Sabtu, 19 Januari 2013

Versi Teks Inuyasha Chapter 4


Versi Teks Inuyasha Chapter 4
Sebelumnya: Inuyasha chapter 3
 “Hah!?” “burung!?” “dengan ekor!?” “Lalu…” “Bagaimana bisa?!!” Para penduduk desa terkejut melihat seekor siluman burung yang sangat besar melintasi desa mereka. Bahkan dalam perjalanannya, burung itu mengambil seorang anak kecil.
“Aaa-anaakkuu!!” sang ibu menjerit memanggil anaknya yang diambil siluman  burung itu. Kemudian Inuyasha melintas melewati ibu itu,
“Terkutuk! Dia sudah mulai bertransformasi!” ucap  Inuyasha.
“Uwaaaa~” anak itu merengek meminta pertolongan.
“Jangan bergurau! Dia akan memakan bocah itu!!” seru Kagome.
“Sudah kubilang, gagak itu hanya menopang saja!” bantah Inuyasha. “Itu buruk, kalau berat mangsanya membuat terbangnya jadi lamban. Buruk untuk dia. Heh” Inuyasha tersenyum. Ia mendekat dan bersiap menebas tangan siluman itu. “Rasakan cakaranku ini!!”
Namun Kagome menahan tebasan Inuyasha.
“Eh!?”
“Tidak, bodoh!! Selamatkan anak itu dulu!!” seru Kagome. Karena tangan siluman yang akan ditebas Inuyasha adalah tangan yang memegang anak kecil itu. Jadi otomatis jika tangan itu hancur, anak itu akan terjatuh.
Jeda itu member waktu si siluman untuk keluar dari area tebasan. Sementara itu, Kagome melompat dari punggung Inuyasha untuk menyelamatkan anak kecil itu.
“Bodoh! Kau pikir kau ini---“ maki Inuyasha tertahan. Sekarang siluman itu berbalik menyerang Kagome dan anak di pelukannya. “Sial!” dengan cepat Inuyasha ke bawah dan menebas siluman itu hingga berkeping-keping, “matilah kau, siluman!!”
Begitu sampai di tanah, Kagome segera melepas sisa tangan siluman yang menempel di tangan anak kecil itu. Anak itu menangis terbahak-bahak(?), eh, terisak-isak. “Tidak apa-apa, kau sudah selamat sekarang.”
Namun karena siluman itu sudah melahap bola shikon, perlahan-lahan tubuhnya kembali pulih… “Hey, gadis! Kau lihat dimana bolanya?” tanya Inuyasha pada Kagome. Dalam sekejap siluman burung itu sudah berada di belakang Inuyasha dengan tubuh setengah jadi. “Uh….”
“Dia hidup!!” “Oh, Tuhan….!” Seru para warga desa.
Kagome memfokuskan penglihatannya ke siluman itu sesuai perintah Inuyasha. Lalu Ia melihat sesuatu yang bersinar… “Aku melihatnya! Ada dibawah sayapnya!”
Inuyasha menebas, namun siluman itu segera terbang sehingga hanya ekornya saja yang hancur. Tentu saja ekor itu pulih seperti semula.
“Terkutuk kau!!” teriak Inuyasha. “Siluman itu akan terus terbang sampai si br*ngsek mayat hidup itu menelan seluruh bola shikon!”
Kagome terkejut mendengar itu. Karena kalau sudah tertelan semuanya, itu berarti tak ada harapan. “Aku harus melakukan sesuatu… tapi….” Kagome bertekad. Kemudian Ia melihat panah tergantung di bahunya. Ia mengambil busur dan memasang anak panahnya pada busur, kemudian bersiap menarik tali busur…
“Apa….?” Inuyasha terheran-heran. Dan tentu saja Ia sudah tidak percaya Kagome memiliki bakat memanah seperti Kikyo.
“Sekarang…” ucap Kagome melepas tali busurnya.
“Memanah dari jarak sejauh itu…” ucap seorang warga desa yang nampaknya sama tidak yakinnya dengan Inuyasha.
“Kau tak akan punya kesempatan…” ucap Inuyasha. “Dia tidak selemah kau dengan busurmu…”
“Ini tak akan meleset!!” ucap Kagome penuh keyakinan.
Inuyasha memperhatikan ketika panah itu melesat. Di panah itu terikat kaki siluman burung yang tadi dilepas Kagome dari si anak kecil. “Dengan kaki siluman?” Inuyasha bertanya-tanya.
“Kalau bola shikon membuatnya beregenerasi…” pikir Kagome. “Pasti kakinya akan kembali ke tubuhnya, kan!?” dan, benar saja. Panah beserta kaki siluman itu menancap di tubuh siluman burung itu.
“Gadis itu mengenainya!”
“Berhasil!” sorak Kagome riang.
Namun, sesuatu yang aneh terjadi. Siluman itu hancur menjadi serpihan-serpihan cahaya yang menyebar ke berbagai penjuru. Bahkan mungkin serpihan cahaya itu bukan si siluman…
“Nona Kaede! Ada cahaya!” seru seorang warga desa kepada si pendeta Kaede.
“Ini… bukan pertanda baik…” pikir Kaede.
Kagome kembali naik di atas punggung Inuyasha, dan bersamanya mencari bola shikon yang entah terjatuh dimana.
“Sesuatu tentang sinar membuatku merasakan… dingin yang menusuk hingga ke tulang.” Kagome melamun.
“Apa kau yakin bolanya ada disekitar sini?” tanya Inuyasha.
“Aku rasa begitu.”
Dari atas mereka berdua terdengar suara-suara aneh, ternyata itu adalah si siluman burung yang tadi. Namun kini yang tersisa dari tubuhnya hanyalah kepala.
“Hah, dia begitu cepat….” Inuyasha memperhatikan kecepatan siluman itu menerjangnya, sementara Kagome terkejut dengan sosok siluman itu yang hanya berupa kepala. Inuyasha nyengir, “Hah! Terakhir kita bertemu, satu lawan satu….” Inuyasha melumatkan siluman itu dengan tangannya, “Matilah kau…!”
KLINK!
Sebuah benda bersinar terjatuh di antara dedaunan. “Apa..?” Kagome agak terkejut melihat bentuk bola itu yang agak berbeda.
“Bolanya…!” ucap Inuyasha yang dapat diatikan cepat-ambil-bola-itu.
Kagome mengambil bola itu, dan memang ada yang berbeda. Bola itu tidak lagi nampak bulat. Bahkan lebih kecil.
“Hm, aku rasa ini… salah satu serpihan bola shikon.” Kagome menyimpulkan.
“Tidak!!”
“Bagaimana bisa!?” teriak Inuyasha.
“Berhenti berteriak, Inuyasha!” perintah pendeta Kaede. Mereka, Inuyasha dan Kagome, sekarang sedang berada di rumah Kaede, mendiskusikan bagaimana bola empat arwah itu bisa menjadi serpihan.
“Bolanya! Apa yang terjadi dengan bola sial*n itu!?” tanya Inuyasha, masih dengan berteriak.
“Saat Kagome melepaskan anak panahnya… anak panahnya tidak hanya menghancurkan siluman, tetapi juga bola shikon.” Kaede menjelaskan. “bola itu mungkin terpecah menjadi sepuluh bagian, atau mungkin seratus… tapi saat ini, pecahan itu terpencar dimana-mana.
Jika setiap pecahannya jatuh ke tangan mahkluk jahat,… pasti Ia akan berambisi untuk memiliki seluruhnya!”
“Semuanya…? Ini semua salahku.” Kagome langsung menyalahkan dirinya sebab karena Ia-lah bola itu hancur menjadi serpihan.
“Dengar… Kagome… Inuyasha…” ucap Kaede. “Kalian harus mengumpulkan semua pecahan bola empat arwah, dan mengembalikan ke bentuk aslinya.”
“Itu berarti…” Kagome mencoba mencerna.
“Hah!” Inuyasha nampaknya sudah mengerti maksud Kaede. “Kau yakin, Kaede? Aku satu dari mahkluk jahat yang mengincar pecahan bola itu.”
“Saat ini, tidak ada pilihan lain.” Kaede menghela nafas.
“Tapi… tapi yang kuinginkan saat ini…” pikir Kagome. “…Adalah pulang ke rumah!”
“A…airnya sangat dingin…” Kagome berdiri. Ia sedang berendam di danau, namun karena tidak kuat dengan tingkat kedinginan yang ekstrem di danau itu, Kagome berdiri.
“Keluarlah, Kagome. Jangan memaksakan dirimu.” Ucap Kaede.
“Tidak! Aku dipenuhi oleh darah, lumpur, dan lender siluman!” Kagome kembali berendam. “…Dan aku tak bisa diam saja.”
Hey. Aku tidak berpikir ada waktu lain untuk berendam air panas.
Kegiatan Kagome itu dibicarakan oleh warga desa. “Jadi begitu? Nona Kagome menjalani ritual air suci.” “Untuk penyucian diri, itu memang harus! Untuk kekuatan sihir baru…” “Mereka bilang, kalau ada lelaki yang mengintipnya, Ia akan dihukum oleh Dewa.”
Dan ternyata…
Inuyasha diam-diam duduk di batang pohon di dekat danau dan memperhatikan Kagome. Tujuannya sudah jelas, ada yang diincar oleh manusia setengah siluman itu…
‘Kagome…Inuyasha… kalian harus mengumpulkan pecahan bola empat arwah, dan mengembalikan ke bentuk aslinya.’ Kagome teringat kata-kata Kaede ketika Ia menyelam sedikit. “Aku bahkan tidak tahu caranya. Dan Inuyasha seperti seekor binatang…” pikir Kagome. Kemudian Ia menaikkan kepalanya ke permukaan agar dapat bernafas lagi. Lalu Ia melihat Inuyasha yang memperhatikannya dari atas tebing.
“Kau…! duduk!!”
BTAAAANGGG!!! Inuyasha terjatuh dari atas tebing itu dengan posisi yang tak menyenangkan.
“Jadi… sudah melihat sesuatu yang menarik?!” tanya Kaede.
Inuyasha meremas kalung yang melilitnya, “Bagaimana aku bisa lupa… kalung dan ucapan mantera itu…!?”
Kagome bersembunyi di semak-semak untuk ganti baju. “Aku tahu kau memang seperti binatang, tapi… ini…”
“Apa?!! Fuh, kau sebodoh ini. Sungguh sia-sia. Aku hanya—“
“—mencari kesempatan untuk mencuri bola empat arwah?” lanjut Kaede. Ia memegang pecahan itu di tangannya.
“Hm… seperti seolah kau itu memiliki otak dalam kepalamu.” Ucap Inuyasha. Memang -_-.
“Tidak. Pikiranmu yang terlalu mudah ditebak.” Jadi pendeta Kaede tidak punya otak!? -_-. “Kecuali kalau kau menyatukan kekuatanmu … dengan kekuatan mistik Kagome untuk menemukan pecahan bola empat arwah.”
“Aku tahu, tua bangka! Sudahkah aku katakan padamu bahwa aku mau bergabung dengan gadis bodoh itu!?” Inuyasha menoleh ke belakang. Dan sesuatu yang aneh terjadi. Ia melihat Kikyo.
“Hei, kau! Mengapa kau begitu membenciku!?” ucap Kikyo itu.
“Eh…” ternyata itu bukan Kikyo, melainkan Kagome yang memakai baju Kikyo karena bajunya basah.




Inuyasha terus memperhatikan gadis itu yang nampak mirip sekali dengan Kikyo.
“Mengapa mukamu begitu, Inuyasha?”
“Nona Kaede…” seorang ibu-ibu datang memanggil Kaede.
“Ya?”
“Anakku…”
“Dia jatuh sakit?” tebak Kaede. Kaede akhirnya mengikuti ibu itu dan berjalan ke arah desa. “Aku harus kembali ke desa. Jangan bertengkar!”
“…” Inuyasha dan Kagome sama-sama terdiam.
“Hei…” ucap Inuyasha.
“Apa?” tanya Kagome.
“Lepaskan baju itu…”
BLETAAAAKKKK!!!! Kagome langsung memukul Inuyasha dengan sebuah batu.
“Hei! Apa-apaan kau ini!?” sebuah benjolan muncul di kepala Inuyasha.
“Kau memang binatang!!”
“Aku tidak bilang ‘telanjanglah’! maksudku kembalilah memakai baju lama mu itu!”
“Hanya karena ini membuatku terlihat seperti Kikyo!?”
Inuyasha membuang muka. “Tidak ada hubungannya dengan itu!”
Sikap Inuyasha membuat Kagome sedikit geli, “sebenarnya dia itu siluman atau anak SMP!?” pikir Kagome.
“Kau tahu, jika kau tidak bersikap lebih baik, kita tak akan pernah bisa bekerja sama.” Ucap Kagome.
“Hm, itu bagus untukku, kan!? Aku akan mencari semua pecahan bola itu sendirian!”
“Oh, benarkah? Berarti kau tidak membutuhkanku disisimu lagi?” Kagome beranjak pergi.
“Apa--? Kau mau kemana!?”
“Aku berubah pikiran.” Sahut Kagome.”Aku akan pulang. Sampai jumpa, siluman. Ini memang nyata.”
“ke ‘rumah’!???” Inuyasha terhentak. “Tunggu…!!”
“Huh! Tak ada gunanya melarangku pergi!”
Inuyasha menengadahkan tangannya dan berkata, “tetapi kau punya pecahan bola empat arwah… tinggalkan disini!!”
“Maksudmu ini?” Kagome menyodorkan bola itu, tetapi sebelum Inuyasha sempat mengambilnya, Ia merapal mantra, “DUDUK!”
BUAGHH!! “kk-kenapa kkau…!!!”
“Sampai jumpa!”
“Lewat sini, nona Kaede…” ibu itu menunjukkan arah ke rumahnya.  “Dia masih sehat dan baik-baik saja tadi pagi, tapi…”
“Biar kulihat….” Kaede mendekati anak yang terbaring itu. Tiba-tiba saja anak itu bergerak tubuhnya, padahal orangnya masih nampak lemas atau mungkin pingsan.
“Tidak!” Kaede nampak histeris. “Tetaplah dibelakangku!”
“Apa?”

Bersambung ke: Inuyasha chapter 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar