya, “Matilah kau…!”
KLINK!
Sebuah benda
bersinar terjatuh di antara dedaunan. “Apa..?” Kagome agak terkejut melihat
bentuk bola itu yang agak berbeda.
“Bolanya…!”
ucap Inuyasha yang dapat diatikan cepat-ambil-bola-itu.
Kagome
mengambil bola itu, dan memang ada yang berbeda. Bola itu tidak lagi nampak
bulat. Bahkan lebih kecil.
“Hm, aku rasa
ini… salah satu serpihan bola shikon.” Kagome menyimpulkan.
“Tidak!!”
…
…
“Bagaimana
bisa!?” teriak Inuyasha.
“Berhenti
berteriak, Inuyasha!” perintah pendeta Kaede. Mereka, Inuyasha dan Kagome,
sekarang sedang berada di rumah Kaede, mendiskusikan bagaimana bola empat arwah
itu bisa menjadi serpihan.
“Bolanya! Apa
yang terjadi dengan bola sial*n itu!?” tanya Inuyasha, masih dengan berteriak.
“Saat Kagome
melepaskan anak panahnya… anak panahnya tidak hanya menghancurkan siluman,
tetapi juga bola shikon.” Kaede menjelaskan. “bola itu mungkin terpecah menjadi
sepuluh bagian, atau mungkin seratus… tapi saat ini, pecahan itu terpencar
dimana-mana.
Jika setiap
pecahannya jatuh ke tangan mahkluk jahat,… pasti Ia akan berambisi untuk
memiliki seluruhnya!”
“Semuanya…?
Ini semua salahku.” Kagome langsung menyalahkan dirinya sebab karena Ia-lah
bola itu hancur menjadi serpihan.
“Dengar…
Kagome… Inuyasha…” ucap Kaede. “Kalian harus mengumpulkan semua pecahan bola
empat arwah, dan mengembalikan ke bentuk aslinya.”
“Itu
berarti…” Kagome mencoba mencerna.
“Hah!”
Inuyasha nampaknya sudah mengerti maksud Kaede. “Kau yakin, Kaede? Aku satu
dari mahkluk jahat yang mengincar pecahan bola itu.”
“Saat ini,
tidak ada pilihan lain.” Kaede menghela nafas.
“Tapi… tapi
yang kuinginkan saat ini…” pikir Kagome. “…Adalah pulang ke rumah!”
“A…airnya
sangat dingin…” Kagome berdiri. Ia sedang berendam di danau, namun karena tidak
kuat dengan tingkat kedinginan yang ekstrem di danau itu, Kagome berdiri.
“Keluarlah,
Kagome. Jangan memaksakan dirimu.” Ucap Kaede.
“Tidak! Aku
dipenuhi oleh darah, lumpur, dan lender siluman!” Kagome kembali berendam. “…Dan
aku tak bisa diam saja.”
Hey. Aku
tidak berpikir ada waktu lain untuk berendam air panas.
Kegiatan
Kagome itu dibicarakan oleh warga desa. “Jadi begitu? Nona Kagome menjalani
ritual air suci.” “Untuk penyucian diri, itu memang harus! Untuk kekuatan sihir
baru…” “Mereka bilang, kalau ada lelaki yang mengintipnya, Ia akan dihukum oleh
Dewa.”
Dan ternyata…
Inuyasha
diam-diam duduk di batang pohon di dekat danau dan memperhatikan Kagome.
Tujuannya sudah jelas, ada yang diincar oleh manusia setengah siluman itu…
‘Kagome…Inuyasha…
kalian harus mengumpulkan pecahan bola empat arwah, dan mengembalikan ke bentuk
aslinya.’ Kagome teringat kata-kata Kaede ketika Ia menyelam sedikit. “Aku
bahkan tidak tahu caranya. Dan Inuyasha seperti seekor binatang…” pikir Kagome.
Kemudian Ia menaikkan kepalanya ke permukaan agar dapat bernafas lagi. Lalu Ia
melihat Inuyasha yang memperhatikannya dari atas tebing.
“Kau…! duduk!!”
BTAAAANGGG!!!
Inuyasha terjatuh dari atas tebing itu dengan posisi yang tak menyenangkan.
“Jadi… sudah
melihat sesuatu yang menarik?!” tanya Kaede.
Inuyasha
meremas kalung yang melilitnya, “Bagaimana aku bisa lupa… kalung dan ucapan
mantera itu…!?”
Kagome
bersembunyi di semak-semak untuk ganti baju. “Aku tahu kau memang seperti
binatang, tapi… ini…”
“Apa?!! Fuh,
kau sebodoh ini. Sungguh sia-sia. Aku hanya—“
“—mencari
kesempatan untuk mencuri bola empat arwah?” lanjut Kaede. Ia memegang pecahan
itu di tangannya.
“Hm… seperti
seolah kau itu memiliki otak dalam kepalamu.” Ucap Inuyasha. Memang -_-.
“Tidak.
Pikiranmu yang terlalu mudah ditebak.” Jadi pendeta Kaede tidak punya otak!?
-_-. “Kecuali kalau kau menyatukan kekuatanmu … dengan kekuatan mistik Kagome
untuk menemukan pecahan bola empat arwah.”
“Aku tahu,
tua bangka! Sudahkah aku katakan padamu bahwa aku mau bergabung dengan gadis
bodoh itu!?” Inuyasha menoleh ke belakang. Dan sesuatu yang aneh terjadi. Ia
melihat Kikyo.
“Hei, kau!
Mengapa kau begitu membenciku!?” ucap Kikyo itu.
“Eh…”
ternyata itu bukan Kikyo, melainkan Kagome yang memakai baju Kikyo karena
bajunya basah.
Inuyasha
terus memperhatikan gadis itu yang nampak mirip sekali dengan Kikyo.
“Mengapa mukamu begitu, Inuyasha?”
“Mengapa mukamu begitu, Inuyasha?”
“Nona Kaede…”
seorang ibu-ibu datang memanggil Kaede.
“Ya?”
“Anakku…”
“Dia jatuh
sakit?” tebak Kaede. Kaede akhirnya mengikuti ibu itu dan berjalan ke arah
desa. “Aku harus kembali ke desa. Jangan bertengkar!”
“…” Inuyasha
dan Kagome sama-sama terdiam.
“Hei…” ucap
Inuyasha.
“Apa?” tanya
Kagome.
“Lepaskan
baju itu…”
BLETAAAAKKKK!!!!
Kagome langsung memukul Inuyasha dengan sebuah batu.
“Hei!
Apa-apaan kau ini!?” sebuah benjolan muncul di kepala Inuyasha.
“Kau memang
binatang!!”
“Aku tidak
bilang ‘telanjanglah’! maksudku kembalilah memakai baju lama mu itu!”
“Hanya karena
ini membuatku terlihat seperti Kikyo!?”
Inuyasha
membuang muka. “Tidak ada hubungannya dengan itu!”
Sikap
Inuyasha membuat Kagome sedikit geli, “sebenarnya dia itu siluman atau anak
SMP!?” pikir Kagome.
“Kau tahu,
jika kau tidak bersikap lebih baik, kita tak akan pernah bisa bekerja sama.”
Ucap Kagome.
“Hm, itu
bagus untukku, kan!? Aku akan mencari semua pecahan bola itu sendirian!”
“Oh,
benarkah? Berarti kau tidak membutuhkanku disisimu lagi?” Kagome beranjak
pergi.
“Apa--? Kau
mau kemana!?”
“Aku berubah
pikiran.” Sahut Kagome.”Aku akan pulang. Sampai jumpa, siluman. Ini memang
nyata.”
“ke
‘rumah’!???” Inuyasha terhentak. “Tunggu…!!”
“Huh! Tak ada
gunanya melarangku pergi!”
Inuyasha
menengadahkan tangannya dan berkata, “tetapi kau punya pecahan bola empat
arwah… tinggalkan disini!!”
“Maksudmu
ini?” Kagome menyodorkan bola itu, tetapi sebelum Inuyasha sempat mengambilnya,
Ia merapal mantra, “DUDUK!”
BUAGHH!!
“kk-kenapa kkau…!!!”
“Sampai
jumpa!”
…
…
“Lewat sini,
nona Kaede…” ibu itu menunjukkan arah ke rumahnya. “Dia masih sehat dan baik-baik saja tadi
pagi, tapi…”
“Biar
kulihat….” Kaede mendekati anak yang terbaring itu. Tiba-tiba saja anak itu
bergerak tubuhnya, padahal orangnya masih nampak lemas atau mungkin pingsan.
“Tidak!”
Kaede nampak histeris. “Tetaplah dibelakangku!”
“Apa?”
Bersambung
ke: Inuyasha chapter 5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar